...***...
Perlahan Gisha membuka matanya, perih terasa di area wajahnya, ah, bekas tamparan itu masih terasa. Belum lagi badannya sakit semua, kakinya pegal dan sulit di gerakkan.
Dia menatap lengan yang kini mengurungnya, beralih melihat wajah pria itu, wajahnya tampan seperti biasa. William memeluk Gisha dengan erat, tidak melepaskannya bahkan dalam tidurnya.
Tidak seperti malam pertama kala itu, dimana Gisha menghabiskan malam bersama tapi bangun sendiri. Kali ini, Gisha menghabiskan malam bersama dan bangun juga bersama, William masih tetap berada di sisinya.
Sedikit malu, saat Gisha menutup matanya, mengingat kembali hal-hal tadi malam yang dia lakukan dengan pria satu selimutnya saat ini. Bahkan Gisha saja tidak berpakaian dengan lengkap, jangan tanya, William juga sama.
Tapi, tidak ada debaran menyenangkan, hanya ada ketakutan dan tekanan. Gisha benar-benar hanya menuruti perkataan William karena rasa takut tanpa ada cinta disana.
"Kalau dilihat begini dia polos seperti malaikat tanpa dosa. Tapi, kalau mengingat tadi malam, benar-benar deh, dia iblis berwajah malaikat. Aku bahkan tidak ingat jam berapa aku tidur kemarin malam."
Gisha mengucek matanya, mencoba menahan rasa kantuk yang masih tersisa. Dia harus bangun, di rumah mereka tidak ada seorang pelayan pun, makanya harus tetap Gisha yang membersihkan dan membuat sarapan untuk William. Tidak masalah, tidak terlalu melelahkan juga, rumah mereka tidak besar, tidak megah, yah walau William merupakan Tuan Muda dari keluarga Moran, tetap saja, William adalah anak haram yang dibenci, makanya dijauhkan dan diasingkan dari rumah utama. Apalagi William itu penyakitan dan memiliki masalah mental, mana ada keluarga yang mau mengurusnya.
"Tidur aja lagi, aku tidak terlalu lapar, dan ya kau tidur pukul tiga lewat dua puluh enam menit, jadi kau masih mengantuk, ayo tidur lagi istri ku. Tutup matamu lagi."
Satu kecupan William daratkan tepat di mata istrinya, Gisha menatap wajah pria itu lagi. Dia masih menutup matanya dengan sempurna, tapi mendengar segala perkataan Gisha?
"Aku udah enggak ngantuk, Aku mau bangun sekarang. Jadi tolong singkirkan lengan anda ini."
"Ah, istri ku sudah tidak mengantuk lagi? Dibanding sarapan? Bagaimana kalau melanjutkan hal kemarin malam yang belum selesai?"
"Tidak, aku ngantuk, aku akan tidur lagi." Gisha segera menutup matanya, dibandingkan dia menyetujui tawaran William barusan, lebih baik dia tidur saja.
"Pilihan yang bagus, selamat pagi istri ku, dan ayo tidur lagi. Lagipula, hanya ada kita berdua di rumah ini."
William menarik tubuh Gisha untuk lebih rapat dengannya, agar dia bisa merasakan hangatnya tubuh sang istri.
"Selamat pagi, dan aku akan tidur lagi."
Terserah, toh William sendiri kan yang memintanya untuk tidur lagi, itu lebih bagus dia mau tidur juga. Sejujurnya Gisha juga masih ngantuk dan dia lelah.
William membuka matanya dengan jelas setelah Gisha benar-benar tertidur nyenyak. Di pagi hari yang mendung ini, memang paling enak tidur lagi.
"Sampai kapan pun kamu tidak akan bisa lari, istri ku. Sekali milikku, selamanya akan tetap menjadi milikku. Akan ku buat kau tetap di sisiku, entah itu harus menghilangkan kaki mu atau kebebasan mu. Tidak boleh pergi, sama sekali tidak boleh."
...***...
Gisha membuka matanya, ini sudah kedua kalinya dia bangun hari ini, satunya bangun pagi yang langsung tidur lagi, dan kali ini bangun siang. Berkat itu, tubuh Gisha jadi lebih baik, setidaknya tubuhnya tidak sepegal sebelumnya, nyeri di wajahnya sudah mulai berkurang. Pegal di kakinya juga sudah mulai hilang, badannya yang kaku sudah mulai rileks. Rasa kantuk yang tadi mendominasi juga telah hilang sempurna.
Gisha melihat kanan dan kiri, sudah tidak ada lagi William di sebelahnya. Lagi dan lagi, dia bangun tanpa sosok William di sampingnya. Padahal William yang menyuruhnya tidur dengan nyenyak, tapi dia juga yang pergi setelah Gisha bangun.
Dejavu lagi? Dia pergi lagi setelah aku bangun? Luar biasa, aku di suruh nunggu lagi.
"Aku disini istri ku. Aku tidak pergi lagi. Jadi berhenti memasang wajah masam seperti itu, kau harus bangun dengan senyuman."
Deg
Gisha terkaget sendiri, dia melihat ke asal suara. Sudah ada William yang duduk di sofa dengan piyamanya kemarin malam.
"Maaf, aku pikir kamu akan pergi lagi setelah aku bangun." Gisha duduk bersandar di kasurnya, tentunya dengan selimut yang menutup sempurna tubuh polosnya.
"Maafkan aku, yang kemarin memang salah ku, harusnya aku memberitahu mu kalau aku akan periksa kesehatan, lain kali, tidak akan aku ulangi, jadi berhenti berpikir bahwa aku akan pergi meninggalkan mu setelah kau bangun. Selamanya, aku tidak akan pernah meninggalkan mu, selamanya aku akan selalu ada di sisi mu, istri ku." William berjalan perlahan ke arah sang istri, sedikit menunduk mengecup kening perempuan miliknya itu.
"Lagipula aku juga tidak berani meninggalkan mu sendirian lagi, karena istri ku sangat aktif, kau kan bisa pergi tiba-tiba tanpa izin dari ku, aku bersyukur bisa menemukan mu kemarin, tapi aku tidak tau apakah bisa menemukan mu lagi setelah kehilangan mu." Senyuman William sudah menjelaskan semuanya, bahwa Gisha benar-benar tidak boleh pergi lagi.
Deg
Seketika ketakutan kembali merayap di tubuh gadis itu, seperti kelinci yang terkurung di kandang serigala, seperti kelinci yang menjadi tawanan srigala, setiap detiknya sulit untuk Gisha lewati dengan tenang.
"Aku akan buat makan siang." Gisha bersiap memakai kembali seluruh pakaiannya secara lengkap.
"Tidak perlu, aku sudah pesan makanan tadi. Sebentar lagi pasti sampai. Aku ingin mandi, mau ikut?"
"Boleh kalau aku menolak?"
"Ya, kalau yang ini boleh." William tersenyum manis, senyuman yang harusnya bisa melelehkan banyak gadis, tapi tidak dengan Gisha yang sudah dipenuhi ketakutan akan William.
"Kalau begitu aku menolak, aku sedang tidak ingin menyentuh air, rasanya dingin."
"Baiklah, aku mengerti." Satu kecupan singkat William tinggalkan tepat di bibir Gisha, dia mengusap bibir merah muda yang lembut itu sebentar, sebelum akhirnya William melepaskannya dan pergi mandi sendiri.
Hah~
Akhirnya Gisha bisa bernapas lega setelah William menutup pintu kamar mandinya. Akhirnya Gisha bisa menghirup udara yang berbeda dengan William. Ada perasaan bebas di dalam dirinya.
"Gayanya kayak suami yang lembut dan baik hati. Tapi beda sensasinya kalau merasakan jadi istrinya langsung. Rasanya setiap di sentuh dia, nyawa ku berkurang 10 tahun." Gisha mengelus dadanya. Dia bergerak secara perlahan, memakai pakaiannya secara lengkap sebelum William kembali.
Tubuh yang lemah, mental yang kacau? Mental yang aneh itu benar, tapi kalah fisik yang lemah? Entahlah, aku masih bingung harus percaya atau tidak.
"Masih agak sakit. Apa sekarang Rendi masih di kurung di rumah itu ya?"
Meski sudah tidur cukup lama, tidak membuat Gisha melupakan ingatan menyedihkan kemarin malam soal orang tuanya. Untuk pertama kalinya Gisha merasa seperti itu, untuk pertama kalinya Gisha merasa dunianya runtuh, disaat sang ibu yang dia percaya sebagai dinding terkokoh dalam hidupnya malah rubuh menimpa dirinya.
*Ting!
Suara Bel rumah mengacaukan lamunan Gisha, dia harus keluar sendiri untuk mengecek siapa tamu itu, karna tidak ada satupun asisten rumah tangga di rumah ini.
"Mungkin makanan yang William pesan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Rita
g dibuat lgsg jatuh cinta gishay
2022-12-16
0
Rita
ceritay menarik suka💜
2022-12-16
0