Bab 05_Apa yang kamu lakukan?

Hatinya tercubit membaca nama mantan kekasih suaminya. Ia tidak menyangka, bahwa Damar masih berhubungan dan bahkan mempunyai nomor Ratna. Padahal ia mengira Damar belum ingat tentang Ratna, yang diakibatkan oleh kecelakaan beberapa bulan lalu.

Meskipun hatinya berat, Wulan kembali membaca chat dari Ratna.

^^^📱"Damar, ini aku Ratna."^^^

^^^📱"Terimakasih kamu sudah menolong dan mengantarku pulang. Oh yah, kamu meninggalkan jam tanganmu."^^^

Ada juga chat dari seorang wanita cantik. Wulan tidak mengenal wanita itu. Berdebar jantungnya berdegup kencang. Wulan membuka chat dari wanita cantik yang bernama kontak sekretaris Anggi.

^^^📱"Pak Damar selamat pagi. Hari ini jadwal Bapak bertemu dengan klien di Surabaya. Selebihnya saya akan menginformasikan di kantor."^^^

^^^📱"Semangat ya Pak, saya akan menunggu Bapak di kantor."^^^

Pada saat akan membaca chat ketiga dari wanita yang dinamakan sekretaris Anggi. Wulan dikejutkan dengan adanya Damar yang merebut ponselnya.

"Apa yang kamu lakukan Wulan? Tidak biasanya kamu akan memeriksa ponsel ku segala? Apa kamu sudah mulai mencurigai ku?" Damar melihat Wulan dengan tatapan tajam. Tatapan Damar tidak berfokus menatap mata sang istri.

Wulan beranjak dari duduknya, ia terkejut melihat Damar telah merebut ponsel dari tangannya. "Aku tidak bermaksud mencurigai mu, Damar. Tap...?" Ucapan Wulan terpotong kala Damar sudah berbicara dengan nada tinggi.

"Alah, kamu itu banyak sekali alasannya!" sergah Damar marah.

Wulan menghela nafas panjang, ia mengusap dadanya. "Apa kamu sudah mengingat Ratna?"

"Iya, aku mengingatnya. Kenapa? Apa kamu keberatan kalau aku mengingatnya?" Damar melenggang pergi dari hadapan Wulan, ia kini berdiri di depan lemari bukan mengambil pakaian untuk sholat melainkan mengambil pakaian ganti untuk olahraga.

Wulan menggelengkan kepalanya. Ia ingin berkata tidak keberatan dengan pertanyaan Damar. Namun, hatinya berkata lain. Ia terus menatap Damar yang sedang berganti pakaian kaos biasa dan celana pendek.

"Aku tidak bermaksud memeriksa ponselmu yang sejak tadi berdering. Aku juga bersyukur kamu telah mengingat tentang Ratna. Kapan kamu bertemu dengannya?"

Damar menggenggam erat ponselnya, diingatnya lagi pertemuannya dengan Ratna semalam. "Semalam, aku tidak sengaja melihat Ratna di jalan, dia bilang baru pulang dari rumah sakit menjenguk ayahnya."

"Dan kamu mengantarkannya pulang?" Wulan bertanya seraya menahan rasa cemburunya.

"Iya. Aku mengantarnya sampai ke rumah." Jawab Damar jujur namun masih ketus. "Jadi kamu benar-benar memeriksa ponselku?" Tuduhnya dengan suara tegas.

Wulan kaget hingga membuat tercenung mendengar jawaban Damar. Ingin sekali marah, tapi melihat raut wajah Damar yang sangar ia menahannya. Ia kemudian mengesampingkan pertanyaannya tentang Ratna. Dan bertanya tentang sekretaris yang bernama Anggi, karena ia merasa baru tahu nama itu dilingkungan Damar bekerja.

"Tapi siapa sekretaris Anggi? Apa kamu sudah berganti sekretaris?" Tanyanya bersuara halus, menahan gejolak amarah dan sedih dalam hatinya.

"Iya, aku sudah berganti sekretaris." Jawab Damar tanpa melihat Wulan.

Wulan mendekati Damar. "Kenapa tiba-tiba kamu mengganti sekretaris mu? Ada apa dengan Bu Pertiwi? Dan kenapa kamu tidak membicarakannya terlebih dulu denganku?"

Damar telah selesai memakai pakaian gantinya. Ia melemparkan handuk ke sembarang arah. Ia menjawab pertanyaan Wulan tanpa melihat istrinya. "Memangnya aku harus mengonfirmasikan hal apapun padamu, termasuk sekretaris ku? Lagian Anggi juga cekatan dia baik, jadi apa masalahnya? Sekretaris yang kamu pilihkan untukku sering sakit-sakitan dan dia juga akan menjalani operasi."

"Sejak kapan?" Wulan bertanya semakin gemetar, maniknya menatap Damar dengan tatapan sendu.

"Sejak seminggu yang lalu." Jawab Damar singkat, lalu berjalan melewati istrinya.

Wulan memutar badannya mengikuti kemana Damar hendak keluar dari kamar. "Tapi Damar, tidak biasanya kamu akan memutuskan sendiri. Kamu selalu meminta pendapat ku mengenai pabrik dan hal apapun. Tapi kenapa kali ini seolah ucapanku tidak kamu anggap? Apa yang terjadi padamu?"

Damar menghentikan langkahnya. Ia menjawab Wulan tanpa menoleh. "Seperti biasanya?" Damar menjeda ucapannya. Ia mensejajarkan dagu dengan pundaknya melihat Wulan dari ekor matanya. "Ucapan mu, berkesan aku ini seolah-olah boneka, yang tidak bisa melakukan apapun tanpa pendapat mu!"

