Pria Dingin Itu Milikku

Pria Dingin Itu Milikku

Awal Mula

Plak satu tamparan keras mendarat di pipi mulus seorang gadis bernama Anaya Putri Adiguna, "Kamu tuh ngapain aja kemarin? Bisa-bisanya nilai kamu cuman 80 liat tuh kakakmu aja dapet 95," bentak ayahnya sambil merobek kertas ulangan harian Anaya.

"Pa Udah jangan tampar Anaya lagi," Amar kakaknya menahan tangan ayahnya agar tidak memukul atau menampar adik kembarannya lagi.

Anaya hanya diam sambil menundukkan kepalanya, air matanya tak kuasa ia tahan lagi.

"Hey kenapa diem aja?" bentak ayahnya lagi.

"Maafin aku Pa, aku janji nanti bakalan giat belajar lagi aku janji," Anaya memegang tangan ayahnya.

Ayahnya menghempas tangan Anaya, "Kalau sampai kamu dapet nilai rendah lagi, kamu gak akan papa kasih uang jajan," setelah itu ayahnya meninggalkan Anaya yang menangis.

Amar langsung memeluk adiknya, "Kita obati yah luka nya," Amar mengambil kotak obat lalu menarik Anaya agar duduk di kasur, ujung bibir Anaya terluka jadi itu harus di obati takutnya infeksi.

"Mereka cuman peduli nilai aku aja kayaknya."

"Udah jangan nangis kita harus berangkat sekolah sekarang, kita gak usah sarapan di rumah di sekolah aja."

Anaya mengangguk, di dunia ini tampaknya yang peduli pada dirinya hanya kakaknya. Selesai mengobati luka nya mereka berdua segera pergi ke sekolah bersama menaiki mobil sport berwarna hitam pekat. Sesampainya di sekolah mereka berdua di sambut dengan hangat, karena keduanya tampak sangat populer.

Mereka beda kelas, Anaya berjalan sendirian ke kelasnya, di jalan ia berpapasan dengan Gino teman sekelasnya yang ia sukai sejak lama. Anaya bukan orang yang diam saja ketika dirinya suka pada seseorang, ia akan mengejarnya sampai ia mendapatkan orang itu.

Anaya menarik tangan Gino dan berjalan bersamaan menuju kelasnya, "Gino ganteng banget hari ini," Anaya memandangi Gino tak peduli dengan tatapan sinis dari murid lainnya.

"Lu bisa gak, gak usah pegang-pegang gue," Gino berusaha melepaskan genggaman Anaya.

"Enggak, gue gak bisa," Anaya malah semakin erat memegang tangan Gino.

Sampailah mereka di kelas, Anaya duduk di samping Gino. Di kelas Anaya terus saja memandangi Gino walaupun Gino tampaknya begitu tidak peduli padanya, Gino memang punya sikap dingin dan cuek kalau pun bicara tak jarang ucapannya sangat menyakitkan, namun Anaya tetap mencintai Gino apapun yang Gino katakan padanya.

"Anaya," panggil temannya yang baru datang ke kelas.

"Apaan sih ganggu aja," Anaya menatap orang yang memanggilnya dengan tatapan sinis.

Dia adalah Diana sahabat dekatnya Anaya, Diana duduk di kursinya dengan pandangan yang terus menatap Anaya, "Nanti malam bokap lu ngadain party perusahaan?"

"Iya."

"Bokap gue juga di undang, gue di suruh datang tapi gue bakalan datang kalau lu juga mau datang. Males kalau gak ada temennya," ujar Diana yang ayahnya kerja di perusahaan ayahnya Anaya.

Anaya menarik Gino, "Ikut yuk," Anaya tersenyum manis.

"Enggak, lagian bokap gue bukan orang kaya," sinis Gino bahkan tanpa membalas tatapan Anaya.

"Kan aku yang undang, lu boleh datang kok."

"Gue bilang enggak yah enggak," bentak Gino.

"Oke fine."

Anaya kembali menatap Diana, "Gue gak bakalan datang kayaknya."

"Gara-gara dia gak ikut? Kebiasaan banget deh kalau ada acara gitu lu gak datang mulu."

"Gue males, gue gak tertarik sama dunia bokap gue."

"Padahal enak lo jadi elu."

Anaya menghela nafasnya sembari tersenyum sinis, "Enak rasa strawberry."

___________

Bel istirahat telah berbunyi, Anaya kembali mengikuti Gino sampai di kantin. Di kantin terjadi keributan kecil, ada seorang murid kelas 3 yang bernama Mawar yang tengah di bully oleh murid lain.

Mawar adalah murid beasiswa sama seperti Gino, karena mereka lahir dari keluarga yang kurang mampu. Gino yang melihat itu langsung menghampiri Mawar untuk menolongnya karena ternyata Mawar merupakan tetangganya, tangan Gino di tahan oleh Anaya, "Jangan ikut campur, mau nanti malah ikutan kena bully?" ujar Anaya sambil menatap Gino.

"Orang miskin gak boleh berontak yah? Jadi orang miskin hanya bisa diem aja gitu?" Gino melepaskan genggaman tangan Anaya dan langsung menghampiri Mawar untuk membantunya.

Bukannya membuat masalah beres, kedatangan Gino malah semakin membuat suasana semakin rumit karena kekasih yang membully Mawar ikutan turun tangan, pria itu bernama Juna orang yang cukup punya kuasa di sekolah ini.

"Ah sialan gak mau di ingetin sih," Anaya yang awalnya tidak mau ikut campur terpaksa harus turun tangan sendiri karena tidak tega melihat Gino malah di gebukin dan di hina-hina karena miskin juga anak beasiswa.

Anaya dan Diana berjalan membelah kerumunan orang yang ada di sana untuk menghentikan keributan, "Juna cukup," ujar Anaya.

Amar yang melihat Anaya ikut campur berjalan menghampiri Anaya takutnya mereka gak mau dengerin apa yang Anaya katakan.

"Naya," ucap Sinta orang yang mem-bully Mawar.

"Udah cukup, udah gak berdaya juga kan orangnya," tambah Anaya.

"Tumben belain dia?" tanya Juna.

"Gue gak belain cewek itu, mau lu bunuh dia juga gue gak peduli. Gak penting buat hidup gue, tapi barusan lu pukul cowok gue."

"Oh Gino?" Juna tersenyum melihat Gino yang sudah tersungkur di lantai sambil memegang perutnya yang sakit.

"Iya menurut lu siapa lagi."

"Lu suka sama Gino?" Sinta nampak tertawa meremehkan.

"Iya, bawel banget sih."

"Rendah banget selera lo, gue tau Gino cakep tapi dia miskin, lu gak malu apa? Bokap lu pasti marah besar sih kalau tau," Sinta meledek Gino.

Gino mengepalkan tangannya karena kesal dan tidak terima dengan ucapan Sinta, namun lagi-lagi ia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.

"Lu gak usah hina-hina orang, mending kalian semua bubar," bentak Amar yang baru datang.

Semua murid yang mengerumuni mereka seketika bubar karena takut dengan amarah Amar.

"Gue gak hina adek lu kok," Juna nampak ketakutan saat Amar datang.

"Udah ah kalian pergi aja," Anaya meminta Sinta dan Juna untuk pergi.

"Oke Bay," Juna merangkul kekasihnya itu lalu pergi dari sana.

Anaya menghampiri Gino untuk membantunya bangun, namun Gino malah menolak bantuan dari Anaya dan memilih bangun sendiri. Gino langsung menghampiri Mawar, "Lu gak papah kan?" tanyanya.

Mawar menggelengkan kepalanya, "Aku gak papah, makasih udah bantuin aku."

"Lu gak mau nanyain gue gitu?" Anaya menunjuk dirinya sendiri.

"Orang kaya kalau kenapa-napa juga masih punya banyak duit kok," balas Gino sinis.

"Kenapa jadi bahas-bahas ke sana sih? Makasih kek udah bantuin gitu."

Gino pergi dari sana di kejar oleh Anaya dan Diana, "Kak aku pergi dulu," Anaya melambaikan tangannya pada Amar tanpa menatapnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!