(POV) Dewanta
Pagi ini adalah hari pertama, aku memutuskan untuk menjalani hidup sebagai orang desa. Saat sang mentari menyinari bumi dimana aku berdiri, aku melangkah diatas perbukitan yang membentang perkebunan sawit. Disinilah kelak aku menghabiskan masa tuaku bersama anak-anak dan istriku Zahra seorang wanita yang sama sekali aku belum ketahui raut wajahnya apalagi sifat dan kepribadiannya.
Besok adalah hari pertama kami dipertemukan sebelum terucapnya janji sakral pernikahan. Berbagai macam rasa, berbagai macam tanya terus mengisi relung hatiku.
Saat sang surya mulai menampakkan sinarnya yang semakin menyengat kulit, kulihat jam tanganku menunjukkan jam sebelas siang. Entah sudah berapa kilometer aku berjalan, melewati perkebunan sawit, melewati perkebunan karet hingga kini sampailah aku diarea persawahan yang membentang luas sejauh mata memandang. Kebetulan panen padi telah usai, lahan persawahan dibiarkan tanpa tanaman, hanya ada rumput liar diantara tanaman kangkung yang tumbuh tanpa ada yang menanamnya.
Serombongan perawan desa berjalan beriringan membawa bakul. Mereka hendak memutik kangkung liar untuk sayur nanti sore. Seorang gadis berjilbab lebar dengan tatapan yang begitu teduh ada diantara mereka. Dia memandangku dan mengangguk dengan senyuman yang begitu manis.
"Kak, awas itu ada ular," dia menunjuk kearah kakiku. Seekor ular tadung sebesar lenganku melingkar dengan kepala terangkat seolah ingin menerkamku. Aku sangat kaget dan seketika aku berlari kearahnya kemudian memegang ujung jilbabnya bersembunyi dibelakangnya. Tawa mereka pun pecah.
Gadis bermata teduh itu pun mengambil ranting pohon dengan memggunakan tangannya yang putih bersih dan berbulu halus.
Perlahan dia mengusir ular tadung itu agar menjauh dan beberapa saat ular tadung itupun menjauh.
"Terima kasih dek, ternyata adek pemberani juga," ucapku pada gadis bermata teduh itu. Namun dia hanya tersenyum dan berlalu pergi diikuti oleh beberapa temannya.
Kembali aku meneruskan perjalanan pulang karena rasanya perutku sudah terasa lapar.
Sampai dirumah ternyata ibu sedang menyiapkan oleh-oleh untuk dibawa kerumah pak Sasmito calon mertuaku yang ada didesa sebelah yaitu desa Padang Gatah.
Pagi ini kami sedang mempersiapkan diri untuk berkunjung kerumah Zahra calon istri yang aku belum tau bagaimana wajahnya.
"Dewanta kamu pakai kemeja dan celana panjang yang ibu beli kemarin, itu sudah ibu siapkan, " kata ibu, aku hanya membalas dengan anggukan.
"Dewa, ayo cepat, kamu ini pakai baju lama sekali seperti perempuan saja, apa kamu pakai mike up juga," ibu terus saja mengomel.
"Ibuuuuu," aku berteriak saat aku buru-buru menaikkan ressletingku tanpa sengaja ternyata aset berhargaku terjepit resleting, rasanya pedih sekali.
Ada apa lagi Dewa, kok malah teriak-teriak," ibu mendatangiku ke kamar, aku menunjukan asetku yang terjepit resleting. Untung kamu sudah pakai CD jadi tidak terluka, lain kali hati-hati, ibu terus mengomel dan mengambil tang kemudian merusak resleting agar jepitannya terlepas.
"Ibu...sakit bu...
Jepitan resleting akhirnya terlepas, namun celana itu tidak bisa dipakai lagi. Buru-buru aku mengganti celanaku, karena ayah diluar sudah memanggil - manggil namaku, beliau sudah tidak sabar menunggu kami. Kami bertiga pun naik kemobil menuju desa Padang Gatah.
"Kalian ini kalau mau kemana-mana kok selalu lama, pakai ribut-ribut segala didalam kamar," ayah terus saja mengomel sambil menyetir mobil.
"Gimana engga ribut yah, anakmu pakai celana aja itunya sampai kejepit resleting. Gara-gara dia tidak hati-hati celana yang ibu belikan kemarin rusak tidak dapat dipakai lagi," ucap ibu dengan bibir dimonyong-monyongkan. Ayah tertawa terpingkal-pingkal.
"Mungkin juniornya gugup karena sebentar lagi akan menjalankan kewajibannya," sepanjang jalan ayah terus mengolokku.
Hanya sekitar dua puluh menit kami sudah sampai di kediaman pak Sasmito. Pak Sasmito dan bu Markonah menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah. Setelah kami semua duduk, ayah menyampaikan maksud kedatangannya yaitu ingin memperkenalkan aku dengan Fatimah putri mereka.
Bu Markonah segera berdiri dan masuk kedalam, selang beberapa saat kemudian beliau kembali dengan seorang wanita muda berpakaian muslimah. Dia menyalami ibuku dan mencium punggung tangannya, sementara pada ayah dan aku dia hanya menangkupkan kedua tangannya didada seraya mengangguk. Saat netra kami saling menatap aku sangat terkejut ternyata dia adalah gadis bermata teduh yang kemarin aku temui diarea persawahan. Ada rasa bahagia karena ternyata dialah calon pendamping hidupku.
"Sekarang kalian sudah saling kenal, Dewanta, setelah kamu mengenal Zahra, apakah kamu tetap bersedia menikah dengan Zahra, " ucap ayah sambil memandang kearahku dan mengharap jawabanku.
"Aku bersedia ayah," jawabku singkat.
"Kalau kamu bagaimana Zahra," ucap ayah dan kali ini ayah bertanya kepada Zahra .
"Namun jawaban Zahra hanya mengangguk sembari tersenyum. Semua yang hadir diruang tamu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan dibarengi dengan senyum bahagia.
"Karena Dewanta dan Zahra sudah bersedia menerima perjodohan ini, bagaimana kalau kalian ngobrol berdua agar bisa saling mengenal lebih dekat.
Mungkin diteras samping atau ditaman belakang," ucap pak Sasmito dan disetujui oleh semua anggota keluarga yang hadir.
"Oh iya, silakan dicicipi ini tadi saya membuat kue awug-awug kesukaan ibu Wajirah, kamu juga Zahra bawa awug-awug ini buat teman mengobrol," ucap ibu Markonah sambil menunjuk kearah kue awug-awug.
"Hampir saja saya lupa, saya juga tadi membawa oleh-oleh buat ibu Markonah, itu masih dimobil, mandai cimpedak sama iwak samu makanan khas daerah kita, buatan sendiri. Kebetulan kemarin ayah Dewanta mancing disawah," ujar ibuku.
Kemudian ayah pun berdiri dan menuju kemobil untuk mengambil oleh-oleh tersebut.
Zahra kemudian mengambil beberapa potong awug-awug dengan menggunakan piring dan beberapa gelas air mineral. Kami melangkah menuju ke taman belakang.
Disana ternyata tempatnya sejuk dan nyaman. Ada dua kursi dan meja, tampaknya tempat ini biasa digunakan untuk bersantai. Zahra lalu meletakkan piring berisi kue awug-awug dan beberapa gelas air mineral diatas meja kemudian dia duduk disalah satu kursi dan aku pun mengikutinya.
Sesaat kami saling diam, hingga aku berinisiatif untuk bicara lebih dulu.
"Fatimah Azzahra, oh iya, biasanya kamu dipanggil apa," ucapku memulai pembicaraan.
"Kalau disekolah tempatku mengajar aku dipanggil Zahra tapi kalau dirumah abah sama mama memanggilku zahra juga," ujarnya seraya tersenyum.
"Terus kalau sama aku kamu mau dipanggil apa?," ucapku mencoba bertanya.
"Terserah aja kak," jawab Zahra.
"Kalau dirumah dipanggil Zahra. Bagaimana kalau aku memanggil Izah," ucapku sambil menarik ujung bibirku untuk membentuk senyuman yang teramat manis. Lagi-lagi Zahra hanya tersenyum.
"Terima kasih ya Izah, untuk yang kemarin. By the way, kamu berani juga sama ular he...he...," ucapku sembari tertawa.
"Bukan akunya kak, yang pemberani tapi kakaknya yang penakut, ucap Fatimah santai dan aku pun membalas dengan tersenyum kecut.
"Ini anak dari tadi diam aja, sekali bicara gitu amat," batinku.
"Zah boleh aku tahu, apa alasanmu menerima perjodohan ini, kita belum saling kenal, kamu tidak takut kalau aku jahat sama kamu atau karena aku ganteng," ucapku sambil nyengir kuda.
"Aku menerima perjodohan ini karena aku ingin berbakti kepada kedua orang tuaku. Aku percaya dengan lelaki pilihan orang tuaku.
Hidup ini singkat kak, jadi kita harus mengisinya dengan berbuat baik sebanyak-banyaknya untuk bekal kita setelah kematian.
Memang diantara kita tidak ada rasa saling cinta, tapi hidup bukan sekedar untuk cinta-cintaan saja kak, hidup untuk mencari ridho Allah dan menjalankan ujiannya. Tidak adanya cinta dalam pernikahan kita itu adalah salah satu ujian dalam pernikahan yang akan kita jalani. Kak, bahagia itu kita yang ciptakan dengan cara mensyukuri apa yang kita miliki.
Kalau kita mengetahui hak dan kewajiban kita sebagai suami istri maka cepat atau lambat cinta akan datang, insyaallah," ucap Zahra panjang lebar. Sungguh aku merasa kagum dengan pemikirannya. Semoga kelak rumah tanggaku samawa sepanjang usiaku. Semoga kelak kami diberi keturunan yang bisa meningkatkan derajat kami di mata Allah SWT.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Jesi Jasinah
okey
2023-06-23
0
Nenieedesu
jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak dinovel aq kak dear Handana BTW sudah aq favoritkan
2023-06-23
1