Di pagi hari.
"Vita, bangun ini sudah pagi." Ayah Zovita, membangunkan Zovita.
Tok tok tok
Ayah Zovita terus mengetuk pintu dan memohon kepada Zovita agar membuka kan pintu untuk nya.
Perlahan Zovita membuka mata nya, melihat sekeliling kamar nya, berfikir bahwa dia sudah ada di alam lain ternyata diri nya masih ada di kamar nya, masih dengan keadaan yang mengenaskan menurut nya.
hiikkksssssss
Ayah nya hanya mendengar suara Zovita menangis.
"Ayo vita Ayah mohon buka pintu nya, kamu jangan seperti ini terus." Ayah nya terus memohon.
Zovita membuka pintu.
Ceklek.
Sontak Ayah nya kaget dengan kondisi putri nya yang menyedihkan, bahkan Zovita menggunting rambut nya sendiri, padahal sebelum nya rambut nya panjang terurai.
"Ya ampun, Vita." Ayah nya meneteskan air mata melihat putri nya, segera menghampiri nya dan, mengajak nya duduk di kursi.
"Kamu jangan begini, Vita. Kamu harus kuat, kamu tidak boleh lemah seperti ini, kamu anak yang hebat, ayo Vita jangan berlarut."
Ayah nya terus menyemangati Zovita.
"Ha ha ha, Apa kata mu, Ayah? aku harus kuat? dengan keadaan yang begini? siapa yang tidak jijik melihat aku yah?"
Zovita menyahut terus merasa diri nya menjijikan.
"Bahkan seseorang yang kata nya dulu mencintai ku, mau hidup bersama denganku, sampai saat ini tidak terlihat batang hidung nya," lanjut nya.
Dia merasa kecewa, karena Defa calon suami nya benar-benar tidak melihat nya sampai saat ini, dia seperti malu untuk menemui nya.
Tak lama terdengar suara langkah kaki yang menuju ke kamar nya.
"Zovita, sudahlah jangan mengharapkan Defa lagi, dengan keadaan kamu yang seperti ini itu sudah cukup membuktikan lelaki seperti apa dia." Rika, Ibu tiri Zovita muncul tiba-tiba.
Rika, dia memiliki penampilan yang anggun dengan gaya rambut pendek nya, usia nya lebih muda di bandingkan Ibu nya.
"Husss, jangan ngomong begitu." Ayah Zovita mengingatkan istri nya karena takut membuat Zovita semakin down.
Zovita hanya menarik nafas dalam-dalam dan berada dalam pandangan yang kosong.
"Lupakan pernikahan! lupakan lelaki bernama Defa itu! dia hanya omong kosong, banyak alasan dan pandai berbohong, lebih baik kamu fokus pada kesehatan mu," ungkap Ibu tiri nya agak ceplas ceplos orang nya.
"Lagi pula, Tante. Lelaki mana yang mau dengan wanita menjijikan seperti aku? melihat saja jijik apalagi untuk hidup bersama, aku saja jijik dengan diriku sendiri," jawab Zovita lirih sekali, air mata nya terus berjatuhan.
"Sudah-sudah stop, Rika. Jangan terus berbicara tentang pernikahan dulu."
Ayah nya mencoba untuk memperingati istri nya.
Rika atau Ibu tiri Zovita mendekati tubuh Zovita, lalu meraih kedua tangan nya.
"Vita!!! Lupakan peristiwa menyakitkan itu, kamu berhak bahagia, kamu jangan menganggap dirimu kotor atau jijik, kamu harus bangkit melawan rasa trauma mu."
Ibu tiri nya terus membujuk Zovita, agar Zovita tenang dan tidak menyalahkan diri nya sendiri.
Zovita bangun dari tempat duduk nya, menatap kamar terkutuk nya dan dengan perasaan penuh dendam Zovita menutup pintu kamar nya dari luar.
"Entahlah, aku butuh waktu, tolong bawa aku pergi dari tempat ini Ayah." Zovita meminta kepada Ayah nya dengan isak tangis yang tak dapat di bendung lagi.
Ibu tiri nya terus menepuk bahu dan mengelus kepala nya.
"Kalau Defa datang menanyakan aku, bilang saja kalau aku sudah mati."
Dengan emosi Zovita melontarkan kalimat itu.
Mereka bertiga pun berpelukan, sambil terus menangis.
Tepat hari ini, dimana tertulis di undangan pernikahan bahwa Zovita dan Defa akan melangsungkan pernikahan, namun kandas.
Dengan ketidak hadiran Defa selama peristiwa mengerikan itu terjadi, Zovita semakin yakin bahwa Defa memang tidak mencintai nya, bahkan sekedar basa basi lewat telepon saja tidak.
Defa seperti hilang di telan bumi.
Zovita sadar bahwa impian nya untuk menikah dengan lelaki yang dia cintai harus kandas, harapan itu terkubur bersama rasa sakit nya.
Zovita berencana meninggalkan kota itu bersama Ayah, dan ibu tiri nya. Dia ingin melupakan kenangan pahit yang menghancurkan hidup nya, dia akan pindah ke rumah lama Ibu nya di kampung yang saat ini tidak berpenghuni.
Sebelum pergi, Zovita mengunjungi makam Ibu nya dan menumpahkan segala kesedihan nya.
***
Di sepanjang perjalanan menuju kampung, Zovita terus memandangi sudut-sudut kota, kota penuh harapan dan impian nya namun dia harus meninggalkan kota itu karena kenangan buruk, dia bertekad untuk tetap melanjutkan hidup jauh dari bayang-bayang buruk tentang diri nya.
Dia berharap di kampung kelahiran Ibu nya, dia menemukan kehidupan baru yang jauh lebih baik.
Zovita pergi bersama Ayah, ibu dan kedua adik tiri nya yang usia nya tidak terpaut jauh dengan nya.
Mereka juga menyayangi Zovita.
"Vita, kamu yakin dengan keputusan mu ini?"
Ayah Zovita bertanya kepada putri nya, untuk memastikan bahwa putri nya akan meninggalkan kota besar itu.
"Ayah bilang aku harus bangkit, aku akan tetap melanjutkan hidup ku tanpa bayangan buruk dan kenangan mengerikan itu yah," jawab Zovita dengan suara lembut.
"Benar vit, bagaimana pun kamu harus tetap berjalan ke depan, lagi pula lelaki berengs*k itu kan sudah di tangani polisi, dia akan menanggung akibat buruk dari perbuatan nya," timpal Rika.
Kedua adik nya tersenyum ke arah Zovita.
"Kakak, harus kuat, semangat yah," ujar Rachel adik pertama Zovita.
Sementara Raka, adik bungsu nya ikut tersenyum ke arah jendela mobil yang mereka tumpangi.
Rika, Ibu tiri Zovita menganggap Zovita seperti anak kandung nya sendiri, dia bahkan mau merawat Zovita saat kecil dulu, namun Ibu Zovita tidak mau karena Ibu nya hanya sendiri.
Rika cantik, anggun dan tampilan nya sangat berwibawa seperti istri-istri pejabat, dia selalu mau tampil cantik dan perfect agar Ayah Zovita tidak bosan melihat nya, katanya.
Karena Ayah Zovita adalah seorang politisi.
Berbicara nya pun selalu berbobot, dan berisi, penuh dengan nasihat dan motivasi.
Berbeda dengan kehidupan Zovita bersama Ibu nya, jauh dari kata mewah. Mereka sangat sederhana, Ibu nya bekerja keras sebagai kepala staff marketing di suatu perusahaan.
Zovita juga hanya staff biasa di kantor nya, untuk membiayai kuliah nya, dia sangat bekerja keras.
Kini Zovita harus rela melepaskan semua nya, harus meninggalkan mimpi nya untuk menjadi sarjana hukum, melepaskan karir nya yang selama ini di perjuangkan.
Dia sangat mengutuk kejadian mengerikan itu, dia mau lepas dari rasa trauma dan menjalani hidup dengan tenang tanpa pandangan buruk dari orang lain.
Sementara untuk tetap berada di kota ini, Zovita akan menerima cibiran, hinaan dari siapa pun, dari lingkungan kerja dan lingkungan rumah nya tentu.
Pilihan terbaik memang keluar dari kota ini, dari kenangan pahit, yang membuat nya kehilangan satu-satu nya orang yang dia sayangi.
"Vita, kamu tidak apa-apa kan nanti di kampung sendiri? karena Ayah dan Ibu akan kembali ke kota, kita banyak yang harus di kerjakan," ungkap Ayah Zovita mencoba memberi penjelasan kepada putri nya.
"Iya Ayah, aku memang butuh sendiri. Aku sudah biasa," jawab Zovita terlihat pasrah.
Tapi, memang tujuan dia ke kampung untuk menenangkan diri dan pikiran, terutama menghilangkan rasa trauma.
"Ada bi Wati kok, tenang saja. Bi Wati akan menemani kamu selama di sana dan saat kamu butuh apa-apa bilang saja sama bi Wati ya," ucap Rika, lalu tersenyum.
Zovita ingin mengucapkan selamat tinggal pada kota ini yang telah membuat hancur semua nya, semua mimpi nya.
______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments