THE BLESSING OF PICKPOCKETING
Hallo sayangnya eyang semua. Sehat selalu 'kan?
Ketemu lagi di cerita baru yanktie ino. jangan lupa subscribe atau masukin favorite agar kalian enggak pernah ketinggalan kalau novel ini dapat update an bab.
Dari Sedayu ~ Jogjakarta eyang ucapkan : selamat membaca!
\========================================
Jhon mengunci mobilnya yang dia parkir di stasiun Solo Balapan . Saat ini sudah pukul 08.12 kereta listrik PRAMEX ke Jogja sudah tidak terlalu penuh. Jhon membeli tiket dan bersiap masuk. Jadwal keberangkatan kereta pukul 08.30. Lumayan dia tidak terlambat dan tidak akan menunggu lama.
Saat kereta datang, sengaja Jhon tidak mau naik berebut. Dia menanti bisa naik dengan santai tanpa berdesakan. Dia lihat banyak kursi kosong. Diturunkannya ransel dari punggungnya lalu duduk sambil memangku ransel berisi oleh-oleh dari ibunya untuk Amie sang adik tercinta.
“Hiks … hiks,” terdengar isak pelan dari orang yang duduk di sebelahnya sambil mengacak-acak tasnya.
“Kenapa Mbak?” Jhon bingung melihat perempuan itu terisak.
“Dompet saya hilang, saya simpan tiket kereta di dompet saat mau naik kereta. Karena saya pegang ponsel dan helm, takut tiket jatuh tercecer. Ternyata malah dompet saya hilang Om,” jawab perempuan berhijab itu.
“Nanti saya bantu menerangkan pada polsus KA, dan saya bayarkan dendanya Mbak,” Jhon memberi attensi dan menawarkan bantuan. Dia memang cepat tersentuh pada kesulitan sesama.
“Terima kasih Om,” jawab gadis itu sambil menghubungi seseorang di ponselnya.
“Njih wa’alaykum salam Bi. Fara di kereta Bi, barusan dompet Fara hilang saat berdesakan ketika naik Pramexs. Abi besok bisa bantu nemani urus surat-surat ‘kan?” rengek gadis itu dengan manja pada seseorang yang dipanggilnya Abi.
Belum tentu Abi itu panggilan untuk ayahnya ‘kan? Bisa jadi untuk Abimanyu atau nama pria lainnya.
‘Apa aku tua banget ya dipanggil Om, bukan mas gitu?’ batin Jhon. Dia berupaya tidur, lumayan bisa istirahat sejenak.
Namun baru akan terlelap dia merasakan lengannya disenggol. “Om, ada pemeriksaan tiket,” cetus gadis di sebelahnya. Jhon menyiapkan tiketnya dan berharap uang cash di dompetnya cukup untuk membantu gadis di sebelahnya.
Jhon memang jarang membawa uang cash dalam jumlah besar di dompetnya. Biasa uang cash hanya dia butuhkan untuk beli bensin atau jajan di warung kecil yang tak bisa bayar dengan kartu.
“Terima kasih bantuannya. Bisa saya minta nomor ponsel Om?” tanya gadis yang baru saja Jhon tolong.
“Untuk apa?” tanya Jhon penasaran
“Saya ingin mengembalikan uang Om.” balas gadis cantik yang sepertinya keturuan Arab dan berhijab ini.
“Saya akan berikan nomor ponsel saya, tapi sampai kapan pun saya tak akan memberikan nomor rekening untuk kamu mengembalikan uang saya.” jawab Jhon.
“Baiklah. Berikan nomor Om,” gadis itu menjawab setelah berpikir agak lama.
“Siapa namamu? Dan sebutkan nomor ponselmu nanti saya miscall,” balas Jhon. Tentu dia juga tidak ingin hanya gadis itu yang memiliki nomor ponselnya tetapi dia tak memiliki nomor gadis itu.
“Farahdiba … 0838 …,” jawab gadis manis berhijab itu. Dan Jhon pun melakukan miscall pada nomor yang gadis itu. “Ya, sudah masuk, nama Om siapa?”
Jhon mengulurkan tangannya untuk berkenalan. “Pujono.” Farah menerima uluran tangan itu dan mereka resmi berkenalan.
“Kamu ke Jogja rutin tiap hari atau bagaimana?” tanya Jhon. Dia lihat gadis ini masih muda. Mungkin seusia Amie adik perempuannya.
“Tidak Om, hari ini saya akan mengurus transkrip nilai saja di kampus, bulan depan insya Allah saya wisuda. Saat kuliah dulu saya kost di daerah Gondomanan Jogja. Om sendiri apa rutin ke Jogja?” tanpa merasa bersalah, Farahdiba nama gadis itu, terus memanggil sosok lelaki yang baru dia kenal dengan panggilan OM.
“Saya tidak terlalu rutin, tapi kami sekeluarga selalu ke Jogja tiap hari Jumat malam hingga hari Minggu sore. Karena adik perempuan saya dirawat di Cangkringan. Ini saya coba naik kereta karena sendirian mendadak. Biasanya ke Jogja naik mobil bersama dengan ayah dan ibu juga kakak dan adik.” tanpa sadar Jhon bicara cukup panjang pada seorang perempuan.
“Apa hari ini mbolos kerja sehingga bisa pergi ke Jogja di jam kantor?” Farah penasaran.
“Waktu kerja saya memang tidak sesuai dengan jam kantor pada umumnya.” Jhon tak mau menyebut apa profesinya. Setelah itu mereka langsung berpisah ketika kereta berhenti di stasiun Tugu ~ Jogja, tanpa kesan ingin kenal lebih jauh.
***
“Hallo sayangnya mas Jhon. Kamu sehat ‘kan?” Jhon langsung memeluk Amie yang sedang mengupas mangga matang. Amie membalas pelukan Jhon dengan tangan yang masih memegang mangga dan pisau yang dia atur agar tak mengenai baju Jhon.
“Mas boleh minta mangganya?” pancing Jhon. Dan Amie menjawabnya dengan anggukan.
“Mas pulang bila kamu tak mau bercerita. Mas boleh minta mangganya?” ulang Jhon. Seperti pesan Putut suami Amie kemarin, mereka harus selalu memancing Amie bicara, karena Amie belum mempunyai keinginan bicara lebih dulu.
“Boleh,” jawab Amie singkat. Dia melanjutkan mengupas mangga.
“Mangganya manis enggak RA?” tanya Putut sambil duduk diseberang Amie.
“Tahu,” tanpa menoleh Amie menjawab pelan. Maksudnya kaliamatnya adalah tidak tahu.
“Harus tahu dong,” Jhon memancing Amie. “Kalau enggak manis, kamu bisa mengolahnya menjadi juice.”
Amie memotong mangga yang baru dia kupas. Dia berjalan menghampiri Putut dan menyodorkan sepotong irisan ke mulut Putut tanpa bicara.
“Kamu kenapa sodorkan potongan ini? Kamu nyuruh Mas mencicipi atau bagaimana? Kalau kamu enggak bicara, orang enggak akan mengerti apa maksudmu,” Putut sengaja tidak langsung menerima irisan mangga yang sudah menempel di bibirnya.
“Cobain.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Amie, dia menyodorkan irisan mangga ke mulut Putut.
“Menurut Mas ini kurang manis, coba kamu tawarkan ke Mas Jhon. Pendapatnya sama enggak dengan pendapat Mas.” Kali ini Putut memancing Amie kembali bermanja pada Jhon.
“Mas cobain,” lumayan, Amie mengeluarkan dua patah kata untuk Jhon. Amie memberikan potongan mangga ke tangan Jhon, tidak menyuapinya seperti yang dia lakukan ke Putut. Tentu saja Jhon protes akan perbedaan perlakuan yang adiknya berikan.
“Kamu curang Mie, Putut kamu suapin, giliran ke Mas, kamu kasih ke tangan,” goda Jhon sambil menggerak-gerakkan alisnya.
Amie tersipu. Sayang kulitnya hitam manis, sehingga tak terlihat semu merah di pipinya. Karena Jhon tak menerima uluran irisan mangga darinya. Amie meneruskan mengiris mangga yang sudah dikupasnya dan menaruhnya di piring. Dia buat beberapa piring dan diberi garpu. Ada dua piring yang disimpan di kulkas.
Jhon bersyukur adiknya sangat banyak kemajuan setelah dirawat Putro lima bulan ini.
\======================================
Hallo semua. Semoga selalu sehat yaaaa
YANKTIE mengucapkan terima kasih kalian sudah mampir ke cerita sederhana ini. Ditunggu komen manisnya ya.
Jangan lupa juga kasih LIKE, hadiah secangkir kopi atau setangkai mawar dan setiap hari Senin gunakan VOTE yang kalian dapat gratis dari noveltoon/mangatoon untuk diberikan ke novel ini ya
Salam manis dari Sedayu~Yogyakarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments