"Jangan berdoa untuk keburukan orang lain karena sesungguhnya doa itu akan kembali pada pemiliknya."
"Aku hanya meminta pada Allah untuk memberikan imam yang salih padaku. Siapa tau Allah memberikan hidayah pada suamiku. Ada apa? Apa Bapak takut aku mendoakan keburukan untuk istri Bapak?"
...🌺🌺🌺...
"Alhamdulillah." Risma bersyukur saat Farid memberikan amplop semalam. Pemberian keluarga bu Aini. Tiga lembar uang berwarna merah.
"Semoga berkah, ya, Dik."
"Aamiin."
"Aku berangkat ngajak dulu, gak usah mengantar karena sepertinya bu Inah sedang nyapu di halaman depan."
Risma tersenyum.
"Iya, Mas."
Risma mengantar suaminya hanya sampai depan pintu, setelah itu dia langsung menutup pintunya kembali. Risma melihat suaminya dari jendela.
"Istrinya mana, Pak?"
"Ada di dalam, Bu. Alhamdulillah."
"Tumben gak nganter? Oalah, mentang-mentang hamil pertama jadinya manja ya. Maunya leha-leha dan malas-malasan sambil rebahan."
"Gak apa-apa lah, Bu. Saya sebagai suaminya ridho kok. Kalau begitu saya permisi, Bu. Assalamualaikum."
Bu inah menjawab dengan ketus. Risma hanya tersenyum geli melihat kejadian barusan. Bagi Risma, Bu inah itu orangnya baik, hanya saja dia tidak bisa berbicara dengan baik dan benar.
Setelah merapikan bekas sarapan tadi, Risma mencuci piring. Setelah itu dia mencuci baju dan merapikan rumah. Tidak butuh waktu lama untuk merapikan rumah mereka karena ukurannya kecil. Hanya ada dua kamar, ruang tamu sekaligus ruang tv, ruang makan yang menyatu dengan dapur, juga ada kamar mandi.
Pukul 09.30, Risma mengambil air wudhu dan melakukan salat duha. Dia akan membaca Al Qur'an hingga azan Zuhur tiba.
Risma kembali ke dapur untuk masak makan siang setelah salat Zuhur. Hari ini Farid akan pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum pergi mengobati pasien lainnya.
Ada ikan nila goreng, sayur asam dan sambal. Sesederhana itu masakan Risma, tapi Farid tidak pernah menyisakannya sedikit pun.
Masakan terhidang di meja, berbarengan dengan suara motor Farid yang memasuki pekarangan kecil rumah mereka. Risma buru-buru ke kamar untuk bercermin dan memakai parfum sebelum menyambut suaminya.
"Assalamualaikum.... "
Risma menjawab salam sambil membukakan pintu, segera dia mengambil tas lalu mencium tangan suaminya.
"Masya Allah, wangi banget, Dik. Setelah panas-panasan jadi seger nyium wangi kamu."
Risma tersipu malu. Dia lantas menggandeng tangan suaminya dan mengajaknya ke meja makan.
"Alhamdulillah, ada ikan sama ayur asem. Tau aja kalau Mas lagi pengen ikan goreng."
"Masa? Berarti aku bisa jadi cenayang, ya, baca isi hati kamu soalnya."
"Sssst, gak ada cenayang, Adik."
"Astaghfirullah. Maaf, Mas. Aku khilaf."
"Ya sudah, ini mas suapin. Buka mulutnya."
Risma membuka mulutnya agar Farid tidak terlalu lama memegang sendok yang diarahkan ke mulutnya.
Farid mengelus perut Risma sambil berdoa. Tentu saja mendoakan janin yang ada di dalam agar menjadi anak yang salihl/salihah, lahir dengan lancar tanpa kendala yang berarti.
Azan ashar berkumandang, Farid pergi ke mushola sementara Risma salat di rumah. Saat masih sedang berzikir, Farid datang. Dengan susah payah Risma berusaha bangun, akan tetapi Farid yang memang tahu apa yang akan dilakukan istrinya, segera berjalan cepat menuju kamar. Dia tidak ingin Risma berusaha berdiri saat perutnya begitu besar. Dia tidak ingin Risma susah.
"Jangan bangun, Dik. Gak apa-apa."
Risma tersenyum, dia kembali duduk.
"Mas, izin ya. Sore ini mau pergi ke kabupaten. Entah pulang jam berapa, Mas juga gak tau." Ucap Farid sambil duduk di hadapan Risma. Dia mengelus-elus kepala istrinya.
"Iya, Mas. Mas jaga diri, hati-hati juga di jalan apalagi pulang malam. Bawa jas hujan juga soalnya sekarang musimnya gak menentu. Siang panas, sorenya bisa hujan deras."
"Iya, Sayang. Mas siap-siap dulu. Jangan kamu bantu apa-apa. Duduk saja di sini sambil zikir. Terus meminta perlindungan pada Allah karena Mas jarang ada di rumah."
"Iya, Mas."
Farid mencium kepala istrinya sebelum berganti pakaian dan siap-siap pergi ke kabupaten untuk mengobati seorang anak gadis.
Gadis itu bernama Riska. Setiap haid dia selalu kesakitan sampai hampir mau pingsan. Sudah periksa ke dokter kandungan akan tetapi dokter menyatakan bahwa Riska baik-baik saja.
Hari ini Farid bersama Iwan pergi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Benarkah Riska mengalami gangguan yang disebabkan karena jin, ataukah ada hal lainnya.
Butuh waktu cukup lama dari rumah Farid untuk sampai ke rumah Riska. Berangkat pukul 16.15, mereka sampai 30 menit menjelang magrib.
Keluarga Riska segera menyambut Farid dan Iwan begitu mereka sampai.
"Alhamdulillah, Pak Ustad. Akhirnya datang juga. Ayo, ayo, tolong sembuhkan anak saya."
Seorang bapak dengan peci lusuh dan sarung yang terlihat kumal menarik tangan Farid bahkan saat Farid belum sempat menyimpan helmnya. Alhasil helm Farid jatuh.
Iwan mengambil sambil geleng-geleng kepala.
Farid melepas jaket dan menyimpan tas di sembarang tempat karena keluarga pasien ingin Farid segera mengobati anaknya.
Tidak terlihat kesakitan. Dia meringkuk sambil meringis memegang perutnya. Katanya hari ini adalah hari ketiga dia seperti itu. Rasa sakitnya akan bertambah saat menjelang magrib. Seperti sekarang ini.
"Pakaikan mukena dan celana panjang, Pak. Kalau ada pakaian kaos kaki juga."
Entah siapa, tapi orang yang ada di sana seorang perempuan agak muda segera berlari mengambil apa yang Farid minta.
Setelah semuanya terpakai, Farid mendekati Riska. Memegang punggungnya lalu membacakan doa. Dalam hitungan menit, Riska tidak lagi meringis. Rintihannya sudah tidak terdengar lagi. Farid pun menjauh.
"Sudah, ustad?" tanya bapak yang sama.
"Belum. Saya hanya menenangkannya sejenak karena sudah mau magrib. Setelah magrib baru akan saya doakan. Semoga Allah mengabulkan dan menyembuhkan Riska. Saya hanya manusia biasa, Pak. Yang menyembuhkan tetap Allah."
"Oh, iya, iya."
"Kasih Riska minum air putih dulu, Bu."
"Iya, ustad."
"Mar, ambilkan kopi dan makanan untuk ustad dan temannya. Pak ustad suka kopi apa?"
"Apa saja yang minum, Pak. Alhamdulillah."
"Oh, iya."
Sambil menunggu azan, Farid dan Iwan minum kopi sambil makan kue gabin tapai. Hingga azan pun tiba. Farid dan Iwan pergi ke mushola terdekat.
"Alhamdulillah." Farid kembali duduk di kursi. Dia minum air putih sambil melihat Riska yang sejak tadi menatapnya tanpa berkedip.
Seperti biasa, Farid memakai sarung tangan sebelum beraksi. Tujuannya agar dia tidak menyentuh kulit pasien terutama untuk kaum wanita.
"Bismillahirrahmanirrahim ...." Farid mulai membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Riska masih belum memberikan reaksi apa-apa. Farid kemudian melanjutkan dengan lantunan ayah lainnya, Riska pun bereaksi. Kepalanya menunduk hingga keningnya hampir menyentuh lantai.
"Siapa kamu? Sedang apa di dalam?"
Tidak ada jawaban.
"Hei, sedang apa di dalam? Ngobrol yuk. Kok diem aja, kenapa? Sariawan ya? Mau adem sari gak?"
Riska tertawa.
"Loh, mau dikasih obat kok malah ketawa. Kenapa? Saya lucu, ya?"
Riska menggelengkan kepala. Tentu saja itu bukan Riska yang sebenarnya.
"Udah, saya bantu keluar aja yuk. Udah lama kamu di sana?"
Riska menggelengkan kepala.
"Berarti baru? Sejak kapan? Mau ngapain kamu di sana?"
"Mau makan." Riska berbisik pelan.
"Makan? Makan apa?"
Riska menunjukkan perutnya di bagian bawah, tepat di bagian rahim.
"Kenapa kamu makan itu? Kasian loh itu yang punya tubuhnya sakit. Kamu masuk lewat apa?"
Riska memperagakan gerakan seperti sedang mencuci.
"Nyuci baju?"
Riska menggelengkan kepala.
"Daleman?"
Jawabnya masih sama.
"Oh, mungkin itu, Pak. Apa itu yang suka dipakai cewek kalau haid." Iwan mencoba menebak.
"Oh, pembalut?"
Riska mengangguk.
"Ya sudah, sekarang saya bantu kamu keluar ya. Kalau ngeyel saya potong rambut kamu. Kamu nyai kukun kan?"
Riska memegang kepala seolah sedang melindungi rambutnya.
"Yuk, ikuti saya. Kamu masuk Islam, ya. Nanti saya akan kasih kamu baju bagus, baju muslimah. Mau?"
Riska masih ngeyel. Dia tertawa seperti sedang meledek Farid.
"Bismillahirrahmanirrahim ...." Farid membaca ayat Alqur'an sembari memegang kepala Riska. Riska menjerit sambil berteriak 'panas'. Tangannya berusaha melepaskan tangan Farid dari kepalanya.
Melihat itu, Iwan dan yang lainnya segera membantu Farid, mereka memegangi tangan Riska.
Oeeeek!
Riska akhirnya muntah, tidak cuma sekali tapi beberapa kali.
Setelah beberapa menit, Riska akhirnya sadar. Dia terlihat bingung dan kekalahan.
"Riska."
Riska menoleh.
"Masih sakit?"
"Enggak."
Semua orang berucap Alhamdulillah karena akhirnya Riska tidak lagi kesakitan. Riska diberikan minum dan dibiarkan istirahat sejenak.
"Riska udah tenang?" tanya Farid.
"Iya, ustad."
"Kita ngobrol dulu, ya. Ini, sih sebenernya untuk semuanya. Terutama untuk kaum wanita, khusunya Riska. Jadi, jika kita sedang haid, jangan mandi setelah magrib apalagi pas magrib. Juga saat mencuci pembalut usahakan airnya jangan mengalir keluar atau ke got. Cuci pakai sabun sampai bersih sebelum dibuang. Sebenarnya makanan bangsa jin itu adalah hal-hal yang kotor termasuk darah haid. Makanya ... usahakan di dalam rumah jangan ada sampah biar jin gak masuk dan makan. Saat masuk ke kamar mandi jangan lupa kaki kiri dulu dan baca doa. Intinya hiduplah seusai anjuran dan sunah Islam. Ya, Riska?"
"Iya ustad."
"Riska tuh kalau lagi haid pembalutnya asal geletak gitu aja di kamar mandi. Kadang masih suka terlihat merah. Buang juga gak pakai plastik, asal buang ke tong sampah," ucap ibunya.
"Nah, itu gak boleh gitu lagi, ya. Mungkin kita sering denger ada kuntilanak sedang menghisap pembalut. Nah, memang begitu. Tapi itu bukan kuntilanak, itu bangsa jin yang sedang menyerupai kunti."
Mereka semua terdiam. Setelah berbicara panjang lebar dengan keluarganya, Farid dan Iwan berpamitan untuk pulang karena sudah larut.
Sesampainya di rumah, Farid terkejut karena Risma masih terjaga.
"Kenapa belum tidur, Dik?"
"Gak ngantuk, Mas." Risma bergelayut manja pada lengan Farid.
Ustad itu hanya tersenyum melihat tingkah istrinya. Dia tahu betul apa yang diinginkan Risma saat ini. Meski begitu lelah dan mengantuk, Farid tidak ingin membuat istrinya kecewa.
"Ya sudah, tunggu Mas mandi dulu ya. Keringetan soalnya."
Risma mengangguk dengan senyum malu-malu. Namun, tidak bisa disembunyikan lagi bagaimana dia sangat bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
yg ribet kalok yg kerja, sampe rumah kadang udh mepet maghrib malah kadang udah lewat maghrib, kumaha yeuh?
2023-01-13
4