Tak mau dicerai

"Mas, dia ... dia siapamu?"

Aditya Darmadji hanya bisa meneguk salivanya yang terasa pahit. Merangkul Maya yang tak sadarkan diri, disaksikan oleh istri terkasih, membuat dirinya syok dan nyaris mati. Jantung pria itu menghentak bak petir yang menyambar bumi tanpa henti. Kilat matanya menunjukkan kepanikan yang selama ini tak pernah Aditya tampakkan.

Ditambah lagi, pengakuan Maya yang telah mengandung anaknya lebih dari satu dasawarsa yang lalu. Itu artinya, Aditya memiliki anak berusia satu dasawarsa. Bukankah ini sesuatu yang mengejutkan.

"Aku akan jelaskan nanti, Citra. Sekarang, pasien butuh penanganan," jawab Ditya pelan. Saat seperti ini, keselamatan dan kondisi kesehatan Maya jauh lebih penting di atas segalanya.

"Astaga, darah!" Pekik Shela yang melihat darah merembes keluar dari paha mulus Maya yang terluka.

Sontak saja, Ditya dan wanita berseragam suster bernama Citra Larasati itu, menoleh ke arah paha Maya yang masih dibalut perban.

Meski terasa berat, namun Ditya seperti tidak merasa terbebani oleh bobot tubuh Mayasari yang sintal itu. Lelaki itu mengangkat Maya tanpa kata, membawanya kembali masuk kamar.

Shela memucat di tempatnya. Wanita itu melihat dengan jelas, raut wajah dan kilat mata penyesalan yang dimiliki oleh Aditya. Sayangnya, semua itu tetap tak akan mampu menebus luka dan penderitaan seorang Mayasari Arsyad.

Lelaki yang selalu tampil Hedon dan terkenal dengan karakter flamboyan itu, seolah tidak memikirkan perasaan seorang wanita yang mengekornya. Ada raut sedih sekaligus kecewa pada Citra, saat tahu, suaminya rupanya tengah bertemu dengan wanita masa lalunya. Terlebih, pasien yang bernama Maya itu pernah mengandung anak suaminya.

Jangan tanya, Citra tentunya hancur berkeping, dengan kemarahan yang masih ia tahan. Satu yang membuat Citra kecewa, mengapa suaminya tidak pernah jujur padanya?

Di luar ruangan Shela merasa tertekan akan kondisi ini. Ia perlu menghubungi mami Jovita untuk memberitahu kabar Maya.

Dalam dunia malam, Maya memang dikenal dengan nama Sari Donna. Nama samaran Maya yang diberikan oleh Mami Jovita.

Usai memberi penanganan pada Maya, Aditya baru tersadar, Citra telah keluar entah sejak kapan. Yang Ditya ingat, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana raut kecewa istrinya itu. Sekali lagi, Ditya menghembuskan napasnya kasar.

Bagaimana nanti dirinya harus menjelaskan pada istri dan juga keluarga istrinya, jika mereka bertanya. Sementara di atas ranjang pesakitan di depan Ditya, wanita yang pernah mengandung anaknya itu, tidak sadarkan diri. Wajah Maya bahkan lebih pucat dari sebelumnya, dan Ditya semakin merasa bersalah.

Diliriknya jam yang bertengger pada pergelangan tangannya, dan jam kerja Ditya sebenarnya telah usai setengah jam yang lalu. Ditya harusnya pulang dan tidur setelah ini.

"Siapa namamu? Kau teman Maya?" Ditya bertanya pada Shela, saat Shela baru saja selesai bicara dengan mami Jovita. Ada selaksa sesal yang Shela tangkap dari netra Ditya.

"Aku Shela, teman seprofesi Sari dalam dunia malam," Shela menjawab jujur apa adanya. Suaranya datar dan biasa saja.

"Panggil aku Ditya. Aku akan pulang sebentar lagi. Aku titip Maya padamu, Shela. setelah ini aku akan datang lagi sebagai pengunjung," lirih Ditya. Ia tahu betul, betapa ia sangat lelah dan tubuhnya perlu mandi agar segar.

"Tidak perlu dititipkan, Dokter Ditya. Sudah menjadi tanggunganku merawat dan menjaga sahabatku. Jadi pulanglah, dan anda tidak perlu meminta izin padaku," jawab Shela kemudian. "Jangan mengusik hidup Sari, aku mohon. Hidupnya sudah banyak menderita selama ini. Jangan merusak perasaan Mayasari lagi, setelah ia bersusah payah memperbaiki setelah kau hancurkan dulu."

Meski nada bicara Shela terdengar biasa saja, namun siapa yang menyangka, hal itu cukup membuat hati Ditya tertampar keras. Ada sejawat bayangan luka masa lalu yang dirasakan Maya, yang kini seolah Aditya rasakan.

"Terima kasih jika begitu. Saya mohon, tolong jangan biarkan Maya pergi sebelum lukanya pulih total," lirih Ditya lagi, sebelum Ia berlalu pergi dari sana.

Ditya pulang, menuju sebuah rumah yang cukup besar, tempat yang selama ini dihuni oleh dirinya dan citra, sang istri. Mungkin, Citra tak ingin menemui dirinya lagi. Namun biar bagaimana pun, menjadi sebuah kewajiban bagi Ditya untuk menjelaskan.

Hingga Ditya tiba di rumahnya, ia masuk, mencari istrinya yang tak bersuara sama sekali. Dan Aditya Darmadji itu mengerutkan alisnya, saat mendapati istrinya yang sedang melamun di dekat wastafel sambil mencuci tangan, dengan pipi yang sudah basah.

"Citra, kau menangis?" Lirih Ditya. Sontak saja, suaranya itu berhasil membuat citra terkejut.

Citra sendiri enggan menjawab, dan lebih memilih mengusap air matanya.

"Ayo duduk, aku akan menjelaskan," Ditya meraih tangan istrinya, dan menuntunnya untuk duduk di meja makan.

"Dia siapamu, Mas? Mengapa dia mengaku telah mengandung anakmu dulu?" Citra mencicit lirih.

Ditya menghela napas panjang, menghalau sesak dan rasa bersalah di hatinya.

"Dia adalah Mayasari Arsyad. Wanita Yang dulu pernah aku rayu untuk menyerahkan kegadisannya padaku, di dalam bilik bambu beratapkan daun Rumbia. Disana pula, aku meninggalkannya dalam kondisi tergeletak. Aku, aku sungguh tidak tahu, jika akibat malam itu, menyebabkan dia mengandung anakku. Aku pun baru tahu tadi," jelas Aditya, sambil menunduk dan memainkan ponselnya.

"Aku tidak tahu jika karena aku, dia diusir dari kampung, terkatung-katung di jalan hingga makan makanan sisa orang lain. Andai aku tahu dia mengandung saat itu, aku bersumpah tidak mungkin aku tega meninggalkannya," tambah Ditya lagi.

"Jangan pernah melibatkan kata sumpah untuk menutupi sifat bajinganmu, Mas. Aku pikir, kau adalah lelaki idaman banyak wanita yang sempurna. Rupanya kau dengan tega menyakiti hati wanita dan meninggalkannya, setelah kau menikmati sari tubuhnya. Ya tuhan, kita berumah tangga baru dua tahun lamanya, dan sekarang datang wanita yang mengaku telah mengandung anakmu dulu. Ini sakit, benar-benar sakit," Citra menangis tersedu-sedu. Wanita itu melipat tangannya di atas meja, dan menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangannya.

"Ya, aku yang bajingan. Aku yang berdosa. Bahkan Maya saja jijik denganku. Aku memang pantas dihukum," keluh Ditya. Terkadang, ada penyesalan yang terlambat.

Rasa cinta untuk Maya, Aditya pikir tidak akan pernah datang padanya. Sayangnya sejak malam itu, Aditya selalu bermimpi buruk, dan wajah Maya yang seolah menahan sakit, seringkali menghantui.

Ego dan prinsipnya yang tidak akan pernah menikahi wanita miskin, seolah tergilas oleh bayangan Maya yang ia tinggalkan begitu saja. Aditya menyesal, ya, meski penyesalan itu terlambat.

"Aku tidak mau kau cerai, Mas. Apapun yang terjadi, ibumu sudah mewanti-wanti diriku untuk menjaga pernikahan kita. Jika kau ingin mengejar Maya, itu terserah padamu karena ada anak diantara kalian. Yang jelas, aku tak akan pernah mau kau cerai," tegas Citra.

Wanita yang bernama Citra itu, begitu sangat memuja dan mendamba Aditya sejak di bangku SMA dulu. Dihadapkan pada kemungkinan mereka berpisah, tentu saja Citra tak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Aku tidak tahu, Ci . . . tetapi yang jelas, aku harus mencari anakku," tandas Aditya kemudian.

**

Terpopuler

Comments

Arya akhtar

Arya akhtar

Mayasari Ahmad apa arsyad

2022-12-27

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!