Patah Hati

Satu bulan sebelumnya....

Perihal mengungkapkan perasaan cinta kepada seseorang terdekat seperti sahabat atau -- seperti dalam kasusku yang mencintai kakak angkatku, biasanya ada dua pendapat. Yang satu akan melarang, mengingatkan bahwa kau bisa kehilangannya kalau dia tidak memiliki perasaan yang sama denganmu. Sedang yang lain akan mendesakmu untuk mengambil sikap karena, jika kau tidak mengatakannya, bukan tidak mungkin kau akan melewatkan cinta sejatimu.

Malang bagiku, aku mendengarkan pendapat yang terakhir. Aku mengatakan kepada kakak angkatku bahwa aku mencintainya.

Tatapan mata kelabu tengah malam Kak Sanjeev mengatakan semuanya: aku baru saja melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku.

"Maksudmu?"

Mungkin dia tidak mendengarku tadi. Mungkin harus kuulang?

"Tadi aku bilang kalau aku mencintaimu."

Dia mengerjapkan mata. "Kau tidak serius, kan?"

Aku dapat merasakan sensasi tarikan maut menyeret harapanku ke dalam kehampaan.

"Oh, maaf, Zia. Mungkin aku yang salah tanggap. Maksudmu, kau mencintaiku sebagai saudara, kan? Cinta dan sayang, itu adalah hal yang sama. Jadi, ya, Zia, aku juga mencintaimu dan menyayangimu. Kau satu-satunya keluarga yang kumiliki saat ini. Kau adik terbaik, saudari terbaik, dan aku sangat menyayangimu."

Kasihan sekali diriku. Ini sungguh-sungguh suatu kekeliruan.

"Zia? Ada apa?"

"Bukan itu maksudku."

"Astaga. Zia, kau... tidak bermaksud...?"

"Ya. Maafkan aku, Kakak."

"Ya Tuhan, bagaimana mungkin?"

Sirna sudah senyuman khas Kak Sanjeev yang beberapa saat tadi menempel begitu lekat di wajahnya. Berganti raut yang tidak kukenali, tapi aku tahu itu bukan pertanda bagus.

"S-sudah berapa lama kau...?"

Kuturunkan tatapan ke arah tanaman dalam pot di sebelah meja kami. "Emm... sudah lama, sebenarnya."

Mungkin seharusnya aku mengenakan sesuatu yang lebih memancarkan aura "calon pacar potensial" hari ini? Dan bukannya dengan menggunakan masker yang menutupi wajahku yang seolah-olah aku memang sudah menyiapkan diri untuk penolakan ini.

Tetapi percuma, dilihat dari raut ngeri di wajah Kak Sanjeev, tidak akan ada bedanya jika aku duduk di seberangnya mengenakan gaun desainer ternama dan seuntai berlian ataukah gaun biasa. Sekali lagi, ini sungguh-sungguh suatu kekeliruan....

"Kakak?"

"Tapi kita bersaudara, Zia."

"Ya, tentu saja. Aku...."

"Dengarkan aku, Zia. Kita memang tidak sedarah, tapi kau dan aku, kita dibesarkan bersama oleh satu ibu yang sama. Kau adikku, dan aku kakakmu."

Halus seperti godam. Penolakan ini tak akan pernah bisa terlupakan dari ingatanku. "Maafkan aku, Kakak. Aku salah. Begini, lupakan yang aku katakan tadi, oke?"

Dia menatap latte-nya seakan-akan minuman itu baru saja menghinanya. "Aku tidak tahu reaksi apa yang kauharapkan dariku. Tapi barusan kau sudah mengatakannya, kan? Maksudku, itu... itu sudah terucap."

Kuedarkan pandangan ke sekeliling kedai kopi yang ramai. Tempat itu penuh sesak dengan para pembelanja Natal yang bersungut-sungut dan mengerubungi meja-meja berukuran terlalu kecil lalu duduk di atas kursi-kursi yang dengan egois dan tak tahu diri telah mereka rebut dari tamu-tamu yang datang sendirian dan mudah diperdaya. "Kurasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, Kakak. Tidak ada yang mendengarnya. Di sini tidak ada seorang pun yang mengenali kita."

Sayangnya celotehan yang kulemparkan itu bukan usahaku yang terbaik. Kuturunkan maskerku dan kutelan seteguk besar kopi sambil berharap mati saja.

Kak Sanjeev menggeleng. "Itu tidak penting. Aku mendengarnya. Oh, Zia, kenapa kau katakan itu? Kenapa kau tidak bisa...?"

Aku menatapnya. "Tidak bisa apa?"

"Tidak mengatakan apa-apa? Maksudku, tidak usah dikatakan saja. Sungguh, kenapa aku? Kenapa membebani aku?"

Aku benci tatapan panik di matanya. Dia tidak pernah memandangku seperti itu sebelumnya. Dalam lamunan abadiku tentang saat ini, kejadiannya sangat berbeda: Oh, Zia, aku juga sudah lama mencintaimu. Kalau kau tidak mengatakannya kepadaku, kita tidak akan pernah menemukan cinta sejati.

"Kita baik-baik saja seperti biasanya, bukan? Maksudku, kalau hubungan kita sudah bagus, kenapa harus diubah? Aku tak percaya kau bisa mengira kalau ini ide yang bagus."

Yah, maaf, tapi begitulah. Di suatu tempat antara hatiku yang konyol serta jelas-jelas terkelabui dan mulut besarku yang konyol, otakku tersingkir keluar dan aku -- si gila yang sakit jiwa ini -- mendapati diriku termakan bujukan bahwa mungkin akulah jawaban dari mimpi-mimpinya. Bahwa mungkin alasan atas begitu banyak waktu yang kami habiskan bersama -- hari-hari penuh gelak tawa dan obrolan dari hati ke hati hingga larut malam -- itu karena kami ditakdirkan lebih dari sekadar bersaudara.

Tentu saja, aku tidak bisa mengatakan semua ini kepadanya. Rasa malu mencuri argumen-argumen cerdas dari otakku sehingga saat itu, di kafe yang penuh dengan orang-orang yang tidak peduli dengan apa yang akan kukatakan, kurasa yang mampu kuucapkan hanyalah:

"Maaf."

Kak Sanjeev menggeleng. "Aku tidak menyangka ini akan terjadi. Kukira kita bersaudara, itu saja. Tapi ini, ini aneh...."

"Aku... aku tidak bisa mengatakan apa pun. Aku sungguh minta maaf, Kakak."

Dia menatapku, kebingungan meliputi matanya. "A-aku tidak bermaksud...."

Aku menggeleng lalu kukenakan kembali maskerku ke tempatnya. Sekarang, air mata yang menggenang tumpah meski aku sudah berusaha mati-matian untuk menahannya.

"Ya ampun, Zia, maafkan aku. Kau perlu memberiku waktu untuk mencerna semua ini."

Aku memalingkan wajah lalu memusatkan perhatian pada pasangan yang tampak sangat menderita yang sedang berbicara dengan sengit di meja sebelah di atas gelas-gelas besar berisi kopi yang tampak meriah dengan banyak krim di atasnya. "Kau tidak menghargaiku," kata si wanita. Saat ini, aku tahu persis bagaimana perasaannya.

"Masalahnya," Kak Sanjeev berkata, "selama ini, kau dan aku, kita berdua, kau mengerti, kan? Kau diadopsi oleh ibuku sedari kecil. Dari pinggir hutan, anak kecil berusia sekitar empat tahun, dibawa pulang oleh ibuku dan dijadikan saudariku. Sejak itu kita bersaudara. Tapi sekarang...." Dia sedang membuat alasan yang tidak masuk akal dan dia tahu itu. Dia mendesa* dalam-dalam. "Maafkan aku. Aku tidak begitu yakin bagaimana harus menghadapi ini. Tapi yang pasti, walaupun ibu kita sudah tiada, itu tidak akan mengubah persaudaraan kita. Tidak ada yang akan berubah. Kau dan aku tetap adik-kakak. Aku adalah kakakmu. Dan, kau, kau harus mengendalikan perasaanmu itu. Oke? Kendalikan dirimu."

Ini parah sekali -- sudah cukup yang kudengar. Aku bangkit berdiri, kepedihan luar biasa dan rasa malu yang menghancurkan mendorong tubuhku lepas dari kursi. Kubuka mulutku untuk melontarkan ucapan perpisahan yang menohok, tapi tidak ada yang keluar. Sebagai gantinya, aku berbalik lalu berlari, jari kakiku terantuk pada kursi tamu sebelah lalu tersandung berbagai jenis kantong belanjaan berjubel, nyaris menyeret kereta dorong bayi berisi barang-barang bersamaku saat aku melarikan diri dengan cara yang sangat tidak anggun dari kedai kopi itu menuju jalan yang sibuk di baliknya, di Pasar Natal yang terkenal di Birmingham.

Aku bodoh! Setelah ini, bagaimana aku bisa menampakkan wajahku di depan Kak Sanjeev? Jelas-jelas aku tidak punya tempat lain yang bisa kutuju selain pulang ke rumahnya.

Ya Tuhan... cinta dan rasa sakit hatiku ini sama besarnya.

Tapi dia tidak bersalah, Zia. Tunjukkan saja kalau kau sangat mencintainya tanpa harus terbalas. Demi ibu yang membesarkanmu, dia ingin kau mencintai putranya -- cinta setulus hati seperti cinta ibunya kepadamu. Penuhi saja permintaan itu. Jangan pedulikan jika perasaanmu tak terbalas. Please, Zia. Kau pasti bisa. Please....

Terpopuler

Comments

Deliana

Deliana

memang sungguh mnyakitkn...

2023-03-23

1

Ninin Primadona

Ninin Primadona

👍😍

ini ngulang baca aku

2022-12-27

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Patah Hati
3 Pertemuan Pertama
4 Hal Yang Mustahil...?
5 Hari Yang Gila
6 Mimpi Aneh
7 Cinta Dan Luka
8 Hampir Sempurna
9 Rapuh....
10 Petunjuk
11 Berpura-Pura
12 Pengorbanan
13 Sad Natal
14 Di Antara Dua Pilihan
15 Segalanya Berubah
16 Desember Kelabu
17 Malam Tahun Baru
18 So Sad....
19 Terjadi
20 Rencana Sempurna
21 I Love You
22 Seandainya....
23 Yang Tak Terduga
24 Oh, My HansH....
25 Dilema
26 Kediaman Mahesvara
27 Hidup Dalam Bayangan
28 Babak Drama
29 Geram!
30 Tenggelam....
31 Masa Lalu
32 Pagi Yang Indah
33 Wa'alaikumussalam, Cinta....
34 Zia Yang Kepo
35 Rumit
36 Pencarian Hati
37 Momen Romantis
38 Bismillah....
39 Panik!
40 Sisi Yang Retak
41 Sial!
42 Masih Oke!
43 Duplikat Sempurna
44 Kesempurnaan Yang Tak Sempurna
45 Di Luar Dugaan
46 Situasi Menegangkan
47 Terjepit!
48 Sahabat Sejatiku
49 Obsesi
50 My Brother
51 Cinta Di Atas Kebohongan
52 Hari Kasih Sayang
53 Zia VS Sheveni!
54 Di Antara Dua Lelaki
55 Yang Terbaik....
56 Sesi Curhat
57 Sesi Air Mata
58 Antara Cinta Dan Kebohongan
59 Just Relax!
60 Di Bawah Sumpah
61 Sebagian Kebenaran
62 Oh Tuhan....
63 Pertengkaran
64 Hari Terburuk
65 Demi Menyelamatkan Diri
66 Door!
67 Drama Again!
68 Rasa Bersalah
69 Lagi, Sesi Air Mata....
70 Nano-Nano!
71 Frustrasi
72 Kekecewaan
73 Keputusan
74 Pengakuan
75 Ketulusan
76 Terima Kasih, Tuhan....
77 Galau....
78 Tiga Minggu Berlalu....
79 Tak Terduga
80 Bertemu Kembali
81 Kembali Bersama
82 Hari Yang Dinanti
83 Akhirnya....
84 Malam Pengantin
85 Super Konyol
86 Menggila Bersamamu
87 Kemesraan
88 Happy Birthday!
89 Baper?
90 Doa dan Harapan
91 Tersiksa Kenikmatan
92 Kejutan...?
93 Ramalan Masa Depan
94 Kesalahpahaman...?
95 Di Kelembapan Menjelang Subuh
96 Kenyataan Pahit
97 Ikhlas
98 Situasi Canggung
99 Setegar Karang
100 Cinta Rasa Jahe
101 Bimbang
102 Pertimbangan Matang
103 Kehangatan Cinta
104 Malika Mahesvara
105 Mengalihkan Perhatian
106 Gosip Murahan
107 Cinta Dan Kepercayaan
108 Terusik
109 Balada Hujan Lebat
110 Ikatan Persaudaraan
111 Tentang Waktu
112 Rujak!
113 Yang Tak Terkira
114 Testpack Positif
115 Positif!
116 Dilanda Kebingungan
117 Ngeri!
118 Suatu Rahasia
119 Alasan Di Balik Semua Pertanyaan
120 Ikhlas....
121 Sakit Hatiku....
122 Demi....
123 Kasih Sayang
124 Penantian
125 Tertipu....
126 Finally
127 Happy Ending
128 Salam Cinta Author
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Prolog
2
Patah Hati
3
Pertemuan Pertama
4
Hal Yang Mustahil...?
5
Hari Yang Gila
6
Mimpi Aneh
7
Cinta Dan Luka
8
Hampir Sempurna
9
Rapuh....
10
Petunjuk
11
Berpura-Pura
12
Pengorbanan
13
Sad Natal
14
Di Antara Dua Pilihan
15
Segalanya Berubah
16
Desember Kelabu
17
Malam Tahun Baru
18
So Sad....
19
Terjadi
20
Rencana Sempurna
21
I Love You
22
Seandainya....
23
Yang Tak Terduga
24
Oh, My HansH....
25
Dilema
26
Kediaman Mahesvara
27
Hidup Dalam Bayangan
28
Babak Drama
29
Geram!
30
Tenggelam....
31
Masa Lalu
32
Pagi Yang Indah
33
Wa'alaikumussalam, Cinta....
34
Zia Yang Kepo
35
Rumit
36
Pencarian Hati
37
Momen Romantis
38
Bismillah....
39
Panik!
40
Sisi Yang Retak
41
Sial!
42
Masih Oke!
43
Duplikat Sempurna
44
Kesempurnaan Yang Tak Sempurna
45
Di Luar Dugaan
46
Situasi Menegangkan
47
Terjepit!
48
Sahabat Sejatiku
49
Obsesi
50
My Brother
51
Cinta Di Atas Kebohongan
52
Hari Kasih Sayang
53
Zia VS Sheveni!
54
Di Antara Dua Lelaki
55
Yang Terbaik....
56
Sesi Curhat
57
Sesi Air Mata
58
Antara Cinta Dan Kebohongan
59
Just Relax!
60
Di Bawah Sumpah
61
Sebagian Kebenaran
62
Oh Tuhan....
63
Pertengkaran
64
Hari Terburuk
65
Demi Menyelamatkan Diri
66
Door!
67
Drama Again!
68
Rasa Bersalah
69
Lagi, Sesi Air Mata....
70
Nano-Nano!
71
Frustrasi
72
Kekecewaan
73
Keputusan
74
Pengakuan
75
Ketulusan
76
Terima Kasih, Tuhan....
77
Galau....
78
Tiga Minggu Berlalu....
79
Tak Terduga
80
Bertemu Kembali
81
Kembali Bersama
82
Hari Yang Dinanti
83
Akhirnya....
84
Malam Pengantin
85
Super Konyol
86
Menggila Bersamamu
87
Kemesraan
88
Happy Birthday!
89
Baper?
90
Doa dan Harapan
91
Tersiksa Kenikmatan
92
Kejutan...?
93
Ramalan Masa Depan
94
Kesalahpahaman...?
95
Di Kelembapan Menjelang Subuh
96
Kenyataan Pahit
97
Ikhlas
98
Situasi Canggung
99
Setegar Karang
100
Cinta Rasa Jahe
101
Bimbang
102
Pertimbangan Matang
103
Kehangatan Cinta
104
Malika Mahesvara
105
Mengalihkan Perhatian
106
Gosip Murahan
107
Cinta Dan Kepercayaan
108
Terusik
109
Balada Hujan Lebat
110
Ikatan Persaudaraan
111
Tentang Waktu
112
Rujak!
113
Yang Tak Terkira
114
Testpack Positif
115
Positif!
116
Dilanda Kebingungan
117
Ngeri!
118
Suatu Rahasia
119
Alasan Di Balik Semua Pertanyaan
120
Ikhlas....
121
Sakit Hatiku....
122
Demi....
123
Kasih Sayang
124
Penantian
125
Tertipu....
126
Finally
127
Happy Ending
128
Salam Cinta Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!