...***...
Ting!
Gisha mempercepat jalannya untuk membuka pintu rumahnya, dia tau William sudah lapar, dan dia yakin orang di depan sana adalah orang yang mengantar makanannya.
"Tuan William, anda harus sege--ha! Anda siapa? Kenapa anda ada di rumah tuan William?!"
Dia heran, pria berjas hitam itu menatap Gisha heran. Jangan tanya, Gisha juga sama herannya, tidak beda jauh eskpresi mereka yang saling terkejut.
"Anda siapa?" Tanya balik Gisha, dia tidak kenal orang asing yang aneh ini, mana tatapannya seolah-olah mengatakan bahwa Gisha orang yang jahat. Sedikit menambah kekesalan Gisha di siang hari ini.
"Anda yang siapa? Dan dimana Bos William?" Dia balik bertanya, seolah tak ingin kalah. Dan merasa bahwa Gisha adalah orang yang jahat dan cukup mencurigakan.
"Oh, saya? Saya istri Tuan William, dan sekarang dia sedang mandi. Dan anda ini siapa?"
"Ha? Istri? Bos udah menikah? Mana mungkin! Bos yang itu, bos yang seperti itu menikah? Orang yang akan memotong tang--"
"Gisha!!!" Teriakan William dari lantai atas memotong ucapan pria berjas hitam itu. William berlari dengan cepat menuju ke arah Gisha. Bahkan kemeja putihnya belum terkancing dengan sempurna.
"Ya? Kenapa? Apa ada yang salah? Kenapa kamu berteriak?" Gisha menatap William penuh curiga, sudah jelas kan? Tingkah pria itu aneh sekali.
"Tidak ada yang salah, dia tamu ku. Kau kembali ke kamar dulu, jangan keluar sampai aku sendiri yang menjemput mu. Mengerti?" Tatapan William sudah menjelaskan semuanya, bahwa Gisha harus menurut kali ini. Tidak boleh ada bantahan apalagi penolakan. Tatapan tajam yang acap kali William keluarkan saat dia ingin mengancam Gisha.
"Makanannya? kamu kan udah lapar? Atau aku masak dulu?"
"Tidak perlu. Sebentar lagi makannya akan datang, jadi tunggulah di kamar sebentar, aku akan segera menyusul." William meninggalkan satu kecupan hangat di pucuk kepala Gisha. Mengusap lembut rambut sang istri.
Gisha menatap William sebentar, sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan kembali dengan pasrah. Meski penasaran Gisha juga tidak berani bertanya, bahkan jika dia berani bertanya, William tidak akan menjawabnya dengan jujur, jadi percuma saja. Lebih baik Gisha menyelamatkan dirinya dan nafasnya dengan segera pergi dari sana, menjauh dari orang seperti William dan tamunya yang aneh. Biarkan mereka membicarakan hal yang mereka inginkan, selagi itu tidak akan merugikan Gisha, Gisha tidak perduli.
"Ah tunggu, maaf karna sudah berteriak kasar padamu. Aku tidak bermaksud begitu, aku bahkan tidak memiliki niat marah padamu, istri ku ini mengerti kan?" William menahan tangan Gisha. Kalimat tanya terakhir itu berhasil membuat seluruh tubuh Gisha kaku, memang luar biasa tekanan yang William berikan. Semuanya selalu berjalan sesuai yang William inginkan. William bilang maaf, tapa aura yang dia pancarkan sangat bertolak belakang.
"Aku mengerti kok." Gisha mengangguk perlahan, memangnya dia punya keberanian apa untuk menolak mengerti? Pasrah saja, Gisha tidak punya gairah untuk memberontak.
"Tunggu aku dikamar, jangan kemana-mana, dan jangan lari." William mengecup singkat bibir Gisha, sebelum akhirnya dia melepaskan tangan istrinya untuk kembali ke kamar.
...***...
Gisha menatap wajahnya di cermin, dia baru selesai mandi, mengeringkan setiap helai rambutnya.
Meski Gisha bilang dia tidak peduli, pada akhirnya dia tetap memikirkan siapa orang itu? Siapa tamu yang tiba-tiba datang dan memanggil William dengan sebutan Bos?
'Apa dia bawahan William ya? Ya, meski dia dibenci, dia kan tetap Tuan muda keluarga Moran.'
Ujar Gisha dalam hati.
Gisha menatap rambutnya yang panjang, masih basah, dia benci bagian mengeringkan rambut ini, soalnya dia jadi terus teringat tentang ibu kandungnya. Sejak kecil, ibunya sering sekali mengeringkan rambutnya, tapi sayang, saat ini sang malaikat lembut itu telah berubah, menjadi orang asing yang tidak Gisha kenali lagi pribadinya.
"Apa aku potong rambut aja ya?"
"Istriku ingin potong rambut? Haruskah kita ke salon sekarang?"
Gisha langsung menoleh kebelakang, setelah mendengar ada jawaban dari suaminya untuk pertanyaan yang Gisha lontarkan untuk dirinya sendiri.
"Tuan William?" Gisha refleks menyebut nama William.
"Tolong hilangkan kata Tuannya, kamu bukan bawahan ku, kamu itu istri ku ... satu-satunya. Panggil William, atau suami ku juga boleh." William berjalan mendekat, dengan senyuman penuh makna seperti biasanya. Senyuman tampan yang mengerikan, yang mampu menekan Gisha sampai ke tulang-tulangnya.
William sudah menurunkan titahnya, untuk itu, Gisha harus mematuhinya kan? Tapi, dibanding memanggil William dengan panggilan 'Suami ku' akan ratusan kali jauh lebih baik memanggilnya dengan namanya saja.
'Apanya yang suamiku, No! Enggak mau!'
Gisha janji, kalimat yang baru dia ucapkan di dalam hatinya, tidak akan pernah William ketahui, atau riwayatnya akan benar-benar tamat di tangan orang gila ini.
"Will?" Gisha mengide untuk menyingkat namanya saja, kepanjangan kalau sampai semua hurufnya disebutkan.
Tanpa Gisha sadari, William menatapnya dengan aneh, tatapan membara, seperti seekor serigala yang sudah menandai miliknya.
"Yah, Will jauh lebih baik. Istri ku memang yang terbaik, jadi apa kita harus pergi ke salon untuk potong rambut?" William mengambil handuk yang sedari tadi Gisha gunakan untuk mengeringkan rambutnya. Will mengambil alih pekerjaan Gisha mengeringkan rambutnya.
Gisha menggeleng pelan, dia tidak mampu menjawab pertanyaan Will. Jangan tanya, jantungnya berdebar seiring semakin seringnya William mengusap kepalanya, bukan karna cinta atau suka. Masalahnya setiap detik dan hembusan nafas William, terasa berbeda.
"Aku punya kabar buruk. Kau tau? Nanti malam kita diundang makan malam bersama keluarga Moran. Dan kita harus datang, karna acara makan malam ini, Kakek sendiri yang mengadakannya. Kakek itu orang yang paling berkuasa di keluarga Moran." Ujar William membuka pembicaraan seriusnya, atmosfernya semakin berat, penuh tekanan, bahkan Gisha bisa merasakan sesak di dadanya.
"Kabar buruk? Bukankah itu artinya kabar baik? Kita di undang di acara keluarga, setelah selama ini kamu diasingkan?"
Sebenarnya sih Gisha tidak ingin ikut campur dan lebih suka diam mengamati saja, tidak ingin masuk lebih jauh dalam urusan keluarga Moran yang membingungkan. Tapi masalahnya, tidak sopan kalau Gisha diam saja setelah William berbicara panjang lebar begitu.
"Ppffttt istri ku polos sekali. Apa kamu nggak tau? Kalau aku ini anak haram dari Steven Moran, aib besar keluarga Moran, yang mereka benci namun terpaksa mereka akui karna semua ini perintah kakek."
"Saya tau kamu anak haram, tapi kan itu bukan salah kamu, mana ada yang mau memilih terlahir menjadi anak haram."
"Gisha-ku benar-benar orang yang baik." William tersenyum, tangannya memeluk bahu Gisha erat. Keduanya sama-sama menatap cermin, saling pandang dengan pantulan mereka. Gisha bisa tau, seberapa mengerikannya senyuman yang kini William pantulkan, Gisha benar-benar tidak berani membantahnya saat ini.
"Jadi kita akan terus dihina saat makan malam nanti?"
"Biasanya begitu, tapi kamu tenang saja. Aku akan selalu melindungi mu. Jangan terlalu khawatir, kamu cukup berada di sisi ku saja. Sisanya aku yang akan urus." William meninggalkan beberapa jejak kepemilikannya di leher putih Gisha. Sang pemilik leher juga tidak berani bergerak, apalagi menolak. Suka-suka William saja, Gisha tidak berani membantah, dia memang lemah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
alisya
bendera merah will nya
2023-02-15
0
Rita
love love suka💜
2022-12-16
0
Miyura Rajati
lanjut lah othor...
2022-12-15
0