Bismillahirohmanirohim.
Satu minggu berlalu setelah dimana mbok Darmi dan mang Aceng membantu Mira. mengantar Mira untuk mengobati orang tau Mira, gadis itu masih setia merawat ibu dan bapaknya, sampai hari ini dia tak pernah lelah mengurus ibu dan bapaknya yang sudah tak bisa berbuat apa-apa.
"Ibu kita mandi dulu ya" ujar Mira membantu ibunya untuk bangun, Mira tak pernah mengeluh mengurus ibu dan bapaknya.
Tapi yang membuat Mira selalu mengeluh itu, karena kondisi ibu dan bapaknya yang semakin hari semakin memburuk.
Mira terus memantau kesehatan ibu dan bapaknya, dia tahu bagaimana cara melihat seperti apa ibu dan bapaknya setiap hari tersiksa oleh santet yang dikirim pada orang taunya. Karena sebuah benda yang diberikan oleh dukun itu, orang pintar itu mengatakan tak bisa membantu apa-apa, hanya sebuah bambu yang diberikan dukun itu, mambu yang bisa membantu Mira tidak ada yang lain, hanya sebuah bambu itu saja.
Tanpa sadar semakin hari, terus melihat secara langsung seperti apa cara ibu dan bapaknya disiksa melalui santet, dengan bantuan bambu yang diberikan orang pintar itu Mira bisa tahu apa yang terjadi. Dendam di dalam hati Mira semakin besar, dendam itu sudah tertanam di dalam hati Mira.
"Ibu, bapak tunggu sebentar Mira ambilin makan dulu ya" ucapnya meninggalkan kamar orang tuanya.
Tak lama Mira kembali dengan satu nampan yang berisi makan dan minum untuk orang tuanya.
Prang! Prang……prang….prang!
sura nampan seng terjatuh dari tangan Mira
Saat Mira mendekati ranjang dimana tempat ibu nya berbaring, kakinya tiba-tiba terasa kaku, nampan yang Mira pegang jatuh begitu saja, badannya bergetar hebat, saat melihat tak ada hembusan nafas yang terlihat dari tubuh ibunya.
"Ibu" panggil Mira dengan mulut yang begitu kaku untuk berucap. Dengan langkah pelan Mira mendekati ranjang tempat ibunya berbaring.
Rasanya waktu berhati bagi Mira, saat dia bisa merasakan nadi ibunya sudah tak lagi berbunyi, Mira tak tahu saat ini apa yang harus dia lakukan.
Saat itu juga Mira menengok ke ranjang sebelah dimana bapaknya berada. Nafas Mira terhenti ketika melihat cairan kental keluar dari mulut bapaknya.
Kali ini Mira merasa nafasnya ikut berhenti pula, betapa sakitnya bagi Mira untuk menerima kenyataan ini, kenyataan yang begitu menyakitkan bagi dirinya.
"Bapak" ucap Mira nyaris tak terdengar. Air matanya lulus sudah membasahi pipinya, Mira pegang erat satu tangan kedua orang tuanya. Dia berharap mereka masih bernafas saat ini juga.
"Bapak, ibu Mira mohon dengerin Mira, Mira mohon jangan tinggalin Mira" pintanya penuh harapan.
Namun detik demi detik menunggu, menit demi menit Mira masih menunggu, berharap nyawa kedua orang taunya masih berada didalam raga mereka, Mira masih berharap jiwa itu masih berada didalam tubuh ibu dan bapaknya. Tapi sayang takdir berkata lain.
Bapak dan ibu Mira meninggal secara bersama dengan waktu yang bersamaan pula, cara meninggal keduanya itu juga sedikit tidak lazim, karena keluar cairan kental dari mulut bapak Mira, sementara pada ibunya cairan itu keluar dari kedua lubang sang ibu.
"Ibu…….! Bapak……!" tangis Mira semakin menjadi jadi, gadis dua puluh satu tahun itu menjerit histeris di dalam kamar orang tuanya.
Dendam Mira semakin membara di dalam hatinya, dia yakin akan membalas perbuatan orang yang sudah berani membuat orang taunya begitu menderita, sampai mereka tiada dengan cara yang tidak lazim menurutnya.
"Siapapun orangnya yang telah membuat mereka (kedua orang tua Mira) semua menderita akan aku balas!! semuanya, bahkan melebihi dari ini semua!!" batin Mira dengan dendamnya.
Mbok Darmi yang kebetulan melintasi rumah Mira, tak sengaja mendengar teriakan Mira yang begitu ngilu dan menyayat hati.
"Ada apa dengan neng Mira?" tanya mbok Darmi pada diri sendiri, beliau terpongoh-pongoh masuk kedalam rumah Mira. Karena mbok Darmi takut terjadi sesuatu di dalam rumah Mira.
Mbok Darmi langsung tahu dimana Mira berada, saat tak melihat dimana-mana keberadaan Mira, Mbok Darmi menyusul masuk ke kamar orang tua Mira.
Langkah mbok Darmi terhenti di depan pintu keluar masuk kamar orang tua Mira, saat melihat tubuh kedua orang tua Mira yang sudah terbujur kaku, sementara cairan terus keluar dari mulut dan hidung orang tua Mira, mbok Darmi semakin terpaku dengan penampilan Mira yang susah begitu ajak-ajakan, seperti tak terurus.
Setelah sadar buru-buru mbok Darmi mendekati Mira. "Neng Mira bangun dulu" suruh mbok Darmi membantu Mira agar duduk dikursi.
"Mbok, bapak sama ibu Mbok!!" adu Mira pada mbok Darmi.
"Mbok tahu neng, neng Mira yang ikhlas, yang sabar ya, mungkin ini yang terbaik untuk orang tua neng Mira, neng Mira yang tabah" ucap mbok Darmi, tapi Mira sama sekali tak menanggapi ucapan mbok Darmi.
Mata hatinya seperti sudah tertutup akan rasa dendam yang setiap hari, semakin besar di dalam hati Mira, Mbok Darmi tidak tau jika hari itu saat Mira mengetahui ibu dan bapaknya sakit keras, gadis 21 tahun tahun itu sudah dendam dengan orang yang telah mencelakai ibu dan bapaknya.
Melihat Mira tak merespon membuat mbok Darmi paham. "Mbok panggil yang lain dulu ya neng" ujar mbok Darmi, lagi-lagi tanpa ada sahutan dari Mira.
Mbok Darmi paham betul apa yang dirasakan oleh gadis itu, mbok Darmi juga tahu pasti berat untuk Mira menerima semua kejadian yang menimpanya ini.
Mbok Darmi keluar dari rumah Mira, segera memanggil mang Aceng suaminya, dan beberapa warga desa yang lainnya.
"Ada apa, mbok? Kenapa kita disuruh kerumah Mira?" tanya salah satu warga.
"Kedua orang tua Mira sudah tiada" ucap mbok Darmi ikut bersedih.
"Inalilahi Wainalilahi Rojiun" ucap mereka semua dengan begitu kompak.
Para warga buru-buru masuk kedalam rumah Mira, sementara mbok membantu Mira lebih dulu, mbok Darmi ingin menenangkan hati Mira.
Hari itu juga pemakaman orang tua Mira dilakukan, pemakaman berjalan dengan sangat lancar, warga juga dapat memberhentikan cairan yang keluar dari mulut dan hidung kedua orang tua Mira
Mira yang berjalan dengan bantuan mbok Darmi, seperti mayat berjalan karena tak berdaya, pikirnya entah sudah pergi melayang kemana-mana.
"Yang sabar ya neng" ujar mbok Darmi gusar, dia takut terjadi apa-apa pada Mira.
Lagi-lagi Mira tak sedikitpun menyahuti ucapan mbok Darmi, selesai pemakaman mbok Darmi langsung mengajak Mira untuk segera pulang.
Mbok Darmi tidak mau terjadi apa-apa pada Mira, apalagi sedari tadi mbok Darmi lihat Mira terus menatap kosong ke depan, di kedua bola matanya terpancar jelas sebuah kebencian yang entah untuk siapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments