Satu Minggu pun berlalu. Selama itu pula Giesel menangisi mama nya. Beruntung Sara cepat datang, dia bisa mengurangi rasa sedih di hati Giesel.
Sara sering memberikan Giesel arahan, membangkitkan semangat yang hampir padam di dalam hati Giesel.
Kini Giesel tengah duduk di ruangan keluarga nya. Menunggu pengacara mama nya membacakan surat wasiat.
Giesel duduk di sebelah Farhan. Mengingat mimpinya, Giesel semakin dekat dengan Farhan. Dia merasa, mama nya memberi petunjuk bahwa Farhan adalah orang baik.
Marsa menatap tajam pada Farhan, pria itu sedikit pun tidak memberi cela bagi dirinya mendekati keponakan nya .
Setiap kali dia menemui Giesel, Farhan pasti akan selalu ada di sana seperti hantu.
"Giesel, kamu tenang aja yah. Mama kamu tidak akan salah memberi warisan, pasti dia tahu siapa yang pantas menjaga mu" ujar Marsa tersenyum palsu. Dia melirik Farhan sinis.
Sedangkan Giesel, dia terlihat acuh dan tidak terlalu memperdulikan harta mama nya. Bagi Giesel ini hanya harta, tidak akan di bawa mati. Dia hanya butuh mama nya, kasih sayang seorang mama.
Akhirnya, pengacara pun tiba. Marsa dan beberapa saudara nya yang lain tampak girang.
"Selamat datang pak" sambut Farhan menyalami tangan pengacara itu. Kemudian mempersilahkan nya untuk duduk.
"Terimakasih" balas Bufian.
"Baiklah, apakah semua anggota keluarga telah hadir?" Tanya Bufian memastikan semuanya ke gelap tanpa terkecuali sebelum dia membuka surat wasiat nya.
"Sudah dong pak, siapa lagi yang akan di tunggu" jawab Marsa.
Bufien melirik pada Farhan, kemudian baru memulai acara setelah melihat anggukan kepala dari Farhan.
"Baiklah, karena sudah lengkap. Saya akan membacakan wasit yang telah di tinggalkan oleh nyonya Felicia Pondarsia."
Bufien membuka map coklat, di mana nama nama penerima warisan di dalam nya.
"Sebelum meninggal nyonya Felicia telah membuat surat wasiat dan meminta saya untuk menyimpan nya. Beliau memberi amanat jika setelah dia meninggal, maka saya harus membacakan surat wasiat ini"
Semua orang tampak tegang, kecuali Giesel dan Farhan. Mereka terlihat biasa saja mendengar Bufien membacakan nya.
"90% harta yang di miliki oleh nyonya Felicia di berikan kepada..." Bufien menggantungkan ucapan nya, agar mereka semua penasaran.
Marsa dan saudaranya harap harap cemas, mereka berpikir jika niat baik mereka ketika Felicia sakit, membuat wanita itu memberi mereka hak atas harta milik nya.
"90% harta warisan di wariskan oleh nyonya Felicia kepada Vioms Dakskara. "
"Hu?"
Semua orang terkejut mendengar nama asing itu. Mereka tidak tahu siapa Vioms Dakskara itu.
Lebih mengejutkan lagi adalah, besar harta yang di wariskan kepadanya. Hampir seluruhnya.
Giesel juga terkejut, bukan soal besarnya. Tapi soal orang nya. Siapa Vioms itu??.
"Pak, kenapa harta mama jatuh ke Viom? Dan lagi siapa Viom itu? Aku tidak mengenalnya" tanya Giesel.
"Benar pak, bagaimana mungkin harta sebanyak itu jatuh ke tangan orang asing" protes Marsa.
"Maaf nona muda, dan nyonya Marsa. ini sudah keputusan beliau sebelum meninggal " jelas Bufien membela diri.
"Bukan begitu pak, bagaimana mungkin harta mama jatuh ke tangan orang lain. Apalagi, dia juga tidak ada di sini" balas Giesel.
"Aku di sini!"
Semua orang terkejut, mereka menoleh ke sumber suara .
Seorang pria tampan berwajah dingin melangkah masuk ke ruangan keluarga. Tubuh tegap atletis, membuat para keponakan Felicia terpesona.
"Siapa kau!" tanya Giesel lantang. Mata ya menatap lurus dan dingin pada pria itu.
Dengan langkah santai, Vioms berdiri di hadapan mereka.
"Apa kalian tuli? Pengacara telah menyebutkan nama ku!"
"Vioms?" Beo Marsa.
"Tunggu dulu! Aku tidak bisa menerima ini! Aku tidak akan membiarkan harta mama jatuh ke tangan orang asing seperti mu!" Protes Giesel.
Vioms menatap Giesel dari balik kaca mata hitam nya.
"Pak pengacara, bagaimana mungkin mama mewariskan hartanya pada orang asing seperti dia. Pasti ada yang salah di sini"protes nya lagi.
"Aku bukan orang asing!, Aku adalah anak tiri Felicia Pondarsia!" Tegas Vioms.
"Kan anak tiri, bukan anak kandung. Kamu tidak berhak mendapatkan seluruh harta Kaka ku!" Protes Marsa, dia tidak terima Vioms mendapatkan lebih banyak.
"Sudah sudah, tenang . Keputusan ini sudah bulat, tidak ada kesalahan apapun"
"Nyonya Felicia mengatakan langsung kepada saya, bahwa dia ingin mewariskan hartanya pada Vioms Dakskara." Sambung Bufien.
"Jika Lo anak tiri mama, itu artinya kamu..." Giesel menoleh pada Farhan.
"Apa dia anak om Farhan?"tanya Giesel dengan nada bergetar.
Karena tidak punya jawaban lain dan tidak bisa berkata kata lagi. Farhan hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Giesel melebarkan matanya, dia tidak percaya. Selama ini Farhan memiliki seorang anak.
"Konspirasi, pasti mereka sudah merencanakan semua ini. Giesel, kamu tidak boleh membiarkan mereka merebut hak kamu!" ucap Marsa, dia mendekati keponakan nya, kemudian mendesaknya agar berbuat sesuatu.
"Giesel, jangan biarkan dia merebut harta mama mu. Pasti kakak sedih di alam sana" ujar Marsa berakting sedih, agar Giesel termakan oleh ucapan nya.
"Tidak, ini tidak mungkin. Mama tidak pernah cerita pada ku, jika dia memiliki seorang putra tiri. Om juga!" Teriak Giesel.
"Om tidak pernah mengatakan pada ku, jika om memiliki seorang anak!"
"Maaf Giesel, om tidak sempat menceritakan pada mu , tapi mama kamu tahu itu"jelas Farhan. Dia tidak berani menentang manik mata Giesel.
"Sudah sudah, saya akan kembali membacakan isi surat warisan ini. Tolong tenang lah" lerai Bufien.
Mereka pun kembali duduk ke tempat masing-masing. Vioms duduk tepat di depan Giesel. Tatapan matanya tak lepas dari wajah gadis itu.
Bufien pun melanjutkan kembali membacakan isi dari surat wasiat itu.
" Sisa warisan itu hanya sebesar 10% saja. 8% milik nona muda, 1% milik Farhan, dan 1% lagi milik saudara nya" bufien menutup surat itu, kemudian kembali memasukkan ke dalam amplop.
Merasa tidak adil, Masra dan saudara nya tidak menerima keputusan ini.
"Sulit di percaya, Kaka ku memberikan hartanya pada orang asing!" Gumam nya.
"Jika kalian tidak percaya, itu terserah kalian. Surat ini resmi dari pemerintahan hukum. Bagi kalian yang melanggar, maka kalian akan mendapatkan sangsi hukum!" Ucap Farhan angkat bicara.
Giesel kembali menoleh padanya, gadis itu terlihat mulai meragukan dirinya.
"Sulit di percaya, ternyata wajah polos dan sikap baik mu, memiliki tujuan yang menjijikan" seru Giesel menatap tajam pada vioms, kemudian dia pun beranjak pergi meninggalkan ruangan keluarga.
"Aku yakin kalian memalsukan ini semua! kakak ku tidak mungkin melupakan aku! aku adik nya" protes Marsa.
"benar, kakak kami tidak akan seperti itu" sahut Dodi.
Brak!
Vioms menggebrak meja besar itu, matanya menatap mereka semua tajam.
"Mulut kalian sangat tajam dan memuakkan, aku bisa saja menjebloskan kalian ke penjara, jika terus membuat ketenangan ku terusik!" ancam Vioms.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments