Masih Bersedih

"Mama!!!"

Giesel terbangun, dia langsung duduk dan mencari keberadaan mama nya.

"Non, non Giesel sudah sadar?", tanya Surti terkejut.

"Mama mana bi?" tanya Giesel panik. Dia lupa jika mama nya telah pergi.

Dengan terisak Surti menjawab.

"Nyonya sudah pergi non, non Giesel harus tabah yah",

"Gak. Mama gak boleh pergi. Gak!!! Gak boleh!!" teriak Giesel kembali histeris.

Surti langsung memeluk nona mudanya, merasakan kesedihan yang saat ini melanda hatinya.

"Sabar non, non Giesel harus ikhlas."

"Mama... Hiks..Hiks.."

Mendengar teriakan keras dari kamar anak tirinya. Farhan langsung berlari ke sana.

Dia mendapati putrinya sudah sadar dari pingsan nya dan menangis di dalam pelukan Surti.

"Giesel" panggil Farhan pelan.

"Om.."

Surti melepas pelukan Surti, kemudian beralih memeluk Farhan.

"Sudah Gie, kamu jangan menangis terus. Mama kamu pasti sedih, lihat putri kesayangan nya bersedih seperti ini" ucap Farhan menenangkan.

"Tapi aku tidak sanggup, bila mama tidak ada. Sudah cukup aku kehilangan papa, dan sekarang mama ku juga pergi om.." tangis Giesel di dalam pelukan Farhan.

Surti menghapus air matanya, dia juga merasakan kesedihan itu.

"Kasian nona muda" lirih nya.

Farhan menghapus air mata yang mengalir dari sudut mata Giesel.

...----------------...

Cukup lama Giesel menangis di dalam pelukan Farhan. Hingga Giesel pun tertidur karena kelelahan.

Kasian Giesel. Ini pasti sulit baginya.

Farhan merapihkan selimut Giesel, menatap sebentar wajah polos gadis itu, kemudian barulah dia memutuskan untuk keluar dari sana.

Surti juga mengikutinya, mereka berjalan bersama keluar dari kamar Giesel.

Saat di luar, Surti seperti memikirkan sesuatu.

"Tuan" panggilnya pada Graha yang berjalan di depan nya.

Farhan menoleh, dia menatap Surti yang berjalan menghampiri nya.

"Ada apa Surti?"

"Anu tuan..Keluarga nya nona muda datang. Mereka bilang mau menginap" ucap bi Surti memberitahu.

Farhan terdiam sejenak, kemudian memberi perintah pada Surti.

"Persilahkan saja, suruh mereka tidur di kamar tamu" titah nya, lalu pergi begitu saja.

"Baik tuan" jawab Surti.

Giesel merupakan keturunan konglomerat. Harta kekayaan mama nya sangat banyak. Tak heran keluarga nya berlomba lomba ingin mendekatinya.

Padahal sebelum nya, hubungan papa Giesel dan mama nya sangat di tentang oleh keluarga kedua bela pihak.

Namun, setelah mereka sukses. Mereka semua langsung mendukung mereka.

Keluarga papa Giesel tidak terlalu memperhatikan nya. Mereka memang dari golongan atas. Berbeda dengan mama Giesel. Keluarnya terlihat sangat jelas ingin menguasai harta milik Felicia.

Felicia berasal dari keluarga yang biasa saja. Kakek dan nenek Giesel bukan lah pengusaha sukses. Dia hanya pemilik toko kue.

...----------------...

Giesel masih terlihat murung, tubuh nya juga mulai terlihat kurus.

Bagaimana tidak, sejak kemarin dia tidak memakan apapun. Giesel hanya menangis dan menangis, dia belum bisa menerima kepergian mama nya.

"Non, ayo makan. Tubuh non sudah semakin kurus. Ayo non makan biar tidak sakit" bujuk Surti.

"Tidak bi, aku gak selera makan. Bawa saja lagi makanan nya" tolak Giesel. Dia kembali berbaring.

Surti hanya bisa menghela nafas, dia tidak bisa memaksa nona muda nya untuk makan. dia juga kasian pada nona mudanya ini.

Ceklek.

"Giesel!" panggil seorang gadis seusia Giesel. Dia berjalan cepat, kemudian memeluk sahabatnya nya erat.

Sara, dia adalah sahabat karib Giesel. Dia baru saja pulang dari olimpiade dan langsung mendatangi rumah sahabat nya setelah mendengar berita ini.

"Maafin gue yah Giesel, gue gak ada saat Lo kaya gini. Maafin gue" sesal Sara.

Giesel tidak menjawab, dia hanya membalas pelukan Sara dan kembali menangis bersama sahabat nya.

Surti tersenyum melihat kedatangan Sara, dia merasa lega akhirnya ada yang menjadi teman berbicara nona mudanya. Dia pun beranjak pergi, memberi ruang untuk kedua sahabat itu waktu.

Surti turun ke bawah, dia bertemu dengan Marsa, bibi Giesel. Wanita angkuh dan sombong. Dia adalah adik Felicia.

"Heh pembantu! gimana keadaan anak yatim itu?" tanya Marsa ketus.

Surti menahan geram pada mereka, dia tahu ular bermuka sepuluh ini tidak bisa di lawan.

"Dia sudah bangun, dan bersama sahabat nya" jawab Surti datar. Kemudian, dia pergi begitu saja.

"Ih, dasar pembantu belagu! lihat saja nanti. Setelah semua ini menjadi milik ku, aku akan langsung memecat mu!" maki Marsa menunjuk Surti yang telah berlalu pergi.

Marsa menggerutu tidak jelas, kemudian beranjak ke kamar nya.

Saat di rungan tengah, dia bertemu dengan Farhan. Senyum licik terbit di bibirnya. Dengan angkuh nya, Marsa menghadang Farhan yang hendak pergi keluar.

"Heh pria tua!" panggil Marsa tidak sopan.

Farhan menoleh, dia menatap datar pada Marsa.

"Ngapain kamu masih di sini? kakak ku sudah mati, harusnya kamu pergi dari rumah ini!" ucap Marsa sinis.

"Jangan jadi parasit pada keponakan ku!" tambah nya.

Farhan tersenyum miring, dia menatap Marsa lekat dan berkata.

"Aku di sini atau tidak, itu bukan urusan mu. Yang terpenting adalah, kamu yang tidak berhak tinggal di rumah ini!" balas Farhan.

Marsa malah emosi mendengar balas Farhan.

"Aku tidak akan pergi dari sini, rumah ini milik kakak ku. Ada hak ku di sini!" balas nya sombong.

"Waw...Percaya diri sekali anda. Lihat saja nanti, setelah surat wasiat itu di bacakan, bersiap siaplah untuk angkat kaki dari sini!"

wajah Farhan berubah datar, kemudian dia berbalik pergi.

...----------------...

Di dalam kamar nya, Giesel masih bersedih. Dia memeluk sahabatnya erat.

"Terimakasih yah Sar, Lo udah datang ke sini. Padahal kan, Lo baru pulang dari lomba" ungkap Giesel tidak enak hati.

Sara pun membalasnya dengan senyum manis.

"Gak papa kok Gie, apapun itu gue rela kok demi Lo. Gue juga yakin, jika ini posisi gue. Lo juga pasti akan melakukan hal yang sama" jawab Sara.

Giesel pun tersentuh, dia kembali memeluk sahabatnya itu.

"Setidaknya gue punya Lo Sar, gue takut banget bakal hidup sendiri" lirihnya mulai terisak.

Sara mengusap punggung Giesel lembut, menyalurkan rasa kasih sayang dan kekuatan, agar Giesel tetap kuat dan tidak mau kalah dengan kesedihan nya ini.

...----------------...

Di ruangan kerja nya. Seorang pria tengah memandangi layar ponsel miliknya. Senyuman yang tak pernah ia perlihatkan pada semua orang, kini dengan sengaja dia pamerkan ketika menatap layar ponsel miliknya sendiri.

Tuk!! Tuk!!

Terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" seru nya sembari menyimpan ponsel nya ke dalam saku jas hitam, yang dia kenakan.

Ceklek.

Seorang pria bertubuh tegap masuk ke dalam ruangan kerja F

pria itu. Dia menghadap untuk melaporkan sesuatu.

"Salam bos. Saya ingin menyampaikan bahwa Felicia Pondarsia telah wafat" ucap pria tegap itu singkat dan jelas.

Pria tampan itu menyunggingkan senyum manis nya. Membuat pria tegap itu sedikit terkejut melihatnya.

"Bagus, pergi dan siapkan semuanya. Aku akan segera pergi ke sana" titahnya.

"Baik boss" jawab pria tegap itu. Kemudian dia berbalik pergi meninggalkan ruangan yang terasa seperti neraka.

Pria tampan itu kembali tersenyum. Jika orang biasa melihatnya, mereka akan terpikat dengan ketampanan nya.

Namun sebaliknya, jika musuh nya yang melihat senyuman manis itu. Mereka akan bergidik ngeri dan seakan malaikat maut telah bersiap mendekati mereka.

"Bersiaplah, pertarungan akan segera di mulai" gumam nya girang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!