Jessica pucat pasi.
Pemandangan gadis itu yang meringkuk ngeri membuat Demian Bellamy merasakan sedikit keganjilan. Bahkan untuk kasus perampokan, reaksi normal dan wajar bagi kebanyakan orang adalah berteriak ketakutan, berlari pontang-panting atau paling tidak, memberikan perlawanan.
Duduk meringkuk dengan tubuh yang bergetar hebat adalah hal terakhir yang dapat Demian pikirkan akan terjadi pada Jessica.
Demian masuk ke kamar ini dengan segera, berharap ia mampu membungkam Jessica lebih cepat sebelum dia membuat keributan dan menarik perhatian.
Demian mengira Jessica akan berteriak, membuat kehebohan dan panik. Namun, sepertinya harapan hanya harapan. Ia tidak perlu membungkam Jessica sekarang. Tidak karena Jessica malah kehilangan kesadaran.
Apa dia setakut itu?
"Haaaah," Demian mengembuskan napas setelah berhasil meletakkan Jessica dengan aman dan nyaman di tempat tidur. "Kalau kau setakut itu, kau seharusnya tidak tinggal sendirian."
Tidak, seharusnya aku tidak datang ke sini.
Demian mengenang kembali kejadian beberapa jam lalu, ketika tujuh orang pria berjas hitam mengejarnya. Demian bisa saja memberikan perlawanan, tapi tujuh orang adalah tujuh orang. Tidak peduli seberapa hebat dia bertarung, dia adalah pria dengan energi yang dapat terkuras habis.
Jika ia melawan tujuh pria itu, ada kemungkinan ia akan menang melawan empat orang, dan ditangkap oleh tiga yang tersisa. Karena tidak ingin memberikan perlawanan yang berujung sia-sia, Demian melarikan diri dan melarikan diri hingga ia menemukan tempat ini.
Di Almond street yang sepi, sebuah balkon dengan cahaya yang masih memancar samar dari dalam menarik perhatian Demian. Ia nyaris mati kelelahan karena berlari setengah jam-an ini. Energinya mencapai limit. Dengan keputusan gila, Demian pun memanjat balkon Jessica. Masa bodoh dengan risiko yang datang berikutnya.
Demian pikir ia bisa bernegosiasi dengan Jessica untuk memberikannya tumpangan sebentar, tapi..., setelah apa yang terjadi, mereka bahkan tidak bisa berkomunikasi sama sekali.
*
Satu jam kemudian.
Demian duduk di sofa kuning yang terpajang menghadap tempat tidur. Sebuah meja kaca persegi panjang dengan berlembar-lembar kertas terbentang di atasnya berada tepat di depan lutut Demian. Ia menduga, sebelum ia datang, Jessica kemungkinan menyibukkan dirinya dengan pekerjaan.
Jessica Cerise.
Demian membaca nama Jessica yang tertera di salah satu lembaran kertas itu. Ini pertama kalinya Demian mengetahui nama lengkap Jessica. Selama ini, Demian hanya mengetahui Jessica sebatas Jessica.
Jessica adalah keberadaan yang asing bagi Demian selama ini. Keberadaan yang seharusnya tidak ia pedulikan. Namun, karena belakangan ini ia terus mengunjungi Elixir, Demian sedikit demi sedikit mulai terbiasa oleh suara jenaka dan terkesan manja tersebut.
"Ugh..." suara erangan terdengar dari tempat tidur.
Demian yang sejak tadi bersandar di sofa sambil mengutak-atik ponselnya seketika mengangkat kepala. Ia menatap ke arah tempat tidur Jessica dan menyadari bahwa gadis itu membuat gerakan kecil. Dia sudah bangun.
Demian pun beranjak dari sofa. Ia mendekati tempat tidur Jessica yang omong-omong, memiliki selusin boneka warna-warni.
"Kau sudah bangun," Demian menyapa.
Jessica spontan bangun dari posisi berbaringnya, mata nyaris melompat keluar dari soketnya. Iris emerald-nya menyiratkan tanya yang bercampur dengan waspada. Jessica dengan cepat menarik dirinya mundur hingga punggung menabrak kepala ranjang.
Ia menatap Demian, ketakutan.
"A-apa yang kau lakukan di sini?" suara Jessica keluar dengan dipaksa, rendah penuh amarah.
"Bersembunyi," jawaban Demian tidak meredakan ketakutan Jessica sama sekali.
"Aku tidak mengerti..., kau..., kau menyusup masuk ke sini."
Jessica kembali teringat pada situasi yang terjadi sebelum ia kehilangan kesadarannya. Mengenai Demian yang datang dan menakutinya. Mengenai ia yang kemudian terbenam dalam trauma lama yang kembali menghantuinya.
"Seperti yang kukatakan, aku perlu bersembunyi." Demian menjelaskan dengan sedikit kesal. Demian benci mengulang kata-katanya, tapi ia tidak ingin bertingkah kasar dan menakuti Jessica kembali. Akan berbahaya bila gadis itu kehilangan kesadarannya lagi.
Demian kemudian menjatuhkan bokongnya di bibir tempat tidur. Matanya memindai Jessica dan menyadari kalau sedikitnya, gadis itu tidak menunjukkan ketakutan berlebih seperti sebelumnya. Itu pemandangan yang lebih baik.
"Tunggu dulu..., kau tidak berharap aku mengerti begitu saja dengan jawabanmu, kan?" Jessica masih merasa situasi itu tidak masuk akal sama sekali. Seakan-akan semua ini terjadi hanya di dalam kepalanya. 'Apa aku mulai berhalusinasi karena terlalu banyak bekerja? Apa aku sudah gila?'
"Bagian mana dari jawabanku yang tidak kau mengerti?" pertanyaan Demian seperti tantangan.
"Kenapa..., maksudku, dari semua tempat..., mengapa kau memutuskan datang kemari? Aku..., kau..., aku bahkan tidak mengenalmu sama sekali! Ini adalah tindakan kriminal!" Jessica menapak turun dari sisi ranjang yang berseberangan dari Demian. "Kau seharusnya tidak berada di sini."
"Itu kasar. Kupikir kita sudah cukup mengenal belakangan ini." Demian membuat candaan. Seulas senyuman bermain di parasnya yang menawan, dan Jessica nyaris melupakan realita kalau lawan bicaranya adalah sosok yang berbahaya. Sialan!
Sejak kapan Demian tau bercanda?
"Kau harus pergi dari sini!" Jessica menegaskan dirinya sendiri. "Jika tidak, aku akan melaporkanmu ke polisi!"
"Pfft..." Demian menahan kekehan. "Apa kau yakin akan melakukannya?"
"Hah?"
"Jika kau melakukan itu, aku akan membunuhmu di sini."
"..." Apa dia serius? Jessica memucat pasi.
"Tentunya, kau tidak akan bisa membuat panggilan bila aku menahan ponselmu di sini." Demian mengeluarkan ponsel Jessica dari sakunya, memamerkan benda elektronik persegi panjang itu sebelum membenamkannya kembali ke saku celana.
"Kau..., apa kau gila?"
Jessica mundur selangkah saat Demian tiba-tiba berdiri. Insting Jessica memintanya untuk melarikan diri dari sana. Tetapi, satu-satunya pintu keluar berada di belakang Demian. Jessica tidak bisa lari ke balkon, itu akan percuma. Demian bisa meraihnya lebih cepat dan mematahkan lehernya sebelum ia memikirkan jalan untuk melompat keluar dari sana.
"Jessica Cerise, aku mengerti ketakutanmu. Hanya saja, melarikan diri bukan solusi untukmu saat ini. Terlebih lagi, aku membutuhkanmu."
"?"
Demian menyudutkan Jessica hanya dalam beberapa langkah. Sebelum Jessica sempat menghindar, ia telah berhasil membingkai gadis itu di antara lengannya dan jendela kaca balkon yang tertutup rapat. "Apa kau bisa bicara baik-baik saat ini?"
"Bicara baik-baik? Kau mau membunuhku! Apa kau pikir aku akan menganggukkan kepala dan membuatkanmu kopi?"
"Aku tidak akan membunuhmu kalau kau mau bekerja sama. Aku orang yang baik hati, kau tau." Demian menyama-ratakan tingginya dengan Jessica. Sepasang manik emerald yang berkaca-kaca itu sudah menjadi pemandangan yang familiar di mata Demian. Ia--entah sejak kapan, cukup menyukai sepasang iris yang tergenang oleh air mata itu.
Jessica terlihat lebih cantik saat ketakutan, dan pemikiran itu membuat Demian ingin membentur kepalanya sendiri ke tembok. Bajingan, apa yang ia pikirkan?
Kendati dihantui oleh rasa takut yang tinggi, Jessica memaksa dirinya agar berdiri berani di bawah tatapan Demian yang berbahaya. Pria itu seperti ular yang mengintai mangsanya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Jessica akhirnya. Mari bernegosiasi. Jika menuruti Demian mampu membuat pria itu pergi lebih cepat dari sini, Jessica tidak keberatan sama sekali.
"That's my girl," Demian menarik dirinya mundur dari Jessica, sebelah tangannya menepuk puncak kepala gadis itu dengan jenaka. Seolah-olah Jessica adalah bocah berusia 5 tahun.
"Menyingkir dariku..." Jessica menepis tangan Demian dengan kasar. "Seperti yang kukatakan, apa yang kau mau?"
Demian membalikkan badan. Ia kembali melenggang santai menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana. "Biarkan aku menetap di sini untuk beberapa waktu."
"Huh?"
Jessica masih tidak merasa situasi ini nyata.
Demian Bellamy, pria asing yang ia kagumi karena keindahan parasnya--sekarang mengancamnya dan menginginkan Jessica membiarkannya menetap di sana? Demian Bellamy dari semua orang? Dan Jessica juga?
"Mengapa di sini?" Jessica tidak merasa ia dan Demian cukup dekat untuk menjadi roommate atau apa pun itu!
"Tidak ada satu orang pun yang tau aku kerap kemari. Maksudku..., pelanggan di cafemu kebanyakan adalah orang biasa. Tidak ada yang mengenalku dan tidak akan ada yang tau bila aku menjadikan tempatmu sebagai benteng persembunyianku."
"Ahahaha, aku pasti sudah gila? Apa yang kau katakan?"
"Aku percaya kau masih cukup waras," ujar Demian, ia mengambil satu boneka jerapah dari belakangnya dan melempar Jessica dengan boneka itu. Jessica lekas menghindar.
"Lihat, instingmu bekerja dengan baik. Kau masih waras."
"Ini tidak masuk akal. Kau--hanya karena kau mempunyai masalah, bukan berarti kau bisa menyeretku dan cafeku ke dalam masalahmu. Kau tidak bisa bersembunyi di sini. Lagipula, bersembunyi..., kau ingin bersembunyi dari siapa?"
"Aku percaya kau memiliki banyak keingintahuan. Sayangnya, aku mengantuk sekarang. Bisa kau menenangkan dirimu sedikit? Aku akan menjawab pertanyaanmu satu-persatu. Hanya saja, biarkan aku tidur dulu. Sekarang jam 2 pagi, kau tau. Kau juga butuh istirahat, bukan?"
Tidak, masalahnya..., bagaimana bisa Jessica beristirahat bila seorang monster mengerikan berada di dalam ruangan yang sama dengannya. Mengancam akan membunuhnya? Apa pria itu bercanda?
Ugh, Tuhan!!! Apa yang terjadi sekarang?!!
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Vlink Bataragunadi 👑
hihihi takdir author yg membawa kalian dekat jesse ^o^
2023-05-17
0
Sriutami Utam8
haha jgn" damian dh mulai trtaik nih ma jessica ,
2023-02-06
0