Bismillahirohmanirohim.
Keesokan harinya Mira mendatangi mbok Darmi di rumahnya. Pagi-pagi sekali Mira sudah berada dibelakang rumah mbok Darmi yang sedang memberi pakan ayamnya.
"Mbok" sapa Mira pada mbok Darmi yang belum menyadari kehadiran Mira.
"Iya neng Mira, ada apa?
Mungkin efek umur jadi mbok Darmi lupa jika dia kemarin menawarkan bantuan untuk mengajak Mira ke orang pinter.
"Itu mbok, Mira sudah memikirkan usulan mbok Darmi kemarin, buat datang ke orang pinter, Mira tidak tega melihat kondisi ibu dan bapak yang semakin hari semakin parah, Mira sebagai anak merasa bersalah, karena tidak bisa berbuat banyak"
Mbok Darmi paham apa yang dirasakan oleh gadis berusia 21 tahun itu, bagaimanapun juga dia harus selalu pura-pura kuat didepan orang tuanya yang terbaring lemah diatas kasur.
Mira tak pernah menumpahkan air matanya di hadapan ibu dan bapaknya, jangan salah tapi jika tidak ada di hadapan siapapun air mata itu akan terus mengalir dengan deras.
Bagi Mira mau dia banyak harta atau tidak, dia tidak masalah asalkan hidup bahagia bersama orang tuanya, untuk saat ini sepertinya hal itu hanya menjadi harapan belaka bagi Mira.
"Mbok akan antara neng Mira, sekarang neng Mira pulang, terus siap-siap nanti mbok Darmi susul ke rumah neng Mira, kalau mbok juga sudah selesai bersiap" ujar mbok Darmi.
"Iya mbok, Mira pulang dulu" pamitnya sopan.
Sampai dirumah Mira segera bersiap, Mira juga langsung membawa orang tuanya untuk ikut langsung agar bisa berobat dengan orang pintar.
Sekitar setengah jam, akhirnya pintu rumah Mira diketuk, Mira segera membuka pintu rumahnya.
"Sudah siap neng Mira?" tanya mbok Darmi saat melihat Mira muncul dibalik pintu.
"Sudah mbok, bisa minta tolong bantuin Mira papah ibu sama bapak gantian" ucap Mira merasa sungkan, dia takut dikira tidak sopan pada yang lebih tua nanti.
"Tak usah kamu yang bawa Mira, biar dibantu mang Aceng" kata mbok Darmi, lalu menyuruh suaminya itu untuk mengakut orang tau Mira secara bergantian dalam mobil.
"Maaf Mbok Darmi, mang Aceng jadi merepotkan kalian" ucap Mira saat akan masuk kedalam mobil.
"Sudah tak usah dipikirkan Mira, yang penting kita bisa membantu orang tua mu berobat"
Mang Aceng sudah melajukan mobilnya, meninggalkan kampung mereka pergi ke kampung lain untuk bertemu orang pintar, guna meminta tolong untuk mengobati orang tua Mira.
Lama dalam perjalanan, akhirnya mang Aceng memberhentikan mobilnya di tempat yang asing bagi Mira, hanya ada 3 rumah di tempat itu.
"Benar ini tempatnya mang?" tanya Mira memastikan dia sedikit tidak yakin, karena sebelum-sebelumnya Mira tak pernah pergi ketempat orang pintar, ini untuk pertama kalinya Mira datang ke tempat seperti ini.
"Iya neng" sahut mang Aceng sambil membantu turun kedua orang tua Mira dari mobil.
Sementara mbok Darmi mengajak Mira untuk menemui pemilik rumah terlebih dahulu. "Permisi" ucap mbok Darmi dari depan pintu rumah milik orang pintar tersebut.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang laki-laki paruh baya dengan penampilan sedikit seram, penampilanya itu membuat nyali Mira menciut, ditambah lagi kedatanganya yang tiba-tiba membuat Mira terlonjak kaget untung dia tidak berteriak kencang.
"Kami kesini mau meminta tolong untuk mengobati orang tua gadis ini" jawab mbok Darmi.
"Silahkan bawa mereka masuk" suruh orang tadi.
Mira dan mbok Darmi membantu mang Aceng membawa masuk kedua orang tau Mira, di dalam bapak-bapak tadi langsung melakukan pengecekan untuk orang tua Mira.
Mira tidak tahu metode apa yang bapak-bapak tersebut gunakan, karena baru pertama kalinya Mira melihat hal-hal semacam itu, walaupun di kampungnya ada beberapa dukun, tapi dia tak pernah datang, karena pikir Mira datang juga untuk apa.
Lama bapak-bapak tadi melakukan pengecekan pada tubuh kedua orang tua Mira, bahkan sampai keringat bercucuran, bapak-bapak tadi belum juga usai.
Selang beberapa menit bapak tadi menghentikan aktivitasnya.
"Ibu dan bapak kamu sudah tidak dapat disembuhkan lagi" ucap orang pintar tersebut.
Mendengar perkataan orang pintar itu seketika itu juga Mira langsung menangis histeris, dia tak menyangka sudah separah itukan penyakit yang diderita orang tuanya, padahal jika medis mengatakan orang tuanya sehat tak apa-apa.
Ibarat sebuah penyakit medis yang diderita seseorang mencapai stadium akhir yang tak bisa tertolong lagi, kecuali keajaiban yang diberikan oleh sang pencipta.
Setelah puas menangis akhirnya Mira memberanikan diri untuk bertanya dengan bapak-bapak di depannya ini. "Apa sebenarnya yang terjadi dengan ibu dan bapak saya? Penyakit apa yang mereka derita?" tanya Mira masih terisak.
Bapak-bapak itu mengambil nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Mira. "Orang tuamu terkenal santet orang!" jawabnya mantap.
"Coba saja kalian datang lebih awal saat bapak dan ibu kamu baru beberapa hari sakit, mungkin saja saya masih bisa membantu mereka, tapi sekarang saya tidak bisa berbuat apa-apa" ucap bapak-bapak itu sambil memainkan kuku jarinya.
"Tak ada kemungkinan untuk orang tua saya sembuh?" tanya Mira lagi kembali memastikan dia tak ingin menerima kenyataan pahit ini.
"Maafkan saya, orang yang mengirim santet pada kedua orang tuamu ini terlalu kuat"
Air mata Mira kembali jatuh membasahi pipinya. "Boleh saya tahu kenapa ada orang yang tega menyantet ibu dan bapak saya?" tanyanya di sela-sela tangisnya.
"Orang itu sepertinya pernah sakit hati dengan perkataan bapak mu atau ibumu, atau bahkan mereka iri dengan orang tuamu" jelas bapak-bapak dukun itu.
Mira mengangguk mengerti. "Kulit bapak dan ibumu setiap hari menggerogoti tubuh mereka, tadi tidak dibagi perut, itu kenapa sebabnya ibu dan bapakmu, begitu kurus tapi perut buncit, tukang santet itu sengaja melakukan menggerogoti tubuh orang tuamu dari dalam" ucap dukun itu lagi.
Seketika itu Mira begitu membenci orang yang sudah tega membuat bapak dan ibunya menjadi sengsara seperti ini.
Tanpa Mira sadari hatinya tertanam dendam pada orang yang telah membuat ibu dan bapaknya menderita.
Setelah mendapat banyak penjelasan dari orang pintar itu, mereka akhirnya pamit pulang, Mira masih memikirkan apa saja yang dikatakan oleh orang pintar tadi.
"Yang sabar ya neng Mira" hibur Mbok Darmi pada Mira, Mira hanya mengangguk tanpa suara.
Mira menjadi pendiam begitu saja saat mengetahui apa yang telah menimpa kedua orang tuanya.
Mbok Darmi dan mang Aceng merasa iba pada Mira, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya bisa membantu sampai disini saja, seterusnya mereka tak bisa membantu apa-apa.
Mang Aceng segera melajukan mobilnya untuk kembali pulang ke kampung mereka, setelah apa yang mereka inginkan sudah tersampaikan. Untuk membantu Mira, memeriksa apa yang menimpa orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments