Si wanita malam

Sepasang mata itu menatap Maya penuh penasaran dan pertanyaan. Ada kilat penuh tanya yang terlihat jelas dalam pendarnya.

Si pemilik mata indah itu mundur dua langkah, lantas berbalik dan berlalu pergi.

Satu tekad dalam hatinya mulai tumbuh, bahwa ia akan mencari tahu apa hubungan Aditya dan wanita malam itu di masa lalu.

**

Seorang suster tengah berusaha membujuk Maya agar bersedia makan pagi ini. Namun sayangnya, Maya tetaplah Maya yang keras kepala. Wanita yang berasal dari desa pelosok itu masih berkeras hati enggan untuk makan dan sama sekali tidak mau menuruti apa yang suster katakan.

“Makanlah barang sebentar, mbak. Jika mbak tidak mau makan, bagaimana bisa sembuh?” bujuk suster.

“Tolong tinggalkan aku disini, Suster. Aku ingin sendiri. Aku tengah menunggu seseorang datang untuk menjengukku pagi ini. Jangan khawatir, jika dalam waktu satu jam aku tak makan, kau bisa kembali memarahiku. Kau bisa pegang kata-kataku,” sahut Maya.

“Baiklah,” Suster mengangguk dan berlalu pergi, setelah meletakkan lagi makanan untuk Maya.

Tinggallah Maya sendiri. Wanita itu tengah memikirkan banyak hal yang baru saja terjadi padanya. Entah mengapa, hatinya terasa sesak bukan main saat bertemu kembali dengan lelaki masa lalunya.

Sakit? Jangan tanya lagi. Bahkan terasa ditusuk ribuan belati dari segala arah.

“Sari? Ya ampun, astaga. Maaf baru bisa menjengukmu pagi ini. Semalam tamuku benar-benar tidak bisa ditinggal. Terpaksa pagi buta aku pulang dan mengambil tasku sebelum kemari,” ucap seorang wanita yang baru saja tiba dan masuk ke dalam ruang rawat Mayasari.

Dialah Shela, wanita seprofesi dengan Mayasari sebagai Lady Esscort di salah satu tempat hiburan malam. Pemilik tubuh sintal dengan kulit sawo matang itu, benar-benar menjadi sahabat terbaik Maya selama ini.

“Tak apa, Shel, semua sudah baik-baik saja. Jangan khawatir, ini akan sembuh dan pulih dalam waktu dekat,” jawab Maya.

“Eh, aku tadi ketemu sama dokter yang katanya menangani kamu. Aduh, cakep nya tak ada obat. Boleh tidak, ya, kalau aku mengajaknya berkenalan. Siapa tahu bisa menjadi imamku,” ucap Shela.

“Sebaiknya jangan. Dia bukan lelaki baik sejauh yang kau kira,” kata Maya sambil menatap tajam Shela.

“Hah? Memangnya kau tahu dari mana?” Tanya Shela penuh penasaran.

“Kau tak melihat id card yang menggantung di dadanya? Dialah Aditya Darmaji,” ungkap Maya dengan tersenyum getir.

“Apa? Jadi, dia . . . ?” tanya Shela terpekik.

“Ya. Dialah orangnya,” Jawab Maya. Wanita itu refleks mengusap sudut matanya yang berair.

Suasana kamar Mayasari Ahmad itu mendadak hening, membiarkan beribu kesakitan menghujaninya lebih dalam. Meski sudah sembilan tahun berlalu, namun sakitnya masih luar biasa menyiksa. Sedikitpun tidak terkikis oleh waktu dan jarak.

Kini, dipertemukan kembali dengan Ditya, dunia Maya terasa porak poranda lagi, setelah sebelumnya Maya susah payah menata hidupnya yang hancur. Sembilan tahun nyatanya bukan waktu yang sebentar untuk Maya jalani.

Ada banyak bara api dan beribu onak duri yang harus Maya lewati, dengan berbagai ranjau yang menghiasi setiap tepi jalan Maya. Rasanya menyakitkan, namun itu berhasil membuat Maya menjadi kuat dan tidak tertandingi.

"Aku tidak mengerti dengan maksud Tuhan kali ini. Mengapa Tuhan memberiku banyak ujian, Shela? Bahkan setelah aku mulai bisa mendamaikan hatiku tanpa bayangan Ditya, dengan mudahnya Tuhan mempertemukan aku kembali dengannya. Apa aku berdosa, jika aku berpikir bahwa Tuhan tidak menyayangi aku? Demi pemilik sepasang mata bening tak berdosa itu, aku masih bertahan meski harus hancur seperti ini, meski harus berkubang dalam dunia nista dan dunia kegelapan," Maya masih saja terisak, membiarkan emosi yang sejak tadi di tahannya, meluap di hadapan Shela.

Tak ada yang bisa Shela lakukan selain mengusap bahu lemah Maya. Bila tentang Aditya, Maya tak memiliki kekuatan sama sekali. Semangatnya seolah tercabik dan musnah tanpa sisa.

"Aku ingin pulang saja, Shela. Aku tidak akan kuat, jika aku terus bertahan dengan luka ini. Pusaran rindu dan angin kebencian ini, kurasa sanggup membunuhku perlahan jika terus aku biarkan bertarung. Lebih baik, aku pindah rumah sakit atau merawat lukaku seorang diri saja di rumah," cicit Mayasari lirih.

Wanita itu lantas membuka paksa jarum infus yang menempel pada pergelangan tangannya, melempar begitu saja infus itu hingga teronggok mengenaskan di lantai.

"Sari, apa yang kau lakukan?" pekik Shela akibat terkejut.

"Aku ingin pulang saja. Kau membawa uang? Pinjami aku uang cash, dan aku akan menggantinya nanti di rumah," ujar Mayasari, setelah dirinya berhasil berdiri, dan melangkah dengan langkah tertatih.

"Ayo, ikut aku ke rung administrasi."

"Tapi kau belum sembuh betul. Ya tuhan, mengapa kau jadi begini, Sari. Kau harus di rawat sampai sembuh," Shela mencegah sari, dengan menarik baju rumah sakit yang khas berwarna hijau.

"Aku bisa menyembuhkan lukaku seorang diri, Shela. Jadi jangan khawatirkan aku," lirih Maya kemudian.

Pada akhirnya, tak ada yang bisa mencegah keputusan Maya, meski Shela sekalipun. Lady Esscort sekaligus pelacur itu, berjalan tertatih, seraya menahan perih di hatinya, serta nyeri akibat luka pada pahanya.

"Maya, kita jangan pulang dulu. Biarkan dirimu dirawat disini lebih dulu, sampai sembuh. Setelahnya jika kau ingin pulang, kita bisa pul .... " Shela mencoba untuk membujuk, namun kalimatnya terhenti saat Mayasari menyela.

"Kalaupun aku bisa dirawat, aku akan mencari rumah sakit lain yang tak memiliki dokter bernama Aditya Darmadji," tegas Maya.

Baru saja keduanya sampai diambang pintu untuk keluar, sosok Ditya muncul dan berhenti tepat di depan Maya yang tertatih.

"Mau kemana?" tanya Ditya pelan. Suaranya bahkan masih semerdu dulu, dengan banyak kepingan kenangan yang berhasil mengingatkan Maya akan bilik bambu kehinaan itu.

Tak menjawab, Maya menerobos keluar dan melewati Ditya, berlalu begitu saja dengan menahan tangis, dan meninggalkan Shela yang bingung harus bereaksi apa. Sejujurnya, Shela tahu betul, bagaimana luka yang dirasakan Maya.

"Maya, tunggu. Kau harus istirahat dan tidak boleh keluar dari rumah sakit ini," tegas Ditya. Lelaki itu lantas menarik dan meraih tangan Maya hingga Maya menghempasnya.

Spontan Maya memecahkan kaca jendela ruang rawat orang lain, dan meraih pecahan kacanya untuk ditodongkan ke arah Ditya.

"Lanjutkan langkahmu, lantas aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Aku tidak peduli andai setelah ini aku harus mendekam di penjara karena dirimu," Maya menatap Ditya dengan tatapan tak berdaya. Suaranya gemetar dan semakin terdengar pilu. Maya tak peduli sama sekali, meski ia harus menjadi pengunjung dan pasien lain di rumah sakit itu.

Ditya tercenung di tempatnya, menyadari bahwa dirinya yang bersalah dan tidak sanggup bila harus kehilangan wanita yang ia cari selama ini, demi sebuah kata maaf.

Dengan gerakan cepat, Ditya meraih tangan kanan Maya dan menekuknya, hingga pecahan kaca itu jatuh ke lantai, kembali memunculkan bunyi prang kecil.

Saat Maya lengah, Ditya berhasil memeluk Maya dengan erat seraya berbisik, "sedalam apa sebenarnya lukamu itu, Maya? Hingga kau memusuhi aku seperti ini?"

Kenangan buruk menyakitkan itu, kali ini kembali berputar dalam otak Maya hingga menyebabkan nyeri tak tertahankan, pada kepala dan dada Maya.

"Aku bersumpah, Ditya. Bahkan sakitnya, kau tak akan pernah bisa menebusnya dengan dunia dan ragam isinya. Yang paling menyakitkan adalah, saat aku diusir keluar dari rumahmu oleh ibu dan adikmu, dalam kondisi aku mengandung darah dagingmu. Cacian, hinaan, hujatan, semua aku terima dan aku dituduh memfitnah mu saat itu. Hujan deras ... aku tertatih diusir dari kampung, karena mempertahankan anak ... mu. Aku, aku ... terus berjalan terkatung-katung mencari belas kasihan, menjadi gelandangan dan makan nasi sisa orang selama dua bulan lamanya. Kau ... kau tak akan tahu bagaimana rasanya, sakit seperti ... yang aku ... rasa," kata Maya dengan gemetar.

Hingga Maya pingsan setelahnya. Aditya mendadak pucat.

"Mas, dia ... dia siapamu?" Sepasang mata indah misterius itu muncul, dengan sorot mata terluka yang jelas kentara.

. . .

Jujur saja, Saya merasa feel-nya dapet banget pas ngetik kisah ini. Enggak tahu kenapa, rasanya saya yang menjadi Mayasari, mengetik seperti ada di posisi Maya, seolah-olah saya yang terluka.

Terpopuler

Comments

tris tanto

tris tanto

terus terng bcnya kurng dpt feel aku thor krn percakap itu menurut aku akan dpt feelnya kalo jd penjelsan,,

2023-10-16

0

Diah Darmawati

Diah Darmawati

periihh rasanya hatiku thorrr..seakan2 kita lah aktor jg aktris di crita ini 😭😭 goodjob authorr 🥰🥰

2023-03-11

1

Ai Hodijah

Ai Hodijah

pas baca langsung nyesek thor,kalau di sinetron fil nya dapat banget

2023-01-12

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!