Bab 02_Ada apakah gerangan?

Tanggapan Damar yang kaku membuat hati Wulan kembali menelan kekecewaan. Sama seperti beberapa hari belakangan ini. Sikap Damar yang lembut mendadak berubah menjadi dingin, tak acuh. Sorot mata suaminya juga terlihat kosong, tapi anehnya acap kali ia ingin menatap mata Damar, suaminya itu selalu saja menghindar.

Ada apakah gerangan? Aku tidak tahu. Tapi yang pasti Damar yang dulu tidak seperti ini. Apakah mungkin karena saking banyaknya pekerjaan? Tapi dulu-dulu juga sikapnya santai ketika aku tanya ini dan itu!

Wulan masih memaklumi, mungkin saja suaminya ini sedang banyak kerjaan, sehingga Damar merasa lelah.

"Kamu salah paham Damar, aku berani bersumpah demi anakku. Aku tidak pernah sekalipun berpikir buruk tentangmu. Justru aku ingin memastikan bahwa kamu pulang dalam keadaan selamat. Hal itu sudah menjadi rasa bahagia di hatiku." Wulan berkata dengan gerakan tangan mengelus perutnya.

"Dengarkan aku Wulan, jangan mengucap sumpah serapah dengan membawa anak sebagai alasanmu untuk memata-matai ku. Aku juga ingin merasakan kebebasan, aku tahu kamu lagi hamil besar, tapi tidak harus menjadikan mu wanita manja." Damar berkata penuh dengan penekanan.

Bu Suci mengamati putranya, tidak seperti biasanya. Damar tidak akan mungkin berkata kasar seperti barusan. Beliau mendekati putra sulungnya, dan berdiri di sebelah kiri Wulan. "Kamu kan tahu nak, istrimu ndak bisa tidur sebelum melihatmu. Dan kenapa akhir-akhir ini kamu selalu pulang larut malam, apa pekerjaan mu di pabrik sangat banyak? Apa ndak bisa meminta sekretaris atau manajer mu menanganinya?"

Damar mengalihkan atensinya. Ia tidak ingin matanya bertemu pandang dengan netra Wulan maupun Ibunya. Entah mengapa ia merasa bosan dan muak melihat kedua wanita didepannya.

"Bu, aku tuh capek kerja juga buat mencukupi kehidupan kita, kalau seperti ini caranya Wulan aku juga bosen Bu. Aku itu seperti dimata-matai, iya aku tau Wulan mantan Intel, tapi apa aku suaminya sendiri harus juga dimata-matai?" Damar menarik turunkan tangannya, seolah memperagakan ketidaksukaannya pada sikap Wulan yang dianggapnya posesif.

Bu Suci mengalihkan posisinya kini, lebih mendekati anak sulungnya. Lalu mengusap punggung Damar. Dan benar saja seperti dugaannya, Damar menghindar. "Ada yang tidak beres dari Damar!"

Damar merasakan punggungnya sangat panas, kala tangan sang Ibu menyentuhnya. Ia lalu mundur selangkah.

"Iya, Ibu tahu. Istrimu kan lagi hamil, mungkin juga pembawaan dari jabang bayinya, Damar. Seharusnya kamu lebih memakluminya," Bu Suci bersitatap dengan sorot mata Damar. Damar langsung mengalihkan atensinya. Bu Suci menangkap ada yang lain dari anak sulungnya.

Damar menyugar rambutnya, ia merasa kepalanya sangat pening. "Sudah yah Bu. Aku capek kerap kali, bahkan setiap hari harus mendengarkan keluhan Wulan dan ceramah dari Ibu. Aku capek berdebat sama kalian, lagian kan Wulan bisa tidur pakai bantal, kenapa juga harus menunggu ku pulang?"

"Nak, semahal apa pun harga sebuah bantal, tak akan mampu menggantikan nyaman dan tenangnya bahu seorang suami untuk bersandar." kata Bu Suci lagi, dengan nasehat lembutnya.

Ingin rasanya Damar menutup telinga.

Wulan menatap Damar sedih, hatinya serasa teriris. Matanya terpejam sedetik kemudian terbuka dan masih melihat Damar yang sepertinya sedang menunjukkan murka. Ia ingin bisa memutar waktu di satu minggu yang lalu. Satu minggu sebelum Damar tiba-tiba berubah haluan dari lembut menjadi kasar.

Wulan mengalah, mungkin dengan mengalah ia bisa memperbaiki keadaan saat ini. "Maafkan aku, Kang Cimar. Maafkan aku bila aku terus merengek dan mengeluh padamu. Aku tahu kamu capek, tapi aku terus merengek-rengek seperti anak kecil."

"Nang, ndak biasanya kamu akan berkata dan bersikap kasar seperti ini. Ada masalah apa Nang?" Bu Suci mencoba menenangkan situasi yang semakin dirasa tegang.

