“Saya ini seorang pebisnis, tidak mungkin saya memberikan bantuan secara Cuma-Cuma.”
Sahira menundukkan kepalanya, “Apa pun yang Tuan inginkan saya akan melakukannya.” Sahira bertekad dalam dirinya, ia akan melakukan segala cara asalkan Rangga bisa bebas.
“Saya akan membantu, jika Anda bersedia menjadi ibu untuk Zeina.”
Kepala Sahira yang semula menunduk terangkat dengan cepat dan menatap Filio. “Maksud Tuan?”
“Saya ingin kamu menjadi ibu Zeina yang sah di mata hukum.”
Keinginan yang di ajukan Filio begitu mengejutkan Sahira. “Maksud Tuan saya harus menjadi ibu dan istri?”
“Kalau kamu tidak mau, saya tidak akan memaksa.” Pergerakan Sahira menahan Filio begitu cepat, sehingga Filio menghentikan pergerakannya untuk masuk ke dalam mobil.
“Saya mau Tuan, asal Rangga terbebas dari denda dan tidak di penjara.” Meskipun ada keraguan yang cukup besar di benaknya, tapi Sahira meyakinkan dirinya bahwa ini jalan terbaik. Hanya Filio yang mampu menolongnya saat ini.
‘Bodoh!’ batin Filio. Menurutnya Sahira benar-benar sudah di buatkan oleh cinta, bahkan demi melihat Rangga bebas tanpa beban dia menjual dirinya sendiri.
“Masuk, kamu harus ikut untuk mendaftarkan perceraian kalian dan pernikahan kita.”
Kedua mata Sahira membulat sempurna mendengar perintah Filio, “Perceraian?”
“Cepat saya tidak punya banyak waktu!”
Sahira terkesiap mendengar bentakan Filio, ia masuk dan duduk di samping Filio dengan perasaan canggung.
Sepanjang perjalanan Sahira hanya menundukkan kepala. Hati dan pikirannya terus bergulat mempermasalahkan keputusan yang diambil.
Saat mobil yang di Kendarai Erik sampai di gedung perusahaan Filio berjalan dengan tergesa di ikuti Erik yang mengekor di belakang. Sementara Sahira masih mematung kebingungan, pasalnya tadi Filio bilang hendak mengurus perceraian tapi mengapa malah ke gedung Havelaar Group.
Saat Filio dan Erik masuk ke dalam lift, mereka saling pandang. Erik yang mengerti maksud tatapan Filio segera menghentikan pintu lift yang hendak tertutup.
Erik kembali ke arah tempat ia parkir mobil. “Mari nona ikut saya,” perintah Erik tegas.
Sahira mengikuti Erik masuk ke dalam lift. “Kenapa kita kemari?”
“Tuan Filio harus menghadiri rapat penting, setelah ini kita akan mengurus surat perceraian dan pendaftaran pernikahan.”
Sampai di lantai teratas pintu lift terbuka. Erik mempersilahkan Sahira untuk masuk ke ruang kerja Filio. “Nona tunggu di sini, jangan pergi ke mana pun. Toiletnya ada di sebelah barat.” Tangan Erik bergerak ke arah toilet.
Sahira mengangguk patuh. “Kalau begitu saya permisi.” Suara Erik terdengar sangat sopan.
Setengah jam Sahira menunggu dengan rasa bosan. Bahkan mulutnya terus menguap, bosan. Tidak henti-hentinya bola mata Sahira melirik jam tangannya.
Badan Sahira terasa pegal, ini ingin merebahkan tubuhnya. Tetapi ragu, ia merasa tidak sopan. Setelah melewati pertimbangan yang membingungkan akhirnya Sahira berjanji pada dirinya sendiri untuk merebahkan tubuhnya lima menit saja.
Sahira merasa sofa di ruang ini menyambut kedatangan tubuhnya, ia merasa sangat rileks. Betisnya yang pegal sehabis berjalan terasa nyaman tanpa harus menanggung bobot badannya.
***
Filio masuk ke dalam ruang kerjanya. Perhatiannya tertuju pada Sahira yang tertidur di sofa. Kaki Filio melangkah mendekati Sahira. Wanita itu tertidur sangat lelap, wajahnya terlihat sangat tenang. Alisnya berbaris rapi, bibir yang pucat. Filio baru menyadari bahwa Sahira tidak memakai riasan wajah.
Entah angin dari mana Filio mengangkat tubuh Sahira, alih-alih membangunkannya. Padahal sebelum sampai di ruangan ia sudah bertekad untuk mengurus pernikahannya secepat mungkin.
Filio membawa tubuh Sahira ke sebuah ruangan, tempat ia biasa beristirahat. Dengan hati-hati Filio merebahkan tubuh Sahira.
Tubuh Sahira baru saja menyentuh tempat tidur namun kedua matanya terbuka sempurna. Tangan Filio yang masih ada di belakang kepala Sahira membuat jarak mereka amat dekat.
Manik Filio dan Sahira saling bertemu. Entah mengapa jantung Filio berdetak lebih kencang dari biasanya. Tidak pernah terpikirkan dalam kepala Filio bahwa Sahira akan bangun secepat ini, dalam keadaan yang cukup in*tim. Filio merasa wibawanya hancur seketika, ia takut Sahira akan berpikir yang tidak-tidak.
Erik masuk ke dalam ruangan Filio yang pintunya tidak tertutup, pandangannya tertuju pada ruangan tempat Filio beristirahat. Melihat hal intim yang akan di lakukan pasangan tersebut Erik merasa harus mencegahnya. Ia tidak boleh membiarkan Filio menyukai Sahira.
Erik berdeham dengan cukup kencang sehingga mengejutkan Filio. Entah mengapa refleks tubuhnya sangat bodoh, hingga tubuh tegap Filio ambruk ke atas tubuh Sahira karena terkejut.
Manik Sahira membola saat merasakan bibirnya tertimpa bibir Filio.
Sahira menelan salivanya dengan susah payah. Posisi yang cukup in*tim ini membuat Sahira merasa tengah berselingkuh dari Rangga. Kedua tangan Sahira mendorong dada Filio. “Maaf Tuan, saya ingin ke kamar mandi.”
“Maaf Tuan sepertinya saya datang di saat waktu yang tidak tepat,” dengan langkah santainya Erik keluar.
Filio menatap kepergian Sahira yang tergesa-gesa. Ia duduk mengacak rambut yang tersisir rapi. “Ah mengapa dia mendorongku seperti itu, apa aku terlihat seperti pria mesum? Bahkan tidak ada unsur kesengajaan untuk menciumnya,” batin Filio mulai mengoceh.
Sahira menutup rapat pintu kamar mandi dan menguncinya. Ia mencuci wajahnya, “Astaga apa yang ingin dia lakukan. Mengapa dia membawaku ke tempat tidur?” oceh Sahira dengan suara berbisik. Ia sedikit merasa beruntung karena kehadiran Erik berhasil menghentikan perbuatan yang tidak di inginkan.
Sahira menatap wajah basahnya, pandangannya turun ke bagian ceruk leher setelah memastikannya aman. Ia menunduk dan menatap pakaiannya yang masih terkancing. “Huh untung saja aku terbangun kalau tidak-“
Sahira membayangkan kegiatan di atas ranjang. “Astaga tidak mungkin. Berpikir positif Sahira,” ucap Sahira dengan nada kesal.
Sahira meraba bibirnya yang terasa perih, ada darah yang keluar dari bibir bagian luarnya. “Ah sial sekali, hidupku.”
***
Rangga cukup terkejut saat ia di bebaskan, ia tidak ingin memikirkan yang lain. Fokusnya saat ini adalah menenangkan istrinya, Sahira.
Semalam Rangga merasa tidak enak hati meninggalkan Sahira di malam perayaan pernikahan mereka. Apalagi tadi pagi mata Sahira tampak sembab. Rangga yakin Sahira menangis semalam karena khawatir.
Dengan langkah riangnya Rangga keluar dari kantor polisi. Namun seorang pria menghentikan langkahnya.
“Permisi betul saya berbicara dengan Tuan Rangga?” tanya pria tersebut sambil menatap layar ponselnya untuk memastikan wajah lawan bicaranya sama dengan foto di ponselnya.
“Iya betul, ada perlu apa?”
Pria tersebut mengeluarkan amplop dari tasnya dan menyerahkannya pada Rangga. “Saya permisi, Tuan.”
Rangga menatap heran pada pria yang kini pergi meninggalkannya. Dengan perlahan Rangga membuka amplop tersebut.
Saat melihat isi amplop tersebut wajahnya masih tenang. Saat mulai membaca isinya, seperti ada sebuah bom meledak dalam dada Rangga. “Sahira menceraikan aku, ini tidak mungkin.”
Rangga mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Sahira. Pada dering ketiga panggilannya di jawab. “Apa maksud semua ini sayang, kamu tidak bersungguh-sungguhkan. Katakan bahwa ini lelucon.” Tanpa ragu Rangga mengucapkan semua yang ada di kepalanya dengan nada putus asa.
“Rangga.” Panggilan Sahira membuat dada Rangga terasa nyeri. Selama ini istrinya tidak pernah memanggil dirinya dengan nama, ke mana perginya panggilan sayang yang selalu keluar dari bibir tipis Sahira.
“Kita harus bertemu, kamu ada di mana? Aku akan segera ke sana.” Kaki Rangga berjalan dengan tergesa menuju jalan.
“Maaf tapi aku tidak bisa bertemu denganmu.”
Tubuh Rangga membeku. Ia merasa waktu berhenti, rasa sesak menyelimuti dadanya kala mendengar penolakan yang di ucapkan Sahira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nur Khayati_yy
Kasihan Rangga digugat cerai oleh Sahira, tapi ini untuk kebaikanmu juga,, Suatu saat cepat terbongkar alasan sebenarnya dan Rangga bisa mengerti
2022-12-22
2
Triiyyaazz Ajuach
knp Erik spt tdk suka jika Filio menyukai Sahira??
2022-12-18
1