Memohon Bantuan

Malam ini menjadi malam yang sangat spesial bagi Sahira dan Rangga, hari jadi pernikahan mereka yang kelima tahun.

Tidak henti-hentinya Sahira merasa takjub dengan mobil yang di naiki mereka. “Sayang serius ini mobil kita, aku merasa ini sangat berlebihan. Seperti mimpi.”

Rangga menginjak pedal rem saat lampu jalanan berubah merah. Tangannya melepas setir dan bergerak menarik tangan Sahira lalu menggenggamnya. “Ini bukan mimpi, sayang.”

Sahira dan Rangga bukan berasal dari keluarga kaya, mereka hidup sederhana karena uang hasil kerja keras mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan sampai lima tahun menikah mereka belum memiliki rumah, karena fokus mengikuti program kehamilan yang cukup menguras kantong mereka.

Lampu jalanan kembali berubah menjadi warna hijau. Rangga mulai menginjak pedal gas.

Saat mobil yang di Kendarai Rangga masuk ke perumahan elite, muncul tanda tanya dalam benak Sahira.

Tidak jauh dari gerbang pintu masuk mobil Rangga berhenti di sebuah rumah yang tampak elegan dengan gaya klasik.

Rangga turun dari mobil, ia mengitari mobil dan membuka pintu Sahira.

Sahira keluar dari mobil dengan gaun sederhana yang di pakainya. Wajahnya berseri-seri melihat rumah tersebut.

Rangga menarik tangan Sahira, ia mengeluarkan kunci dari sakunya. “Kamu sewa rumah ini untuk perayaan pernikahan kita?”

“Ini rumah kita.” Rangga tersenyum lebar, dari seri wajahnya yang serius terlihat sangat meyakinkan Sahira.

“Sayang jangan bercanda, harga rumah ini pasti mahal sekali. Apa kamu kredit?” Wajah khawatir Sahira tampak menggelikan di mata Rangga.

“Atasanku memberikan hadiah atas proyek kemarin. Kamu enggak usah khawatir, ayo masuk.”

Sahira memeluk Rangga dengan erat. Ia tidak menyangka Rangga bisa mendapatkan rumah sebagus ini dari hasil kerja kerasnya. “Terima kasih sayang, aku suka rumahnya.” Air mata haru Sahira membuat Rangga merasa berguna, selama ini ia merasa dirinya hanya menyusahkan Sahira. Karena Sahira harus mencari uang untuk membiayai hidup mereka berdua. Gaji Rangga habis untuk membiayai kebutuhan ayahnya Aditama yang kini masih di rawat di rumah sakit jiwa.

Semenjak kejadian dua puluh tahun yang lalu, Rangga memikul beban berat. Ayahnya yang di temukan dengan luka yang cukup berat, kaki dan tangan yang patah. Tusukan di perut yang menyebabkan beberapa kerusakan harus di lakukan tindakan operasi dengan biaya yang cukup besar. Bukan hanya itu saja perusahaan Aditama gulung tikar karena sekretaris yang berkhianat dan mengambil alih perusahaan, kejiwaan Aditama terguncang karena jauh miskin. Tidak ada yang tersisa dari semua kejadian itu selain Rangga dan Aditama yang harus tetap hidup melawan kejamnya dunia.

Langkah kaki Rangga dan Sahira terasa amat ringan menapaki lantai marmer. Perasaan keduanya sangat bahagia, semua beban dan kepedihan yang mereka rasakan dahulu tertinggal di pintu masuk.

Rumah tersebut sudah terisi penuh, bahkan baju mereka pun sudah Rangga pindahkan. Rangga membawa Sahira ke halaman belakang. Sebuah meja dengan dua kursi yang di hiasi lilin serta satu buket bunga yang indah di atas meja menyambut kedatangan dua insan yang sedang berbahagia.

Malam ini Sahira melihat sisi romantis Rangga. Pipinya bersemu saat Rangga menarik kursi dan mempersilahkan Sahira untuk duduk. Setelah memastikan istrinya duduk dengan nyaman, Rangga duduk di kursi yang berhadapan dengan Sahira.

Mereka makan malam romantis dengan perasaan bahagia yang membuncah. Malam yang akan melekat indah di ingatan Sahira.

Suara bel rumah yang menggema menghentikan aktivitas Sahira dan Rangga, mereka saling pandang sebelum akhirnya memilih untuk melihat siapa yang datang. Rangga merasa tidak mengundang siapa pun ke rumah ini.

Suara bel yang di tekan terus menerus menandakan orang tersebut tidak sabar untuk menunggu. Langkah Rangga semakin cepat, ia segera membuka pintu utama.

Kening Rangga mengernyit heran saat melihat empat orang polisi dengan seragamnya berdiri tegap.

“Bapak Rangga, Anda di tangkap karena ikut andil dalam proses penggelapan dana perusahaan.”

Mulut Rangga yang mengatup sedikit terbuka mendengar penjelasan polisi. “Mungkin bapak salah orang.”

Tubuh Sahira membeku, ucapan polisi tersebut seakan menyihir tubuhnya.

“Kami tidak salah orang, surat penangkapan ini sangat jelas.” Suara polisi tersebut terdengar sedikit kesal, lalu menunjukkan surat perintah yang ia bawa.

Rangga terdiam pasrah saat posisi memborgolnya. Sementara Sahira menghampiri Rangga dan berusaha menahan Rangga. “Rangga kamu tidak mengerjakan pekerjaan kotor kan ?”

“Kamu tunggu di rumah ya, aku akan segera pulang,” Rangga tersenyum lebar pada Sahira sebelum pada polisi membawanya pergi.

Satu butir air mata lolos dari pelupuk Sahira. Ia memandang kepergian Rangga dengan perasaan yang tidak karuan. Antara percaya dan tidak.

Tubuh Sahira terasa sangat lemah, ia berjalan dengan sedikit sempoyongan mencari letak kamar utama. Kepalanya sedikit berdenyut, ia butuh istirahat.

Sahira masuk ke dalam kamar yang cukup luas, dengan tempat tidur berukuran king size. Sahira naik ke atas tempat tidur, menenggelamkan tubuh kecilnya di balik selimut. Air matanya tidak berhenti setelah kepergian Rangga.

Rasa sakit dan rasa tidak percaya memenuhi kepalanya. Ada rasa sedikit kecewa dalam benaknya karena malam sempurna yang ia kira hancur seketika.

Terlebih lagi rasa takut yang sangat mendera, Sahira tidak ingin kehilangan Rangga.

Matahari menyambut pagi. Sahira terbangun dengan mata yang terasa pedih karena bengkak. Sahira membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Setelah selesai ia keluar dari rumah mencari kendaraan umum yang bisa mengantarnya ke kantor polisi.

Beruntung ada sebuah taksi yang berhenti untuk menurunkan penumpang. Sahira masuk ke dalam. Tidak memakan waktu lama kini Sahira telah sampai di kantor polisi. Saat hendak masuk langkahnya terhenti saat melihat Rangga keluar dengan beberapa polisi yang berdiri di sisi tubuh Rangga.

Sahira mencegat rombongan tersebut, “Pak ijin kan saya berbicara sebentar dengan suami saya.”

“Cepat bicara,” jawab polisi tersebut dengan nada tegas.

“Apa yang harus aku lakukan Rangga?” Suara Sahira terdengar lirih, Rangga bisa merasakan betapa cemasnya Sahira.

“Kamu tidak perlu melakukan apa pun, semuanya akan baik-baik saja. Percayalah.” Kalimat penenang yang terlontar dari mulut Rangga terdengar seperti buaian lelaki buaya. Jelas-jelas Sahira tahu bahwa keadaan suaminya tidak baik-baik saja.

“Tapi Rang-“

Dengan cepat Rangga menyela. “Pulang dan tunggu aku di rumah.”

“Ayo cepat, waktu kita tidak banyak.” Polisi yang memimpin memberikan perintah kepada anak buahnya yang memegang tubuh Rangga.

Rangga hanya bisa pasrah saat polisi menarik tubuhnya. Sementara dadanya sesak melihat istri tercintanya harus merasakan penderitaan karena kebodohannya.

“Aku akan menunggu kamu di rumah, cepat pulang sayang.” Hanya itu yang bisa Sahira ucapkan. Sementara Rangga sendiri tahu bahwa ia sudah menjadi tersangka dan tidak akan semudah itu keluar untuk menemani Sahira.

Sahira menelepon pihak sekolah untuk meminta izin. Ia harus mendatangi perusahaan tempat Rangga bekerja.

***

Banyak pasang mata yang menatap hina ke arah Sahira. Namun ia tetap berjalan dengan langkah tegap menuju meja resepsionis tanpa memedulikan tatapan orang-orang.

“Saya ingin bertemu pak Bram.”

Penjaga resepsionis menautkan kedua alisnya. “Apa ibu tidak tahu bahwa semalam pak Bram bersama asistennya di tangkap karena menggelapkan dana perusahaan.”

“Menggelapkan dana perusahaan, berapa banyak?”

“Maaf Bu itu bukan wewenang saya, saya tidak bisa memberi tahu.”

Tubuh Sahira lemas. Ucapan penjaga resepsionis seperti memperjelas masalah yang menimpa Rangga. Sahira tahu mulai hari ini kehidupannya tidak akan baik-baik saja.

“Kalau begitu saya permisi, terima kasih informasinya.” Resepsionis tersebut berusaha tersenyum ramah meskipun hatinya sedikit dongkol kala mengingat masalah itu. Yang di lakukan pak Bram tidak hanya mencoreng nama perusahaan.

Sahira memilih kembali ke rumah. Sekarang ia hanya bisa berdoa untuk kebaikan Rangga. Saat kaki Sahira turun dari taksi beberapa orang memasang papan yang menyatakan rumah tersebut di sita.

“Apa-apaan ini Pak?” Sahira mencopot papan tersebut.

“Ibu ini siapa?” petugas tersebut terlihat tidak suka pekerjaan di ganggu orang lain.

“Saya pemilik rumah ini, istrinya Rangga.”

“Apa ibu tidak tahu, bahwa uang penggelapan dana perusahaan yang di lakukan Bapak Rangga di belikan rumah ini. Jelas ini bukan hak Ibu, jadi lebih baik pergi saja. Rumah ini harus di kosongkan.”

Dada Sahira sesak, seperti ada benda berat yang menindih tubuhnya. Ia tidak menyangka Rangga akan sebodoh ini melakukan penggelapan dana hanya karena ingin melihat Sahira bahagia.

Sahira berjalan tanpa tujuan, kepalanya terus di penuhi masalah Rangga. Ia mengutuk takdir yang menimpa dirinya dan Rangga. Tuhan terlalu kejam, apa belum cukup penderitaannya selama ini. Sahira tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal tapi mengapa Tuhan menghukum dirinya dengan sangat kejam.

Kepala Sahira berdenyut tubuhnya limbung ke tengah jalan, sementara sebuah mobil dengan kecepatan tinggi nyaris menabraknya.

Sahira hanya bisa pasrah memejamkan matanya, tubuhnya yang lemas tidak memiliki kekuatan untuk menghindar.

Suara rem mobil yang berderit membuat kesal penumpang mobil. “Ada apa?”

“Maaf Tuan, tiba-tiba ada wanita yang menghalangi jalan.”

Filio berdecap. “Cepat urus!”

Erik keluar dari mobil untuk melihat keadaan wanita yang hampir tertabrak, beruntung ia cepat tanggap. “Apa yang Anda lakukan, jika ingin bunuh diri jangan di pinggir jalan. Anda mengganggu perjalanan Tuan saya!”

Sahira menunduk, “Maaf.”

Mendengar suara wanita yang berbicara dengan Erik mengingatkan Filio pada seseorang. Ia keluar dari mobil untuk memastikan, dugaannya benar ternyata Sahira.

“Bukankah seharusnya Anda mengajar?”

Saat kepala Sahira menegak pandangannya bertemu dengan Filio. Orang tua Zeina. Entah ide dari mana Sahira berjalan cepat menghampiri Filio. Yang Sahira tahu Filio orang yang cukup sukses di usia mudanya. Bahkan yang ia dengar Filio memegang beberapa perusahaan.

“Tuan bolehkah saya meminta bantuan?” Sahira melihat raut wajah Filio yang datar, padahal terakhir kali mereka bertemu pria itu masih tersenyum ramah.

“Maaf Bu, lebih baik Anda pergi.” Erik menyela dengan cepat, lima belas menit lagi Filio harus menghadiri rapat perusahaan.

“Tolong suami saya terlibat kasus korupsi, saya yakin Tuan Filio dapat membantu saya.” Sahira mengatupkan ke-dua tangannya di depan, demi memohon bantuan Filio.

“Saya ini seorang pebisnis, tidak mungkin saya memberikan bantuan secara cuma-cuma .”

Sahira menundukkan kepalanya, “Apa pun yang Tuan inginkan saya akan melakukannya.” Sahira bertekad dalam dirinya, ia akan melakukan segala cara asalkan Rangga bisa bebas.

“Saya akan membantu, jika Anda bersedia menjadi ibu untuk Zeina.”

Terpopuler

Comments

rama

rama

langsung to the poin tanpa basa basi kayaknya seru ceritanya
lanjut baca

2023-08-15

0

Nur Khayati_yy

Nur Khayati_yy

Hmm, syarat dari Filio buat bantu ngebebasin Rangga berat juga, Semoga Sahira bisa pilih yang terbaik bagi mereka

2022-12-22

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

benarkah Rangga mmg korupsi atau dia dijebak?

2022-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!