Sihir

"Pak, nanti sepulang ngajar ada acara gak?" tanya Iwan pada Farid.

"Kayaknya enggak, kenapa memangnya?"

"Saya punya kenalan, Pak. Katanya istrinya sering banget sakit kepala. Dikira tekanan darah tinggi tapi diperiksa normal. Sempat MRI katanya tapi gak ada yang aneh. Sehat semua jika menurut medis."

"Jauh?" tanya Farid sambil merapikan tugas anak-anak yang sedang dia periksa.

"Cuma lima belas menit, Pak. Dia orang kayak, Pak. Rumahnya bagus, mobilnya juga bagus. Istrinya juga cantik."

"Alhamdulilah. Hidupnya insyaallah nikmat."

"Nikmat apanya? Sakitnya gak terdeteksi medis loh."

"Berarti mending hidup sederhana, gak punya mobil, rumah butut asal bahagia?"

"Ya enggak lah, Pak. Kalau bisa milih, sih, mending punya mobil bagus, istriku cantik, rumah mewah dan sehat."

"Serakah kamu."

"Namamu juga doa, Pak. Ya pasti minta yang baik-baik toh."

"Hidup itu mewah atau tidak terletak pada rasa syukurnya. Bukan pada nilai materinya."

"Iya, Pak. Iya."

Pria yang memiliki tahi lalat di atas bibir kanan itu hanya tersenyum melihat temannya yang kesal karena mendapat ceramah singkat darinya.

Waktu terus berjalan, hingga sampai azan Zuhur dan anak-anak pun pulang selepas salat berjamaah.

Tidak lupa Farid meminta izin dan berpamitan pada Risma via telepon sebelum dia pergi ke rumah yang dimaksud oleh Iwan.

Rumah yang memiliki pagar tinggi berwarna cokelat itu sempat membuat Farid merasakan sesuatu. Bukan hal mistis tapi sesuatu yang membuat dia merasa sesak dan tidak nyaman. Iwan sempat khawatir melihat reaksi wajah temannya. Namun, Farid sudah bertekad untuk pergi menolong.

Tidak lama kemudian setelah Iwan memencet bel, seorang wanita yang mungkin sekitar 40 tahunan muncul dari balik pagar itu sambil tersenyum.

"Monggo masuk, ustad. Sudah ditunggu di dalam."

"Terimakasih, Bu."

Iwan dan Farid pun masuk ke dalam. Ibarat langit dan bumi, Iwan dan Farid datang dengan kendaraan butut, sementara kendaraan yang terparkir di dalam adalah mobil mewah di kelasnya.

Rumah itu bernuansa cokelat dan krem. Bersih dan rapi.

Kedatangan mereka disambut oleh tuan rumah bernama Wawan. Dia mengenal Iwan dari temannya. Wawan sangat ramah dan murah senyum. Senyumnya indah karena ditambah oleh lesung pipinya saat dia tersenyum.

Pakaian sederhana tidak membuat Wawan merendahkan Iwan dan Farid, justru mereka berdua diagungkan keberadaannya. Disuguhi makan dan minuman segar. Segala makanan ditawarkan.

Farid, hanya meminta segelas air putih.

"Terimakasih loh, ustad sudah mau datang ke rumah ini. Saya sangat bersyukur padahal ini dadakan sekali."

"Sudah takdirnya mungkin, Pak. Alhamdulillah kebetulan juga saya tidak punya acara hari ini."

"Benar, benar. Itu loh, istri saya sering banget sakit kepala. Udah di cek ke mana-mana tapi gak ada yang mencurigakan. Kan aneh. Untung saya punya teman pemilik bis yang kebetulan pak Iwan suka naik katanya ya kalau ke kota seminggu sekali."

"Iya, Pak. Saya udah langganan solanya. Kemarin pas saya ke sana denger sopir ngobrol, akhirnya saya nimbrung dan inilah akhirnya. Kita ketemu di sini."

"Ha ha ha. Benar sekali."

Mereka pun saling diam dengan pikiran masing-masing. Sementara Farid sibuk mengendalikan perasaannya yang tidak menentu sejak tadi.

Farid sudah menghabiskan satu gelas air putih, dia meminta dengan sopan untuk menambahkan air lagi. Iwan yang melihatnya merasa heran. Iwan berpikir jika Farid tidak mampu melawan kekuatan jahat di rumah ini. Dia cemas temannya akan kalah dan jatuh sakit seperti dulu saat pertama mereka terjun di dunia rukiyah ini.

Tau temannya khawatir, Farid memberikan isyarat mata. Mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Kita mulai saja? atau ...."

"Ayah, kepala bunda sakit banget." Tiba-tiba istri Wawan datang menghampiri suaminya ke ruang tamu.

Ucapan Iwan memang tidak asal bunyi. Istri Wawan memang sangat cantik. Wajahnya terlihat begitu muda dibandingkan dengan Wawan sendiri.

"Ini istri saya, Khadijah namanya. Dia berbeda 14 tahun dengan saya. Kami baru satu tahun ini menikah."

Iwan dan Farid mengangguk. Pertanyaan mereka tentang perbedaan wajah Wawan dan istrinya terjawab sudah.

Tidak seperti biasanya, Farid banyak menundukkan kepala ketimbang melihat Khadijah. Perasaannya yang tak menentu semakin menjadi. Kini, air gelas ke dua telah habis.

Dengan penuh keikhlasan, Farid berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah agar ditenangkan hatinya.

"Apa yang ibu rasa selama ini?" tanya Iwan karang Farid diam saja sejak tadi.

"Kepala saya sakit. Denger anak nangis sedikit aja kok rasanya mau pecah."

"Anak ibu berapa?"

"Dua. Yang satu kelas empat SD dan satunya lagi baru masuk TK."

Iwan menganga karena merasa aneh dengan pernikahan keluarga Wawan.

"Itu anak-anak saya dengan istri pertama. Kalau Khadijah belum memiliki anak," jelas Wawan.

Iwan hanya ber oh ria.

"Kita mulai saja," ucap Farid tergesa-gesa.

Mereka duduk di ruang tengah. Dialasi dengan permadani tebal agar Khadijah tidak kesakitan. Di bawah kampung kristal yang mewah, Farid mulai membacakan doa dan ayat-ayat Al Qur'an.

Pertanyaan pertama yang sering Farid tanyakan adalah siapa? Sedang apa dan tujuannya apa?

Tidak ada jawaban.

Pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya. Masih tidak ada jawaban. Khadijah yang sudah dikuasai jin itu hanya terdiam menundukkan kepala.

Farid dan yang lainnya ikut terdiam. Namun, secara tiba-tiba dia menyerang Iwan. Beruntung Iwan adalah atlet karate hingga dia bisa menghindar dan menangis serangan.

Khadijah terlempar oleh Iwan. Kepalanya hampir mengenai meja yang berada dekat dengan mereka. Keberuntungan masih ada pada Khadijah, dengan cekatan Farid berhasil melindungi kepala wanita itu yang hampir mengenai ujung meja kaca.

Untuk sesaat Farid dibuat membeku saat wajah Khadijah ada di telapak tangannya. Bulu mata yang lentik dan tebal, serta kulit mulus dan alis yang rapi membuat Farid terhipnotis sesaat.

Astagfirullah

Farid beristighfar. Dia segera menyerahkan Khadijah pada Wawan.

"Tolong diawasi, Pak. Pegang tapi jangan sampai menyakiti tubuhnya."

Ucapan biasa yang sering Farid katakan jika pasiennya adalah wanita. Sewajarnya dan hal lumrah. Namun, Farid merasa benar-benar tidak ingin membuat wanita ini terluka. Lagi-lagi Farid mengucapkan istighfar. Untuk sesaat dia kehilangan fokus.

Ustad muda itu meminta istirahat sejenak untuk mengambil air wudhu dan salat dua rakaat. Meminta Perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari segala godaan syaitan yang saat ini begitu kuat dia rasakan.

Entah jin atau siluman apa yang ada di dalam tubuh Khadijah hingga membuat Farid begitu gelisah dan kehilangan fokusnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!