(POV) Fatimah Azzahra
Menjelang hari pernikahanku ibu-ibu dan bapak-bapak warga desa Padang Gatah berdatangan kerumahku untuk membantu acara pernikahan dan resepsi perkawinan aku dan kak Dewanta.
Kulihat ada setumpuk piring kotor, aku segera mengangkat piring kotor tersebut dan membawanya kearea cuci piring kemudian mencucinya.
"Hai calon pengantin, kamu tidak usah cuci piring nanti tanganmu kasar, sini biar ibu yang cuci piring," seorang ibu-ibu datang dan merebut spoon yang ada ditanganku kemudian mencuci piring-piring yang sedang aku cuci dan menyuruhku untuk bersantai saja. Aku pun berlalu meninggalkan area cuci piring.
Aku melihat ibu-ibu sedang menyiang setumpuk ayam yang sudah disembelih. Aku merasa kasian akhirnya aku putuskan untuk membantunya, baru beberapa menit aku ikut mencabuti bulu ayam, tiba-tiba seorang wanita berseru.
"Zahra, kamu itu calon pengantin jadi tidak usah ikut-ikutan mencabuti bulu ayam. Nanti tanganmu bau amis," ucap seorang wanita bertubuh kurus.
"Bu Indah...bu Indah... Tolong itu gantikan Zahra menyiangi bulu ayam, biar dia istirahat, biar tidak kelelahan mau jadi pengantin jadi tidak boleh kelelahan," ucap wanita bertubuh kurus itu lagi. Bu Indah pun menghampiriku, mengambil alih pekerjaanku mencabuti bulu ayam dan menyuruhku istirahat.
Itulah suasana dirumahku, semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Aku berusaha ikut membantu pekerjaan ibu-ibu dirumahku. Namun pekerjaan apapun yang aku lakukan selalu saja dilarang oleh ibu-ibu warga desa Padang Getah dengan berbagai alasan.
Aku jadi bingung, ingin duduk santai seperti yang disarankan ibu-ibu tapi rasanya tidak nyaman. Beginikah rasanya jadi calon pengantin, selalu menjadi pusat perhatian.
"Zahra, ayo masuk kekamarmu, itu kamu ditunggu tukang lulur. Mama menyuruhnya melulur sekalian memijitmu biar tampak segar," ucap mama kepadaku.
"Aku segera beranjak menuju kekamarku, disana ada dua orang berpakaian ketat sedang menyiapkan lulur.
"Kamu Zahra calon pengantinnya, ayo berbaring biar kami lulur," ujarnya. Aku segera melepaskan pakaianku, hanya mengenakan kain sarung dengan pakaian dalam saja. Dengan cekatan, wanita-wanita itu melulurku, rasanya enak sekali, selang beberapa menit aku telah terbang kealam mimpi.
Pada sore hari setelah mandi aku melangkah keteras rumah sekedar ingin melihat-lihat situasi diluar rumah. Seluruh tenda dan pelaminan telah terpasang rapi. Ada sebuah panggung berisi alat musik, malam ini rencananya akan ada hiburan karauke, abah mengundang beberapa penyanyi dangdut dari kota.
Pada malam hari aku, abah dan mama. Kami bertiga berkumpul dikamar abah dan mama. Aku meminta izin kepada abah dan mama untuk menikah dengan kak Dewanta.
"Zahra mohon kepada abah agar esok abah mau menikahkan Zahra dengan kak Dewanta," ucapku kepada abah.
"Iya nak, besok abah akan menikahkan kamu dengan Dewanta laki-laki pilihan abah. Abah percaya Dewanta laki-laki yang baik. Dia pasti akan menjaga putri abah dan akan menjadi imam yang bisa dijadikan panutan bagi keluarga kecil kalian kelak. Maka dari itu abah berpesan hormati dia, layani dia. Jadilah istri yang bisa menyejukkan dikala panas dan menghangatkan dikala dingin, senantiasa taat kepadanya. Nak ingat, besok setelah kau resmi menjadi istri Dewanta maka tanggung jawab ayah akan berpindah kepadanya," ayah memberi nasihat sembari menyeka sudut matanya yang berembun.
"Iya abah, Zahra akan selalu ingat nasehat abah. Abah, Zahra minta maaf jika selama ini Zahra sering membuat abah kesal, sering membuat abah marah atau bahkan sering membuat abah sakit hati.
Srooot....
Srooot....
"ucapku sembari mengeluarkan cairan dari hidungku dengan menggunakan ujung jilbabku.
"Kamu ini sudah mau menikah tapi masih jorok," ucap abah. Kemudian aku memeluk abah.
Aku beralih memandang kearah mama, mama memegang bahuku.
"Mama cuma bisa mendoakan semoga kelak rumah tangga kalian bisa menjadi panutan bagi generasi penerusmu. Jika ada masalah dalam rumah tangga sebaiknya diselesaikan secara dewasa dan bijaksana.
Rasanya baru kemarin mama mengantarmu kesekolah, tapi sekarang kamu sudah mau menikah. Andai waktu bisa diputar kembali mungkin mama ingin kembali kemasa-masa itu dan meminta kepada sang waktu agar memperlambat jalannya. Sekarang sudah malam sebaiknya kamu tidur, jangan sampai mempelai pria datang kamu masih tidur," ucap mama sembari terkekeh.
Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun, setelah menjalankan shalat subuh. Perias pengantin datang untuk menghiasku. Aku mengenakan kebaya warna putih untuk akad nikah sedangkan untuk acara resepsi aku dan kak Dewanta mengenakan pakaian adat daerah kami.
Kini pak penghulu telah datang, begitu juga kak Dewanta dan seluruh keluarganya. Bagiku ini adalah detik-detik yang menegangkan dimana sebentar lagi aku akan melepaskan masa lajangku. Detik-detik aku menapaki status baru memjadi seorang istri dari Dewanta Saputra. Aku berada dikamarku yang indah kerena sudah dihias menjadi sebuah kamar pengantin seperti kamar pengantin pada umumnya. Aku ditemani oleh Hilmah temanku mengajar di sekolah PAUD Buah Hati Bunda. Diruang tamu kudengar suara abah.
"Aku nikahkan dan kawinkan engkau Dewanta Saputra bin Sukarta dengan anakku Fatimah Azzahra binti Sasmito dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan sepuluh hektar kebun karet dibayar tunai.
"Saya terima nikah dan kawinnya Azzahra binti Sasmito dengan mas kawin tersebut, tunai," ucap kak Dewanta dengan satu kali tarikan nafas.
"Bagaimana saksi?," ucap pak penghulu. Semua yang hadir serentak menjawab sah.
Kreek...
Pintu kamarku terbuka, bu RT muncul.
"Ayo Zahra, temui suamimu sekarang. Kamu sudah sah menjadi istri Dewanta. Selamat ya Zahra akhirnya kamu laku juga," ucap Hilmah sambil terkekeh. Aku hanya sedikit tersenyum karena bibirku terasa tebal akibat polesan lipstik yang terlalu tebal.
Hilmah dan beberapa ibu-ibu menuntun dan mengiriku menemui suamiku. Aku segera menyalami dan mencium punggung tangan kak Dewanta. Kak Dewanta segera memelukku dan mencium keningku.
Acara selanjutnya adalah meminta doa restu kedua orang tua. Tangan kak Dewanta menggenggam tanganku, kami berdua berjalan beriringan menuju kesebuah kursi dimana abah dan mama duduk. Ini kali pertama tanganku digandeng oleh seorang laki-laki selain abahku. Sebagai wanita aku benar-benar merasa dihargai sekaligus merasa tersanjung dengan perlakuan kak Dewanta.
Sampai dihadapan mama dan abah, aku dan kak Dewanta, kami berdua langsung bersimpuh memohon ampun atas kesalahan yang telah kami perbuat, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
"Nak Dewanta menantuku, sekarang Zahra anak kami telah sah menjadi istrimu dan tanggung jawab kami sekarang telah berpindah kepundakmu. Aku hanya berpesan, dia.dilahirkan karena cinta, dia dibesarkan dengan cinta dan dia di didik dengan penuh cinta. Kami minta jangan pernah kamu menyakiti hatinya dan fisiknya. Jika suatu saat kau tidak menginginkan dia lagi, lebih baik kau ceraikan dia tapi jangan kau sakiti hatinya. Anakku kami didik supaya bisa mandiri jadi walaupun tanpa kamu disisinya, dia pasti akan bisa menghidupi dirinya sendiri.
Kalian menikah karena Allah, insyaallah cinta akan datang dalam rumah tangga kalian," ujar abah yang tak mampu membendung air matanya.
Kemudian kami beralih kedepan mama, mama menepuk pundah kak Dewanta.
"Dewanta, aku melahirkannya dengan taruhan nyawa, aku menyayangi lebih dari aku menyayangi diriku sendiri. Jadi tolong jangan kau sakiti dia. Tolong bahagiakan dia seperti kami membahagiakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments