Mengenal Lebih Dekat

Hari-hari berjalan seperti biasa setelah kedatangan Aldi ke sekolah dimana Prames mengajar. Minggu telah berganti bulan, rupanya Aldi dan Prames sudah akrab karena mereka satu suku sehingga obrolan mereka selalu nyambung. Hampir setiap hari Prames dan Aldi pulang dan berangkat ke sekolah bersama karena memang Aldi belum memiliki kendaraan sendiri sehingga Prames selalu mampir ke tempat Aldi tinggal karena kebetulan meraka satu arah.

“Ciyeee, Prames kayaknya ada yang sedang jatuh cinta nih? Aku perhatiin kok tiap hari semangat banget, apalagi sekarang pulang pergi selalu kaya perangko sampe sahabat sendiri aja dilupain” cerocoh Susi sahabat Prames.

“Haiiisss, apaan sih kamu Sus? Selalu aja heboh gini” acuh Prames.

“halaaah, Prames kamu jangan nutup nutupin dong, cerita kek sama aku. Gimana? Udah sejauh apa? Udah ada rencana nikah gitu sama Aldi?” cecer Susi.

“What??? Kamu gila ya? Eh masih pagi kamu kesambet setan dimana? Kok omongan kamu nglantur kemana mana? Umpat Prames karena ia merasa tertodong.

“Hi hi hi hi habisnya kamu sekarang selalu sama Aldi dan aku justru dilupakan begitu aja” tuntut Susi. “Ya maaf Sus, kamu kan tahu sendiri si Aldi itu belum ada motor sendiri, makanya aku barengin dia biar sekalian aja kan kasihan kalau harus naik ojek atau jalan kaki” jelas Prames. “Yaelah! ada yang perhatian banget nih ceritanya sama pacar baru” ledek Susi. “Apaan sih sus, aku sama Aldi tuh nggak ada hubungan apa-apa, hanya sebatas teman aja.”

“Nggak ada atau belum ada tuh?” ucap Susi sambil berlalu dari hadapan Prames dan segera keluar ruangan.

“Huh! Dasar similikiti!” umpat Prames lagi.

“Kamu bilang apa? Lagi sakit hati? Siapa yang nyakitin orang secantik Prameks?” tiba-tiba ada seruntun pertanyaan bertubi-tubi dari seseorang yang berada di belakang Prames. Prames memutar badan sambil melototkan matanya, tentu saja yang heboh kali ini adalah Aldi.

“Heiii… nggak usah melotot gitu kali Prameks, kaya lihat uang segepok aja kamu” cerocoh Aldi.

“Siapa juga yang melotot, emang mataku udah kaya gini dari lahir kok! Lagian kamu kenapa sih harus panggil aku dengan nama kereta, nanti diomelin ibuk gara-gara ganti nama seenak jidat loh” ucap Prames sambil memanyunkan bibirnya 2 centi ke depan. “Ha ha ha…. Lagian bagus kok dan biar beda aja lah sama orang lain yang panggil kamu” jelas Aldi. “Kenapa harus beda?” tanya Prames. “Karena bagiku kamu spesial” Deg! Prames kembali tersadar dan menyahut perkataan Aldi, “nasi goreng kali spesial.” Akhirnya Prames meninggalkan Aldi yang sudah mulai melihat hasil ujian siswa. Prames berjalan ke toilet dengan perasaan berdebar-debar karena ucapan Aldi barusan. Ia tidak tahu mengapa hanya sebuah ucapan tapi bisa mengubah perasaan tenang menjadi gelisah, “apa maksud Aldi ya? Mengapa aku spesial buat dia?” tanya Prames dalam hati.

Setelah suasana hati tenang, Prames keluar dari toilet dan kembali ke meja kerjanya. Ia menjadi kikuk ketika bertatapan dengan Aldi. Ia kembali menekuni pekerjaannya yang tadi sempat tertunda karena obrolan kecil dengan Susi dan Aldi. Akhirnya Prames dapat mengoreksi semua pekerjaan siswa minggu ini dengan baik dan ia akan masuk kelas di jam terakhir, namun tiba-tiba. . . . “Prameks, ada kelas lagi nggak?” tanya Aldi yang duduk di sampingnya. “Iya ada Al, ini sebentar lagi masuk jam terakhir, kenapa?” tanya Prames “Nanti pulang sekolah cari jus yuk, kita kan udah lama nggak ngejus, mau nggak?” “Ok” cukup singkat jawaban Prames dan ia segera berjalan ke kelas terakhirnya hari ini.

Jam pulang kerja sebentar lagi, namun langit sudah mulai gelap, bukan! bukan karena sudah malam tapi karena hujan akan segera turun dengan derasnya. Kilat-kilat api mulai bermunculan, angin berhembus lebih kencang seolah akan membawa apapun yang ia terpa. Semua guru di sekolah itu sudah mulai membereskan meja masing-masing dan bersiap untuk pulang. Namun tiba-tiba. . ..

Jlegeeeerrrrrr!!!! Jlegeeerrrr!!!! Jlegeeerrrr!!!! Suara keras disertai sambaran kilat api muncul mengagetkan semua orang yang memang sudah bersiap keluar dari ruangan, dengan segera air mata langit berjatuhan dengan derasnya tanpa bisa dibendung lagi, suasana sudah seperti malam. Meskipun demikian para pekerja tetap bersiap pulang menerjang derasnya hujan, hingga satu persatu pekerja meninggalkan gedung sekolah, namun Prames masih duduk terdiam di kursinya. “Hey, belum pulang Prameks?” “Maaf aku bukan Prameks tapi Prames!” cetus Prames disertai bibir yang manyun. “He he he, iya iya Prameks yang paling cantik kalau lagi manyun begini” ledek Aldi. “Pulang yuks, masa mau menunggu hujan reda? Nanti keburu gelap loh jalan nggak kelihatan, apalagi banyak lubang”. “Gimana mau pulang Aldi? Aku nggak bawa jas hujan nih” sahut Prames. “Ya udah aku bawa nih bisa untuk berdua, kita pulang bareng aja nanti jas hujannya pakai kamu sampai rumah.” “Ya udah kalau gitu tapi pelan-pelan saja ya soalnya hujannya deres banget aku takut.” Akhirnya Prames memutuskan untuk segera pulang dengan membonceng motor bersama Aldi. Ketika sudah siap untuk jalan, “pegangan yang erat ya biar nggak jatuh karena jatuh di aspal tuh nggak seindah jatuh cinta” cerocos Aldi sambil meraih tangan Prames dan melingkarkannya di pinggangnya. “Halah…. Modus lu Pak Aldi” sebal Prames. “Tolong jangan panggil saya dengan pak ya karena saya bukan bapakmu yang kedua kita udah di luar sekolah jadi aku juga bukan bapak guru lagi tapi sebagai warga sipil biasa” jelas Aldi panjang lebar. “Iya iya cerewet amat sih kaya cewek aja…. Lalu aku panggil apa dong? Masa panggil nama? Atau aku panggil kang mas Aldi saja?” tanya Prames. “Yo wes iku yo apik kok Kang Mas Aldi” jawab Aldi dalam bahasa Jawa. Setelah itu Prames dan Aldi menerobos hujan deras yang semakin tidak terbendung lagi dan disertai dengan kilatan-kilatan peting yang menyambar nyambar membuat mereka berdua harus ekstra hati-hati dan membuat perjalanan mereka menjadi lambat. Secara tidak langsung mereka berdua menikmati suara hujan dan petir yang menggelegar meskipun menakutkan tetapi membuat dua insan tersebut semakin dekat. Itulah musim hujan pertama yang mereka lalui berdua dengan kisah yang hampir saja mau dimulai.

Mentari telah naik ke peraduan sinarnya memancar menerangi alam semesta sebagai tanda kita manusia harus segera sadar dari alam mimpi dan kembali merajut asa untuk melanjutkan hidup. Di rumah sederhana seorang perempuan baru saja terbangun dari mimpi indahnya dan masih tergolek sambil membuka hpnya dan mengecek apakah ada kabar terbaru dari kisah dunia ini. Prameswari wanita itu, karena hari ini libur maka ia tidak terlalu heboh untuk persiapan kerja. Klunting! Klunting! Klunting! Suara hp Prames berbunyi pertanda ada pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau tersebut. “Prameks, sarapan tempatku aja ya, aku yang masak wes” bunyi pesan tersebut. Sudah jelas itu adalah Aldi. “Ok Kang Mas” balas Prames. Ia segera turun dari ranjang dan menyambar handuk yang tergantung di pintu kemudian menuju kamar mandi untuk menyegarkan badannya. Setelah siap, Prames menuju ke tempat Aldi.

Sesampainya di tempat Aldi, ia segera memarkirkan motornya dan memanggil empunya rumah. “Kaaaang…! Teriak Prames. “Apa sih teriak-teriak kaya di hutan aja, sini masuk cepat!” sahut Aldi sambil memonyongkan birinya karena merasa terganggu dengan suara ribut. “Tunggu di ruang tamu ya, aku siapkan sarapannya dulu” perintah Aldi. Prames pun menurut saja lalu duduk di ruang tamu rumah Aldi sambil memainkan hp. “Mari makan tuan putri Prameks!” tiba-tiba Aldi sudah muncul dari dalam dengan tangannya yang penuh dengan mangkuk dan piring. “Sini aku bantuin” tawar Prames. Mereka berdua menyiapkan sarapannya dengan rapi dan kemudian mereka duduk dan menyantap makanan yang sudah tersedia. “Wah… enak juga ya ternyata kamu bisa juga masak Kang..” puji Prames. “Halaaahh… masak telur dadar gini aja keciiilll, memangnya kamu masak aja pasti nggak bisa” ejek Aldi. “Jangan salah ya… gini gini aku bisa kok masak” sanggah Prames. “Buktikan!” sahut Aldi. “Okay kalau begitu tunggu aksiku ya” ucap Prames dengan percaya diri. Itulah kali pertama Prames memakan sarapan telur dadar hasil karya dari Aldi yang ternyata enak juga.

Musim hujan masih berlangsung, sehingga hampir setiap hari langit masih saja bercucuran air mata membasahi bumi tercinta ini. Pagi buta Prames sudah bangun dan bersiap-siap untuk bekerja seperti biasa. Setelah siap, ia pun keluar rumah namun ternyata halaman dalam kondisi banjir karena hujan tidak berhenti semalaman. “Lha kok banjir, jadi males masuk kerja nih” lirih Prames. Meskipun demikian ia tetap mengeluarkan motornya dan segera bersiap untuk menerobos banjir dan ia tidak lupa untuk memberi kabar kepada Aldi untuk menunggunya menjemput agak lambat karena kondisi banjir. Tidak lama kemudian, Prames sudah tiba di tempat tinggal Aldi dan segera memanggilnya dengan suara lantang. “Kaaanggg…. ayo berangkat udah siang nih!” “Iyaaa sebentar tunggu!” teriak Aldi dari dalam rumah. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Aldi nongol. “Hari ini kamu yang nyetir ya Prameks, tanganku lagi sakit nih kemarin terkilir” “Halaaahhh… kamu tuh Kang ada aja alasannya giliran harus menerobos bajir aku pula yang harus melawan badai” sahut Prames. “Looohhh… beneran nih tanganku sakit, kalau nggak percaya nih aku lihatin” sangkal Aldi sambil memperlihatkan tangannya. “Awwww… sakit tahu kenapa kamu ngegampar tanganku? Nanti tambah cedera gimana?” “He…he…he… ya maaf Kang aku kira boongan aja sakitnya” ungkap Prames sambil merenges memperlihatkan giginya yang rapi. “Okay lah ayo aku boncengin tapi kalau nanti jatuh aku nggak mau tanggung jawab ya apalagi banjir nih jalanan banyak lobang yang nggak kelihatan.” “Siap meluncur” ucap Aldi. Prames akhirnya melajukan motornya dengan kecepatan sedang, namun karena ia tidak bisa konsentrasi penuh maka tanpa sadar motor sudah berbelok dengan cepat dan akhirnya…. Byurrrr!! Blubuk!…Blubuk..! ya! Mereka berdua ternyata kecebur ke got. Seluruh badan dari dua anak manusia ini sudah basah kuyup seperti habis terjun ke kolam renang. “Pramessss!!! Apa yang kamu lakukan wahai wanita tercantikku….!!!” teriak Aldi dengan penuh emosi. “Yah… mau gimana lagi, jatuh nih terlalu pinggir sih tadi, kenapa kamu nggak mengingatkan sih Kang?” balas Prames tanpa rasa bersalah. “Lohhh kok malah jadi nyalahin aku sih, udah ayok kita balik lagi harus ganti nih basah semua gini.” “Ha….ha…ha…udah lah jangan marah-marah mulu sekali-kali jatuh di got biar nggak jatuh cinta terus dari dulu tapi nggak pernah punya gandengan ha…ha…ha…ha.. kan ngenes” ledek Prames sambil mencoba mengangkat motornya. “Sini aku bantuin” tawar Aldi. “Makasih Kang” balas Prames. Akhirnya karena tidak memungkinkan lagi untuk bekerja dalam keadaan baju basah kuyup, mereka berdua putar balik untuk mengganti bajunya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka meneruskan untuk ke sekolah bertemu dengan para siswa yang siap untuk menerima pelajaran.

Terpopuler

Comments

🥑⃟Serina

🥑⃟Serina

Prames kepanjangannya Prameswari kah?

2023-01-21

0

lilis herawati

lilis herawati

memang kalau ada kesamaan nyambung

2023-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!