"Sudahlah, aku tidak mau mendebat dengan kalian!" Damar tidak ingin mendengar suara Wulan yang terdengar seperti akan menangis. Ia tidak perduli dan lebih memilih menghindar. Baginya saat ini adalah istirahat dan tidur. Ia juga ingin menuli tidak ingin mendengar pertanyaan dari Ibunya. Ia lebih memilih berjalan meninggalkan Wulan dan Bu Suci dan masuk kedalam kamar. Pintu kamar lah yang menjadi sasaran, ia menutup pintu cukup keras.

brak!!!

Wulan dan Bu Suci terkejut mendengar pintu kamar yang ditutup Damar sangat keras.

"Astaghfirullah."

Bu Suci maupun Wulan mengusap dada.

Bu Suci melihat menantunya yang nampak sangat sedih. Beliau mengusap bahu Wulan mencoba untuk menenangkan. "Sabar nak, mungkin Damar memang capek. Ibu yakin, besok juga dia akan bersikap seperti biasanya. Ibu tahu, itu bukan sikap Damar yang sesungguhnya. Ibu harap, ndak terjadi sesuatu yang buruk di pabrik."

Wulan masih menatap pintu kamarnya dengan tatapan sedih, bahkan sangat sedih. Matanya mulai dihinggapi rasa panas dan terbakar, sekumpulan air bening mulai membendung. Namun, ia tak ingin menunjukkan kesedihan serta kekecewaan atas sikap Damar dihadapan Ibu mertuanya.

"Wulan baik-baik saja Bu. Karena Damar sudah pulang, Wulan ingin istirahat. Ibu juga istirahat."

Bu Suci mengangguk tipis, dilihatnya Wulan yang mulai mengayunkan langkah kaki yang sedikit melebar dikarenakan kehamilan yang sudah besar menuju kamar. Gejolak perasaan sedih pun turut juga dirasakan oleh Bu Suci. "Apa yang terjadi pada anakku, ndak biasanya dia bersikap kasar seperti ini."

Sebagai seorang Ibu yang melahirkan dan membesarkan putranya. Bu Suci paham betul perangai putra sulungnya. Bahwa Damar tidak akan mudah marah, apabila tidak ada yang benar-benar memancing kemarahannya.

Dan selama menikah dengan Wulan, beliau mengamati bahwa Damar tidak pernah sekalipun mengeluh atas sikap Wulan yang terkadang dominan manja semenjak hamil, namun bukan berarti Wulan tidak bisa memahami anaknya yang sibuk. Karena selama setahun belakangan ini, Bu Suci melihat bahwa Damar nampak bahagia menikah dengan Wulan, pastilah ada sebab musabab yang membuat sikap kasar Damar akhir-akhir ini.

Wulan berjalan dengan langkah gontai, perasaannya semakin lunglai. Perlahan sekali ia memegang gagang pintu stainless perlahan juga ia membuka pintu. Dilihatnya Damar baru selesai mandi. Ia mulai berjalan masuk dan kembali menutup pintu kamar.

Melihat sang suami hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggang seperti itu, membuat Wulan ingin memeluknya. Ia berpikir, mungkin dengan pelukan, Damar akan lebih lembut. Ia menghampiri Damar.

Grep..

Wulan memeluk Damar dari belakang. Ia membenamkan wajahnya di punggung sang suami yang masih sedikit basah lalu berkata lirih. "Maafkan aku. Maafkan aku suamiku."

Damar terdiam sejenak, ia merasakan kehangatan yang ditujukan Wulan untuknya. Namun sesaat kemudian seolah ada sesuatu yang tiba-tiba merasukinya dan kembali membuatnya murka terhadap sikap Wulan.

"Lepaskan aku. Kamu membuatku gerah!" Hardik Damar lantas melepaskan tangan Wulan yang sedang memeluknya.

Wulan mundur selangkah, ia terhenyak tangannya dihempaskan begitu saja oleh Damar. Dilihatnya sang suami segera berganti pakaian yang sudah disiapkannya dan tergesa-gesa berjalan ke ranjang lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut hanya menyisakan kepalanya saja.

***

Bersambung...

Masih ada irisan bawang di bab-ban berikutnya...

Salam Hangat Dari Author Wong Deso

Terpopuler

Comments

Surtinah Tina

Surtinah Tina

damar kenapa kena guna". ayo ibu suci bantu doa biar damar terhindar dari musuh

2022-12-22

1

💠 Coco 💠

💠 Coco 💠

weeeleeehhh kang cimar kena wus uwus ini,dipegang ibunya aja udah kepanasan...siapalah pelakunya???

2022-12-19

1

AdeOpie

AdeOpie

kena pelet perempuan lain kang cilok, tak jotos geh 😂

2022-12-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!