Bab 3

Dok..dok...dok

Suara gedoran pintu yang teramat keras memecah keheningan di pagi buta. Nayyara dan Aaron yang masih tidur terlelap di atas peraduan mereka terjingkat kaget mendengarnya. "Siapa yang menggedor pintu rumah kita keras-keras sepagi ini, Mas?" tanya Nayyara dengan kedua alis saling bertaut.

Aaron menggeleng kecil. "Entahlah! Aku juga nggak tahu, Nay."

Kembali terdengar suara pintu di gedor. Namun kali ini disertai dengan suara teriakan seorang wanita. "Aaron, keluar kamu! Aku tahu kalau kamu ada di dalam."

"Tuh kan, Mas, kedengeran lagi. Kira-kira suara siapa itu ya?" tanya Nayyara kembali. Ia memang ikut mendengar suara teriakan itu, namun ia tak terlalu mendengar apa yang di ucapkannya.

Aaron yang sudah tahu siapa yang mengentuk pintu begitu mendengar suara teriakan tadi masih saja bungkam dan berpura-pura tak tahu. Ia malah menyibak selimut dan bangkit dari ranjang.

Melihat pergerakan suaminya, Nayyara pun bertanya, "Kamu mau kemana, Mas?" sambil menangkap pergelangan tangan suaminya.

"Kamu tunggu dulu disini. Biar aku lihat dulu siapa yang datang."

"Hati-hati, Mas! Aku takut itu orang jahat yang mencelakakan kamu kemarin" ucap Nayyara penuh kekhawatiran.

Meski suaminya tak menceritakan penyebab dari luka di sekujur tubuhnya, namun Nayyara bisa berasumsi jika ia baru saja dipukuli oleh seseorang. Terlihat dari lebam yang terdapat di sekujur tubuhnya.

Aaron mengangguk menenangkan. "Kamu jangan khawatir. Aku akan berhati-hati."

Aaron pun keluar kamar dan segera membukakan pintu. "Ada apa pagi-pagi begini ibu sudah menggedor pintu rumah saya?" tanyanya saat pintu sudah terbuka.

Terlihat seorang wanita paruh baya bertubuh gemuk berdiri di hadapannya dengan berkacak pinggang. Beberapa gelang terlihat melingkar di kedua tangannya hingga batas siku. Ke sepuluh jarinya pun dihiasi dengan cincin dengan batu besar. Belum lagi kalung bertumpuk yang melingkar di lehernya. Jika diperhatikan dengan seksama, wanita itu tak ubahnya seperti toko perhiasan berjalan.

Berdiri dengan congkaknya. Wajahnya yang tertutup oleh bedak yang cukup tebal membuatnya terlihat sangat lucu. Namun Aaron berusaha keras untuk tidak tertawa karena tak ingin membuat wanita itu tersinggung dan marah. Apalagi ia tahu betul siapa wanita yang berdiri di hadapannya itu.

"Heh, Aaron. Kau pasti tahu betul kan apa tujuanku kesini?" ucapnya judes. Jari tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Aaron sengaja ingin memamerkan perhiasan yang di kenakannya.

Datang bersama dengan dua orang pria berbadan kekar. Aaron tahu betul apa maksud kedatangannya kesini. Ia hanya bisa menghela nafas berat lalu mengangguk pelan. " Tahu, bu, " jawabnya lirih.

"Bagus! Kalau gitu cepat bayar uang sewa rumah ini. Kau sudah menunggak uang sewa selama enam bulan, tahu!" ucapnya sambil menadahkan tangan ke hadapan Aaron.

"Tapi masalahnya sekarang saya nggak ada uang sama sekali, bu."

"Alah alasan! Bulan lalu kau juga bilang begitu kan."

"Tapi saya memang benar-benar nggak ada uang, bu," ucapnya memelas. "Tolong beri saya sedikit waktu untuk membayarnya."

Wajah ibu pemilik rumah sewa terlihat sangat kesal. "Kalau seperti ini terus, saya dong yang rugi."

Melihat kekesalan ibu tersebut, terpaksa Aaron berlutut di hadapannya dan memohon dengan sangat. "Saya mohon, bu, beri saya sedikit waktu lagi. Saya janji, kali ini akan membayar sewanya."

Ibu rumah kos mendengus kesal. "Makanya kalau nggak sanggup bayar jangan sok-sok an sewa rumah besar. Miskin aja pakai belagu" cibirnya kasar.

Aaron menghela nafas berat dan mengabaikan cibiran dari wanita itu. "Kalau bukan wanita, sudah aku tampar mulut berbisamu itu" gerutunya dalam hati.

"Ya sudah kalau begitu. Karena saya baik hati, ramah, tidak sombong dan rajin menabung, saya beri waktu kamu seminggu. Lewat dari itu, silahkan angkat kaki dari rumah ini. Masih banyak orang lain yang akan menyewanya," ucap ibu pemilik rumah dengan gaya yang sangat menyebalkan.

Aaron sangat muak mendengar kata-kata wanita itu yang terkesan memuji-muji dirinya sendiri. Namun ia cukup lega akhirnya wanita itu mau memberinya sedikit waktu. "Terimakasih banyak, bu. Saya janji, kali ini tidak akan mengecewakan ibu" ucap Aaron dengan mata berbinar.

Wajah ibu pemilik rumah melengos. "Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu. Tapi seminggu lagi aku akan datang kesini untuk menagih janjimu. Ingat, kalau kau tak sanggup bayar, siap-siap pergi dari rumah ini." Setelah itu ia pun berlalu meninggalkan Aaron.

Setelah kepergian ibu tadi, Aaron mengusap wajah kasar, memghela nafas berat. "Sekarang aku harus bagaimana? Bagaimana caraku untuk mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu satu minggu."

Sementara itu, Nayyara yang menunggu di kamar menjadi tak tenang karena suaminya belum juga kembali. Ia pun memutuskan untuk menyusulnya ke pintu utama.

Berjalan pelan keluar kamar, Nayyara sayup-sayup mendengar pembicaraan antara suaminya dengan wanita tersebut. Namun ia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Ia pun semakin melangkah mendekat. Namun tiba-tiba ia mendengar wanita yang tengah bersama dengan suaminya berbicara tentang rumah sewa. Ia pun mengernyitkan dahi bingung. "Kenapa wanita itu bicara tentang uang sewa? Memangnya uang sewa apa yang harus Mas Aaron bayar?."

Ia pun mempercepat langkah. Namun begitu sampai di depan, wanita itu sudah berlalu pergi. "Orang tadi siapa, Mas?" tanya Nayyara sambil celingak-celinguk mencari keberadaan wanita tadi.

Aaron yang masih terduduk di atas lantai terkejut begitu melihat istrinya sudah berdiri di belakangnya. Sontak ia pun bangkit agar tak membuat istrinya curiga. "Mmh...bukan siapa-siapa. Hanya sales yang menawarkan dagangannya," jawabnya berbohong.

Aaron sengaja tak mengatakan siapa sebenarnya wanita tadi karena sang istri tak tahu bahwa rumah yang mereka tempati saat ini hanya berstatus rumah sewa. Dan ia tak ingin istrinya tahu akan hal itu. Harga dirinya yang terlalu tinggi membuatnya tak ingin terlihat lemah di mata sang istri.

Nayyara menautkan kedua alis mata, tak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh suaminya. Mana ada sales yang menawarkan barang dagangannya di pagi buta seperti ini, apalagi dengan cara tak sopan seperti tadi.

"Jangan coba-coba bohongin aku, Mas! Tadi aku mendengar wanita itu bicara tentang uang sewa. Memang siapa yang harus membayar uang sewa?."

Aaron gelagapan mendengar pertanyaan istrinya, tak menyangka bahwa ia mendengar pembicaraannya tadi. Ia memutar otak cepat untuk mencari alasan.

"Mmh...itu...tadi wanita itu memaksa agar aku mau membeli barang dagangnya karena harus segera membayar uang sewa rumah."

Hanya itu satu-satunya alasan yang terlintas di otaknya. Ia hanya bisa berharap agar istrinya tak curiga.

Nayyara manggut-manggut mendengar jawaban suaminya. "Oh, jadi gitu. Tapi nawarin barang kok nggak sopan banget sih. Pakai getar-gedor pintu segala lagi."

Aaron bernafas lega melihat istrinya mempercayai ucapannya. "Sudahlah! Tidak usah terlalu dipikirkan. Beda orang kan beda cara," ucapnya sambil mengalungkan lengannya di bahu sang istri.

Nayyara terlihat manggut-manggut, tapi detik berikutnya ia menatap tajam suaminya. "Lalu kenapa tadi Kamu duduk di lantai, Mas?."

Aaron yang terus di brondong dengan berbagai pertanyaan oleh istrinya jadi sedikit kesal. "Ayolah, Nay. Jangan memberondongku dengan berbagai pertanyaan seperti itu. Aku bukan terdakwa kasus kriminal yang harus diinterogasi seperti ini."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!