Bismillahirohmanirohim.
"Neng Mira ayo kita berangkat" ajak mbok Darmi.
"Iya mbok"
Pagi-pagi sekali mbok Darmi dan mang Aceng sudah siap untuk mengantar Mira, ke tempat mbah Narto.
Sesuai janji mbok Darmi semalam pada Mira, jika dirinya dan mang Aceng akan langsung mengantar Mira ke rumah mbah Narto.
Mira dan mbok Darmi masuk ke dalam mobil secara bersama, di dalam mobil tersebut sudah ada mang Aceng yang duduk di kursi kemudi.
"Sudah siap semua?" tanya mang Aceng menoleh kesamping dan kebelakang dimana mbok Darmi duduk di sebelah kemudi, sementara Mira duduk dibelakang.
Mbok Darmi pun menoleh pada Mira. "Bagaimana neng sudah siap?" mbok Darmi mengulangi pertanyaan mang Aceng suaminya.
"Sudah mbok, mang kita langsung berangkat saja" sahut Mira yakin.
"Baiklah kita berangkat" ucap mang Aceng, sambil menyalakan mesin mobilnya.
Mira tak banyak berbincang di dalam mobil, dia hanya akan menjawab seadanya atas pertanyaan yang dilontarkan oleh mbok Darmi dan mang Aceng.
Kali ini mereka lebih cepat sampai di tempat mbak Narto, dibandingkan satu minggu lalu, mang Aceng menyetir mobilnya lebih pelan, karena membawa orang sakit, sementara sekarang hanya orang sehat yang ada di dalam mobil.
Sampai di rumah mbah Narto mereka segera mengetuk pintu.
Tok….tok…tok!
Mang Aceng mengetuk pintu rumah mbah Narto. "Permisi mbah" ucap mang Aceng, sambil mengetuk pintu rumahnya.
Tak lama mbak Narto pun muncul. "Kalian, silahkan masuk" ujar mbah Narto, ketiganya hanya mengikuti apa yang mbak Narto suruh.
"Gadis apakah kamu kesini ingin mengetahui siapa yang sudah berani menyantet ibu dan bapakmu?"
Mira merasa kaget, padahal dia baru sampai, kenapa mbah Narto sudah mengetahui tujuan nya kembali datang ke tempat mbah Narto.
"Ben-ar mb-ah" jawab Mira dengan ragu.
Mbok Darmi dan mang Aceng hanya bisa diam menyimak, karena tujuan mereka hanya mengantar Mira, selebihnya biar Mira saja yang menjalankan, mereka merasa tak berhak ikut campur masalah orang lain.
"Saya kalau langsung memberitahumu, siapa dan kenapa orang itu tega membuat ibu dan bapakmu menderita" ucap mbah Narto.
Biar kamu percaya, dengan yang saya katakan lebih baik kamu melihatnya secara langsung.
Mbah Narto memutar air yang berada di hadapannya, mata Mira sudah mbah Narto ciprati air, agar bisa melihat apa yang sudah terjadi.
Beberapa bulan lalu, mungkin sekitar 5 bulan, sebelum kedua orang tua Mira sakit. Tentang mereka yang bernama pak Ujang pernah berselisih tentang dengan bapak Mira.
Saat itu ada seorang yang menjual sawah pada pak Ujang, sementara akad si penjual sawah dan pak Ujang sudah sah.
Tapi bapak Mira menawarkan harga tinggi untuk membeli sawah itu pada si penjual. Tentu saja siapa yang tidak tergiur dengan harga tinggi, pada akhirnya si penjual membatalkan akadnya dengan pak Ujang.
"Maafkan saya pak Ujang, saya ada costemen yang menawarkan harga tinggi untuk sawah saya ini, jadi maaf dengan terpaksa saya membatalkan perjanjian kita. Saya akan menjual sawah saya dengan pak Yaya, karena beliau menawarkan harga yang lebih tinggi, dari yang pak Ujang tawarkan" jelas si penjual pada pak Ujang.
