Aku berdiri saat kamu mengucapkan kata yang tidak pernah ingin aku dengar selama hidupku.
Ingin aku memutar waktu. Mengingat kamu yang dulu ada di sampingku setiap hari, menjadi sandaran ternyaman saat ku lemah saat ku lelah.
Hanya tinggal menghitung hari menuju aku yang akan tinggal sendiri, merenungi semua yang tak mungkin bisa ku putarkan kembali seperti dulu.
Aku bahagia tapi semuanya hilang tanpa sebab, ingin aku menghentikan semuanya. Sayangnya aku tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa yang aku inginkan.
Terluka dan menangis karena aku tak bisa terima semua keputusan yang telah kau buat..
Satu yang harus kau tahu. Ku menanti kau tuk kembali, jujur ku tak ingin engkau pergi meninggalkan semua usai di sini. Aku tidak dapat menahan air mata ini, saat mengingat semua yang telah terjadi.
Ku tahu kau pun sama seperti aku yang tak ingin cinta usai di sini. Aku bisa melihatnya di dalam matamu.
Tapi mungkin inilah jalannya.
Harus berpisah.
Aku harap, sebuah keajaiban terjadi sehingga kamu tidak akan meneruskan keinginanmu yang ingin mengakhiri hubungan ini.
Lihatlah dua malaikat yang sudah mendampingi kehidupan kita dan melukiskan warna yang lebih terang daripada warna yang selalu kita lukiskan dalam sejarah kisah cinta kita.
Cobalah untuk merasakan bagaimana penderitaan yang akan mereka rasakan ketika kamu tetap pada pendiriannya.
"Humaira.."
"Mama?" aku yang sedang duduk termenung di dekat jendela, langsung tersadar dan menghapus air mata sebelum menatap ke arah Ibu mertuaku. Ibu yang sudah menjadi pengganti Ibu kandungku yang telah tiada.
"Aisyah dan Almira tidur, jadi Mama datang ke sini untuk memberitahukan kepada kamu bahwa mereka akan tidur di tempat Mama. Ajak Chiko untuk datang dan menginap di rumah mama. Kalian sudah lama kan tidak pernah menginap di rumah mama?" Ucap beliau sambil tersenyum.
Aku berdoa agar Mama tidak mengetahui bahwa sebenarnya aku sedang merasakan kegundahan yang luar biasa.
"Insyallah, ma."
Aku mengantar kepergian Mama mertua ke depan rumah karena sopir sudah menunggunya.
"Mama pulang dulu ya, assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Aku menghela nafas panjang dan melihat rumah yang sudah 10 tahun menjadi saksi perjalanan hidupku bersama dengan Chiko.
Tak terasa, air mata kembali menetes saat mengingat bahwa 10 tahun kebersamaan akan berakhir dalam tiga puluh hari kedepan.
Tidak ada satu pun pasangan di dunia ini yang menginginkan perceraian. Perceraian selalu meninggalkan dampak negatif, tidak hanya pada pasangan suami dan istri, tapi juga pada anak yang mereka miliki.
Seandainya kamu mengetahui dampak yang akan terjadi kepada anak saat kita memutuskan untuk bercerai. Mungkin kamu akan berpikir dua kali untuk mengatakan kata itu kepadaku.
Di sisa waktu yang aku miliki, Aku akan berusaha meninggalkan pesan yang membahagiakan untuk kedua putri kita.
Pagi harinya..
Aku memberanikan diri untuk menanyakan kepada suamiku tentang perceraian. Berharap bahwa dia akan berubah pikiran.
"Aku memilih untuk bercerai bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi karena aku lebih memilih untuk bahagia tanpamu," ucapnya sebelum pergi meninggalkan rumah.
"Apa memang benar bahwa di dalam hatimu sudah tidak ada lagi cinta untukku?" tanya ku sambil berusaha menahan air mata agar tidak terjatuh di depannya.
Suamiku, berbaliklah dan lihatlah mataku. Kenapa sejak hari itu setiap kita berbicara kamu tidak pernah menatap mataku. Aku tahu kamu tengah diselimuti oleh kabut cinta sesaat. Berbalik dan tataplah aku, agar aku bisa menghilangkan kabut itu dari mata dan hatimu.
Ya, sepertinya percuma saja Humaira berharap karena Chiko tetap berbicara sambil membelakangi Humaira.
"Jangan menilaiku tak lagi mencintaimu, tak lagi menghormatimu sebagai pasanganku. Aku sudah melakukan semampuku untuk mempertahankan pernikahan tapi nyatanya aku tidak bisa. Maafkan aku Humaira. Aku berharap setelah ini kamu bisa menemukan kebahagiaan yang lebih besar."
"Aku tidak melihat perceraian sebagai suatu kegagalan. Aku melihatnya sebagai akhir dari sebuah cerita. Dalam sebuah cerita, semuanya memiliki akhir dan permulaan. Dan inilah akhir dari cerita kita berdua."
"Aku harus pergi ke kantor, assalamualaikum." Ucap Chiko sambil melihat ke arah jam tangannya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Humaira.
"Walaikumsalam.."
Humaira berjalan sambil mengulurkan tangan, berharap bahwa Chiko tidak akan lupa untuk membiarkan Humaira mencium tangannya seperti yang selalu mereka lakukan. Tapi ternyata Chiko langsung pergi.
"Perceraian adalah salah satu pengalaman traumatis yang paling merusak dan emosional yang bisa dilalui manusia, tidak peduli apakah kamu penghasut atau penerima. Sulit, dan sakit, dan butuh waktu lama untuk merasa normal kembali." Lirih ku sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.
Aku memutuskan untuk membersihkan rumah dan bersiap menjemput Aisyah dan Almira.
Aku juga harus memikirkan alasan karena semalam aku sendiri tidak tahu suamiku pulang jam berapa, sehingga aku tidak bisa memberitahu bahwa Aisyah dan Almira menginap di rumah Mama, juga menyampaikan pesan mama agar kami menginap di sana.
Suamiku, Aku tidak akan pernah berhenti berdoa kepada sang Maha pembolak balik hati.
...----------------...
"Satu bulan? apa itu artinya selama satu bulan kamu tidak akan menemui aku?" tanya Dinda yang terkejut saat Chiko mengatakan keinginan terakhir dari Humaira.
Chiko mengangguk lemah.
"Tidak, tidak. Aku tidak bisa jika harus satu bulan penuh tidak bertemu denganmu."
"Dinda, mengertilah. Apa salahnya menuruti keinginan terakhir dari Humaira. Bukankah setelah itu kita akan bersama membangun rumah tangga seperti yang selalu kamu inginkan."
"Kita juga masih bisa bertemu di kantor," ucap Chiko.
Dinda terdiam, bagaimana bisa dia membayangkan selama 1 bulan hanya bertemu di kantor dan tidak melakukan apapun seperti yang biasa mereka lakukan.
Chiko bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Dinda.
"Ayolah, hanya 30 hari saja. Setelah nya kita akan selalu bersama dan melakukan apapun yang kamu inginkan."
"Janji hanya 30 hari?" yang Dinda memastikan.
"Iya, aku janji."
"Kalau begitu mana surat perceraiannya? apa Humaira sudah menandatanganinya?"
"Tentu saja belum. Bukankah sudah kukatakan jika Humaira akan menandatangani surat perceraian itu setelah aku setuju untuk menjalani syarat terakhir yang dia berikan."
"Chiko, bukan aku tidak mengizinkan kamu untuk menuruti syarat terakhir yang istri kamu berikan. Aku hanya takut jika ternyata setelah kamu menghabiskan waktu bersama dengan istri kamu. Kamu berubah pikiran dan justru kamu memutuskan hubungan kita."
"Kamu tahu kan, jika aku sudah sangat tergantung kepada kamu. Aku sangat mencintai kamu dan aku tidak bisa jika harus hidup tanpa kamu."
Tidak, Aku berjanji aku tidak akan berubah pikiran."
Dinda tersenyum lalu memeluk Chiko, pelukan itu berakhir pada adegan tempat tidur.
Bagaimana bisa aku tidak begitu menggebu-gebu ingin menikmati bahtera rumah tangga bersama dengan Dinda yang nyatanya sangat pandai memberikan servis di atas ranjang.
Ah Dinda, aku sudah tidak sabar untuk menikmatimu setiap hari.
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
siti salamah
laki otak dengkul
2023-08-28
0
Nurmalia Irma
dibarengi syaitooon itu jadi nikmat yg semu chikoo
2023-02-03
0
Nurmalia Irma
biasanya ngapain sih
2023-02-03
0