Wulan melihat Damar yang kembali melangkahkan kakinya, pada saat Damar hendak membuka pintu Wulan kembali berkata. "Kamu mau kemana? Kenapa tidak sholat berjamaah denganku?"

"Malas!" Ketus Damar lalu membuka pintu dan keluar dari kamar.

Wulan terpaku di tempatnya berdiri, seolah ada paku besar yang menancap kakinya di lantai. Hatinya berkecamuk mendengar semua jawaban Damar yang sangat menyakitkan perasaan. Pandangan Wulan mengabur, sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak membasahi pipi.

Ingin marah, ingin teriak. Namun hal itu hanya akan semakin membuat Damar memakinya dengan perkataan yang sangat menyakitkan.

"Aku harus menyelidikinya. Apa yang membuat suamiku berubah. Bahkan Damar yang dulu selalu bangun lebih dulu dariku dan mengajakku sholat berjamaah, kini benar-benar telah berubah."

Wulan mencoba untuk tegar menghadapi sikap Damar yang tiba-tiba saja berubah dingin dan kasar. Ia yakin, pasti ada sesuatu yang telah mempengaruhi suaminya.

Wulan menatap kaligrafi Allah dan Muhammad. "Hanya kepada-Nya lah, aku meminta tolong." Wulan berwudhu. Lalu melaksanakan sholat subuh sendirian di dalam kamar.

**

Damar terus menggerakkan kakinya untuk berlari. Mengelilingi desa yang masih terlihat petang. Sang surya belum sepenuhnya menyingsingkan cahaya di langit tembaga.

Nafasnya terengah-engah, Damar berhenti sejenak. Ia melihat area sekitar. Di luasnya persawahan ia menghirup udara segar. Rasa kesalnya pada Wulan memang tidak beralasan. Seolah memang istrinya itu telah melakukan hal yang salah.

Damar mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, mengapa akhir-akhir ini melihat sang istri timbullah rasa angkara murka, seolah ia ingin meluapkan emosinya.

Tidak!

Ia tidak bisa berlaku kasar pada Wulan, dialah seorang wanita yang berbaik hati telah rela mengandung anaknya. Damar berlari sekencang-kencangnya untuk pulang, ia ingin meminta maaf kepada istrinya.

Akan tetapi telinganya mendengar seseorang meminta tolong. Damar menghentikan langkahnya, ia mengedarkan pandangan maniknya melihat seorang wanita yang terperosok ke turunan pengairan persawahan yang kering.

"Tolong!"

"Tolong!"

Damar menghampiri seorang wanita yang berteriak meminta tolong. Siapa sangka, wanita yang terperosok ke pematang persawahan merupakan salah seorang pegawainya di pabrik.

"Sekretaris Anggi?" Damar melihat pegawainya itu terperosok kedalam parit persawahan yang kering sedalam satu meter bersamaan dengan sepeda, dilihatnya kaki Anggi terjepit di body sepeda.

"Pak Damar, tolong saya Pak. Kaki saya sakit sekali." Anggi melambaikan tangan ke atas mengenali seseorang yang menjadi atasannya.

"Iya-iya sebentar." Damar segera melompat ke pematang sawah. Lalu menolong kaki Anggi yang terjepit body sepeda. Setelah dirasa kaki Anggi tidak terjepit barulah Damar menarik Anggi agar keluar dari pengairan sawah.

Karena tidak seimbang, Anggi jatuh di atas tubuh Damar. Ia bersitatap dengan sorot mata atasannya. Siapapun wanitanya tidak menolak terlena dengan ketampanan Damar Mangkulangit.

Damar segera menyadari dirinya, dan menyingkirkan tubuh Anggi yang berada di atasnya.

"Ma-maaf Pak." Anggi salah tingkah, pipinya bersemu merah.

"Tidak apa-apa Ngi? Gimana dengan kaki mu?" Netra Damar menatap pergelangan kaki Anggi yang nampak merah. Dilihat dari ekspresi wajah Anggi yang ditekuk seolah pertanda kakinya memang tidak baik-baik saja.

"Sangat sakit Pak." Anggi memegangi pergelangan kakinya.

"Saya rasa kakimu terkilir Ngi."

"Sepertinya memang iya Pak, sangat sakit. Sampai-sampai saya merasa kaki saya ini mau lepas. Gimana nanti pas saya kerja."

Netra Damar menatap sepeda Anggi yang masih berada di parit sawah, ia segera mengambilnya dan melihat pedal sepeda telah patah. "Sepertinya sepeda mu juga harus diperbaiki Ngi."

"Iya Pak, saya paham." Anggi susah payah untuk beranjak dari atas rerumputan. "Sepertinya saya juga akan kesusahan pulang ke rumah, karena rumah saya jauh dari sini."

"Kalau tahu jauh, kenapa kamu naik sepeda sampai ke sini."

Damar melihat Anggi kesusahan untuk berdiri mungkin karena kakinya yang terkilir. Ia menghela nafas dan menawarkan diri untuk membantu memapah pegawainya.

"Sini, saya batu kamu papah." Damar mengibaskan tangannya yang terbuka.

Anggi menatap tangan Damar, dengan senang hati ia menyambut kebaikan dari atasannya yang didamba. "Terimakasih Pak."

"Karena kamu bilang rumahmu jauh, jadi untuk sementara mampir ke rumah saya dulu. Baru saya akan antar kamu pulang." Damar susah payah dalam menuntun sepeda dan memapah Anggi menuju rumah.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Surtinah Tina

Surtinah Tina

yang melet damar Anggi apa Ratna ini..

2022-12-23

0

Maulana ya_Rohman

Maulana ya_Rohman

berarti biang keroknya Anggi donk🤔...
kirain Ratna🤦

2022-12-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!