Hujan rintik-rintik membasahi padatnya aktivitas ibukota pagi ini. Ada gulungan banyak rasa yang kini tengah menggilas kepercayaan diri Aditya dengan sangat tipis. Suara gesekan dedaunan dan ranting pohon, terdengar merdu sesekali di telinga.
Secercah harapan untuk bisa menebus dosa masa lalu pada Maya, kini seolah kandas akibat pertemuan terakhirnya dengan wanita itu sore tadi. Malam ini, Aditya duduk seorang diri di teras belakang, menikmati aroma tanah basah yang kini menguar dari area taman kecil dekat gazebo di tengah dapur.
Rumah mewah Aditya ....
Ditya tak pernah membayangkan, bahwa dirinya akan menemui situasi yang demikian. Bertemu kembali dengan Maya, nyatanya juga terungkap sebuah fakta. Betapa menyakitkan, ketika Maya tadi menatapnya penuh murka. Tak masalah, toh Aditya yang bersalah sejak awal. Dirinyalah yang memancing kehancuran hidup Maya.
Dan sebuah keberuntungan tersendiri, Ditya mendapatkan nomor si mucikari yang dipanggil Mami Jovita oleh Maya. Di suatu kesempatan, Aditya berjanji akan mengadakan janji temu dengan wanita itu, untuk mencaritahu tentang Maya dan anaknya.
Dua tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama Citra, mungkin inilah alasan mengapa Tuhan tak memberinya keturunan melalui Citra. Sebersit kesimpulan mulai Ditya ambil, mungkin ia harus menebus dosanya pada Maya.
Sakit memang, tetapi itulah yang ada. Ditya merasa ia tak bisa meneruskan pernikahan bersama Citra, wanita pilihan ibunya yang dipilih sebagai menantu keluarga Darmadji.
Saat itu, Ditya sudah menolak dengan alasan sedang menanti kedatangan seseorang. Namun Inayah tetaplah Inayah . Istri Adi Darmadji itu adalah tipikal wanita yang keras kepala.
"Mas, kenapa disini?" Citra menyapa Ditya, dengan mata yang masih sembab. Wanita itu juga meletakan secangkir teh panas di depan Ditya.
"Masuklah. Malam sudah mulai larut."
Alih-alih masuk, Citra justru duduk dengan tenang di samping Aditya. Ada sebuah keinginan citra yang begitu besar, yang sayangnya hingga saat ini tengah menemukan batu sandungan.
"Nanti saja, Citra. Masuk sendiri saja. Aku masih ingin disini," jawab Aditya dengan suara pelan. Nada bicaranya biasa saja, hanya saya, itu terdengar menyakitkan bagi seorang istri yang merasa diabaikan.
"Mas, kau sudah berjanji di depan keluargamu dan keluargaku, jika kau tak akan mengabaikan aku," ungkap Citra mengingatkan.
"Jangan berlebihan, Citra. Dari awal aku sudah katakan sebelum menikah, aku tak mencintaimu dan kau bersedia hidup mendampingi aku. Aku tak pernah memaksamu untuk tetap tinggal bersamaku hingga saat ini. Aku berjanji untuk tak mengabaikan dirimu, semata karena aku sadar, bahwa aku tak seharusnya membuang istriku. Sekarang, situasinya sudah berbeda, Citra. Bayangan wanita yang selama sembilan tahun ini menghantui aku, telah kembali wujudnya. Dialah cintaku yang sesungguhnya," ungkap Aditya jujur.
"Sayangnya, aku telah melukai hati mulianya," imbuh Ditya.
Mati-matian Citra menyembunyikan perasaannya yang terluka. Hanya saja, saat ini rasanya begitu sangat menyakitkan dan ingin menangis. Andai waktu bisa diputar, bisakah Citra mundur saja dari perjodohan itu?
Sayangnya, citra sudah terlanjur terpuruk pada jurang penyesalan, dan tak ada yang bisa menghentikannya.
"Apakah alasan aku tidak mengandung sampai saat ini, karena kau yang melakukan pencegahan, mas?" lirih Citra. Matanya nyalang menatap langit lepas malam ini, namun pendengarannya berfungsi dengan baik.
Ditya adalah seorang dokter. Bukan berprasangka buruk, hanya saja, Citra menebak kasar apa yang terjadi dalam rumah tangganya.
"Aku tidak melakukannya. Jangan menuduhku. Aku juga berpesan padamu, jangan membenci dan menuduh Maya yang tidak-tidak. Dia begitu akibat aku yang memrayunya dimasa lalu. Dia hanyalah korban, akulah pelaku utamanya," ungkap Ditya.
Hening menyelimuti keduanya, menyisakan banyak tanya yang kini tengah mendera otak keduanya.
"Lantas, apa yang akan lakukan setelah ini? Menceraikan aku?" tanya Citra.
Bak sebuah tombak yang menghunus dada Ditya. Ditya sadar, bukan hanya Maya yang pernah ia sakiti dengan sangat dalam. Namun, ada Citra yang juga tengah merasakan sakitnya.
Katakanlah Ditya brengsek, Ditya tak akan keberatan ataupun menyangkal.
"Mungkin. Tetapi yang pasti, aku akan mencari tempat tinggal Maya dan anakku setelah ini," jawab Ditya pelan. Ditya sadar betul, dirinya tak mungkin membiarkan anaknya menanggung nasib tumbuh tanpa ayah, lebih lama lagi.
"Aku tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, Mas. Hanya saja, korbannya disini bukan hanya Maya, melainkan ada darah dagingmu juga. Kasihan dia yang tidak tahu apa-apa. Kalau bisa, carilah dia segera," lirih Citra.
Batin wanita itu bersinggungan dengan logika yang berjalan di dalam otaknya. Ia ingin menguasai suaminya seorang diri, namun tidak tega bila harus melihat darah daging Aditya terlantar.
"Nanti, Citra. Aku tidak akan mencarinya, sebelum aku menemui Ibuku di kampung," tukas Aditya kemudian. Lelaki itu bangkit, meninggalkan Citra disana.
"Malam ini, aku akan mengunjungi Ibu, Citra. Tetaplah di rumah dan aku akan pulang mungkin beberapa hari lagi," ungkap Aditya sambil berlalu pergi, meninggalkan Citra yang mengerjapkan mata tak percaya.
"Kau meninggalkan aku di rumah sendirian, Mas?" Citra bertanya lirih, mencoba menghalau sesak yang tiba-tiba menghantamnya.
"Ya. Aku akan menyelesaikan urusanku di sana untuk beberapa waktu," jawab Ditya lagi sebelum berlalu pergi.
'Kau, mengapa sikapmu ini berubah seperti setahun pertama kita menikah, mas?'
Citra memejamkan mata, menikmati angin malam yang membersamai luka yang perlahan menggerogoti hati.
Sedangkan Aditya, lelaki itu segera ke kamar, berjalan dengan langkah lebar. Kakinya yang jenjang, menciptakan suara gesekan sandal rumah dan lantai.
Lelaki itu kembali mengingat bagaimana pilunya Maya mengungkapkan apa yang ia rasa. Bisikan kejam dirinya di masa lalu, erangan lirihnya, bahkan suara menyakitkan bercampur ******* yang meluncur dari bibir Maya, rasanya Aditya tak tahan dan ingin menghilangkannya saja. Sayangnya, Ditya tak bisa melakukannya.
"Aku bersumpah, Ditya. Bahkan sakitnya, kau tak akan pernah bisa menebusnya dengan dunia dan ragam isinya. Yang paling menyakitkan adalah, saat aku diusir keluar dari rumahmu oleh ibu dan adikmu, dalam kondisi aku mengandung darah dagingmu. Cacian, hinaan, hujatan, semua aku terima dan aku dituduh memfitnah mu saat itu. Hujan deras ... aku tertatih diusir dari kampung, karena mempertahankan anak ... mu. Aku, aku ... terus berjalan terkatung-katung mencari belas kasihan, menjadi gelandangan dan makan nasi sisa orang selama dua bulan lamanya. Kau ... kau tak akan tahu bagaimana rasanya, sakit seperti ... yang aku ... rasa."
Sekali tarik, seluruh baju Ditya dalam satu saf tercecer di lantai. Napas pria itu memburu seiring dengan jantungnya yang memompa lebih cepat. Wajah Ditya kembali memucat, membayangkan bagaimana sengsaranya Maya saat itu, membuat Aditya merasa tak berdaya sendiri.
Mata lelaki itu memerah, akibat tak bisa menahan gejolak hebat yang berhasil mengaduk otaknya. Kepala Ditya berkunang-kunang, membiarkan linu merembes pada pelipis hingga kepala belakangnya.
Tak lama kemudian, Aditya meluruhkan tubuhnya ke lantai. Ini baru permulaan. Bisa dipastikan di masa depan, Aditya akan merasakan sama merananya dengan Mayasari Ahmad sejak sembilan tahun silam.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ai Hodijah
kau telah menyakiti bantak hati ditya,keluarga egois
2023-01-12
1
Alya Yuni
Ibunya Aditya trllu egois
mkanya jdi prmpuan tau dri jngn mengemis cinta ap lgi lki gk mencintaimu
nikmati kebidohnmu Citra kau senang di atas pendritaan orng lain
2023-01-12
0
Sepriyanti Adelina
semangat up thorr💪🏻💪🏻💪🏻
2022-12-23
1