"Tapikan pak kita sudah deal, bapak juga sudah akan memberikan sertifikat sawahnya dengan saya, saya hanya tinggal tanda tangan, tidak bisa seperti ini dong pak" pak Ujang tentu saja tidak terima.
Siapa yang terima sudah deal akan membeli sawah, bahkan hanya tinggal memberikan uang dan sertifikatnya, tapi malah si penjual membatalkan secara sepihak akad yang sudah mereka deal, tapi malah si penjual membatalkan, karena ada yang menawarkan harga yang lebih tinggi dari dirinya.
"Saya tau pak Ujang, tapi sekali lagi saya minta maaf, karena sertifikatnya juga sudah saya berikan pada pak Yaya, pak Yaya juga sudah membayar sawahnya dengan saya"
"Tidak apa-apa mau bagaimana lagi, bapak sudah melakukan transaksi lebih dulu pada pak Yaya" sahut pak Ujang dengan lemas.
Setelah kepergian si penjual pak Ujang menghampiri pak Yaya. "Hei pak Yaya, apa-apaan anda berani sekali mengambil jatah saya" pak Ujang langsung marah pada pak Yaya.
"Woi pak Ujang, lagi pula si penjual lebih tertarik dengan harga yang saya tawarkan, jadi wajar dia lebih memilih menjual tanahnya pada saya" balas pak Yaya tak mau kalah.
Terjadilah cekcok antara dua bapak-bapak itu, hanya gara-gara masalah sawah. Pak Ujang yang sakit hati dan tak terima menjadi kesal dan dendam pada pak Yaya, yang merupakan bapak Mira.
Akhirnya pak Ujang berniat jahat, karena sudah terlanjur sakit hati, dia mendatangi orang pintar di desa mereka untuk meminta bantuan membalaskan sakit hatinya.
Sampai akhirnya karena sudah begitu sakit hati, bukan hanya pak Yaya yang kena imbasnya, tapi juga istri pak Yaya.
Dendam yang begitu mengerikan, sampai ingin mencelakai semuanya, hanya karena sawah yang dijual dengan berganti pembeli.
Saat hari itu santet yang dikirim pada kedua orang tua Mira mulai bekerja, sampai memakan waktu hampir 3 bulan lebih untuk menyiksa kedua orang tua Mira lebih dulu, sebelum langsung membunuh mereka.
Mira segera membuka kedua matanya, dia melebarkan pupil matanya dengan sempurna. "Pak Ujang" ucap Mira pelan.
"Lihat saja pak Ujang aku akan membalas semuanya, akan lebih dari yang dirasakan ibu dan bapak" batin Mira menggebu-gebu.
Kedua bola mata gadis itu kembali memerah. Mbah Narto tahu apa yang ada dipikiran Mira, tapi dia tak ingin ikut campur pada urusan Mira, dia hanya bisa membantu sampai disini tidak lebih.
"Apakah kamu sudah puas setelah mengetahui orangnya Mira?" tanya mbah Narto memastikan.
"Sudah mbah terima kasih banyak atas bantuannya, saya sangat berterima kasih pada mbah, kalau tidak ada mbah mungkin saya tidak akan tahu siapa yang telah mencelakai orang tua saya" ucap Mira.
"Sama-sama gadis" sahut mbah Narto.
Setelah urusannya selesai pada mbah Narto, Mira akhirnya mengajak pulang mbok Darmi dan mang Aceng.
Mbok Darmi dan mang Aceng sama sekali tak bertanya apa-apa pada Mira, karena mereka benar-benar tak ingin ikut campur dengan urusan Mira.
Di dalam mobil Mira terus menyumpah serapan pak Ujang dalam benaknya. Tekadnya benar-benar sudah bulat tak bisa diganggu gugat lagi, Mira akan membalas pak Ujang lebih dari sebelumnya.
"Anda akan menyesal pak Ujang, aku belum puas jika belum melihat anda merasakan apa yang dirasakan oleh orang tua saya" ucap Mira dalam benaknya.
Jelas sekali dari kedua netra Mira yang terpancar dendam, begitu besar bahkan mbok Darmi sampai bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi pada Mira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments