FLASH BACK ON
Amie bukan adik kandungku. Dia anak paklek atau pamanku. Ayahnya adik kandung ayahku. Orang tua Amie dan kedua adiknya meninggal saat erupsi gunung Merapi pada Oktober 2010 lalu. Erupsi terbesar selama 100 tahun terakhir yang juga menimbulkan dampak yang cukup besar, terutama bagi masyarakat di lereng Gunung Merapi.
Saat itu Amie masih SMA kelas tiga atau kelas dua belas. Ayah dan ibu langsung memboyong Amie ke Solo. Tri kelas satu SMA
Ayah dan ibuku punya tiga anak lelaki. Kakakku mas Putro seorang dokter gigi, aku sendiri Pujono kebetulan seorang Pilot dan adik ragilku Tri saat flash back ini sudah semester satu di universitas. Saat Amie mengalami kecelakaan kemarin, Tri masih SMA kelas 12.
Usia Tri lebih muda dua tahun dari Amie . Tapi karena ayahku lebih tua dari ayah Amie, maka dalam keluarga kami Amie adalah anak bungsu.
Tanggal 7 Juli tahun lalu ( 07 - 11 - 2013 ) Amie menikah dengan seorang dosen di kampusnya. Mereka satu daerah di Jogja. Mungkin itu yang membuat Amie dan Angga menjalin cinta. Aku tak begitu jelas tentang kisah asmara mereka.
Tujuh Juli adalah tanggal ulang tahun Amie. Dia memilih tanggal itu bukan karena bertepatan dengan tanggal lahir Amie, melainkan karena saat itu libur kuliah sehingga dia dan Angga tak repot mencuri waktu kuliah atau mengajar.
Hari ini aku melihat berita gunung Kelud di Jawa Timur meletus. Satu hari sebelum hari Valentine. 13 Februari 2014. Aku hanya membaca berita karena kebetulan aku masih berada jauh dari Indonesia. Ternyata abu gunung Kelud sampai menutup kota pulau Jawa. Tak ada penerbangan bisa dilakukan. Untung sebelum bandara di tutup aku sudah sampai di Solo.
“Dengan keluarga ibu Rahmi Susyarti?” tanya seseorang diujung telepon yang aku terima.
“Ya benar saya kakaknya,” jawabku cepat.
“Ibu Amie dan suaminya kecelakaan. Saat ini ada di rumah sakit SRIKANDI. Mohon untuk segera kesini Pak,” khabar duka aku terima. Adikku kecelakaan. Padahal setahuku dia sedang hamil sejak bulan Desember 2013 lalu.
Saat menerima telepon itu tanggal 17 Februari 2014. Aku dan Ragil sedang didepan televisi ketika mendapat telepon dari rumah sakit kalau Amie mengalami kecelakaan. Kami bergegas menuju rumah sakit setelah lebih dulu mengabari mas Putro yang belum tiba di rumah.
Ayah dan ibu tentu kaget. Mereka berharap keadaan Amie baik-baik saja.
Aku dan ayah segera mendatangi resepsionis sedang Ragil memapah ibu yang sejak mendengar berita kecelakaan langsung lemas seperti tak punya tulang.
“Bu Rahmi masih di IGD. Sedang suaminya di kamar mayat karena dia langsung meninggal di TKP,” aku dan ayah kaget mendengar khabar itu. Ayah langsung menghubungi pak Handoyo, ayahnya Angga. Aku mengurus administrasi keduanya. Administrasi Amie dan Angga.
‘Selamat pagi rekan semua, saya hanya akan menyampaikan berita duka. Telah meninggal dunia dengan tenang Anggoro Kusno bin Handoyo ( Angga ) semalam 17 Februari 2014 pukul 19. 50 karena lakalantas di Solo. Jenazah akan di makamkan hari ini 18 Februari 2014 pukul 13.00 di desa Purbowinangun Jogja. Selain itu mohon doanya untuk istri Angga yang saat ini sedang koma dan baru kehilangan calon bayi mereka. Rahmi di rawat di rumah sakit Srikandi Solo.’
Pukul 00.52 aku mengirim berita di group BBM ( ingat setting cerita tahun 2014 ya ) kalau Angga meninggal dan Amie kritis.
Hari itu aku sendirian di rumah sakit. Mas Putro dan Ragil menemani ibu dan ayah mengantar jenazah Angga ke Jogja, kota kelahiran Angga dan Amie. Mereka menghadiri pemakaman suami adikku itu. Mereka kembali kes Solo dini hari 19 Februari 2014 pukul 01.12. aku minta semua langsung istirahat dirumah saja. Tak perlu datang ke rumah sakit.
***
Hari ke empat tanggal 21 Februari 2014. Giliran Drg Eka Putro dan Ragil yang menjaga Amie. Mas Putro menggenggam jemari adiknya yang dirasa sangat dingin. Dia memandang wajah manis adik sepupunya.
‘Mengapa nasibmu sering ditinggal orang yang dekat denganmu Dek? Setelah meninggalnya semua keluargamu, sekarang kamu ditinggal suami dan calon anak kalian. Kamu yang tabah ya, Mas berdoa saat kamu sadar nanti kamu kuat menghadapi berita duka yang kamu terima.’
Putro hanya bisa berharap adiknya kuat. Dia sudah berpesan pada ayah, ibu serta adik-adiknya untuk antisipasi saat Amie sadar dan menanyakan Angga serta merasakan bayinya tak ada lagi di perutnya.
***
“Sudah lima hari, dan dia belum sadar juga,” ibu memandangi Amie. Saat ini 22 Februari 2014. wajah ibu terlihat sangat lelah. Aku tahu dia sangat memikirkan Amie. Putri yang sejak Amie berumur tiga tahun memang sudah sangat dekat dengan ibuku. Bukan seperti keponakaan lainnya. Amie memang special dimata ibu.
Mungkin karena saat kelahiran Ragil ayah memutuskan tidak akan nambah anak lagi. Padahal semua anaknya lelaki semua, maka ibu akhirnya sering momong Amie yang lebih tua dua tahun dari adik bungsu kami. Sejak saat itu Amie adalah anak perempuan ibu.
“Sabar Bu. Mas Putro bilang kan kondisinya makin baik walau dia belum sadar,” hiburku. Aku tak ingin ibu juga sakit memikirkan Amie.
“Sampe kapan Mas? Ibu takut dia nyusul Angga dan anak mereka,” ibuku malah ketakutan bila Amie juga akan meninggal seperti suaminya.
***
Aku melihat Amie membuka mata. Aku langsung menekan tombol guna memanggil perawat.
“Aku di mana Mas, kenapa dipasang infus?” tanya Amie pelan, rupanya dia bingung meilhat kondisinya sendiri. Aku tak berani segera menjawab, aku takut salah.
Aku lihat ibu sudah akan selesai salatnya. Lebih baik aku menunggu ibu yang menjawab semua pertanyaan Amie.
“Sebentar ya Dek, tunggu perawat dan dokter datang dahulu. Kamu ada di rumah sakit,” jawabku.
Dokter yang bertugas langsung memeriksa Amie dengan saksama. Dokter juga menanyakan apa yang Amie rasa, pusing atau tidak, mual atau tidak dan banyak hal lain.
Ibu yang baru selesai salat langsung mendekat, dia tahu habis ini segala pertanyaan Amie harus dia jawab dengan bijaksana.
Aku mengikuti dokter dan perawat keluar ruangan untuk menanyakan kondisi Amie tentu saja aku langsung mengabari ayah, Putro dan Ragil tentang Amie yang sudah sadar.
***
‘Amie baru tersadar, Mas tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini . Saat dia tahu Angga dan janinnya meninggal dalam kecelakaan itu.’
“Bude, kenapa aku di sini, mana mas Angga?” Aku mendengar Amie bertanya pada ibuku. dokter baru selesai memeriksanya dan membolehkannya minum sedikit demi sedikit. Ibu telah membuatkan teh manis hangat untuk Amie minum.
=======================================================
Hallo semua. Semoga selalu sehat yaaaa
YANKTIE mengucapkan terima kasih kalian sudah mampir ke cerita sederhana ini. Ditunggu komen manisnya ya.
Jangan lupa juga kasih LIKE, hadiah secangkir kopi atau setangkai mawar dan setiap hari Senin gunakan VOTE yang kalian dapat gratis dari noveltoon/mangatoon untuk diberikan ke novel ini ya
Salam manis dari Sedayu~Yogyakarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments