“Kedatangan aku kesini adalah ingin membatalkan pernikahan ini.” Ucap Emilia dengan penuh keyakinan dan wajah lurus kedepan.
“APA?” Semua orang yang ada di ruangan terperanjat kaget.
“Seperti yang kita semua ketahui kalau nenekku punya hutang yang sangat banyak untuk menyekolahkan aku pada keluarga ini, namun aku rasa pengorbanan nyawa yang diberikan kedua orangtuaku sudah lebih dari cukup untuk membayar hutang-hutang itu. Namun, …”
“EMILIA!” Roy berteriak cukup kencang ke wanita yang tampak sangat percaya diri mengatakan itu.
“Namun, kalau memang hutang uang tidak bisa dibalas dengan hutang nyawa, aku akan mengusahakan semampuku untuk membayar semua hutang-hutang nenek pada keluarga ini. Tapi, aku tidak akan membayarnya dengan pernikahan. Aku tidak akan mengorbankan hidupku yang sangat berharga ini.” Emilia tidak peduli dengan teriakan Roy yang tampak sangat shock dengan kalimat yang diucapkan calon istrinya itu. Kalau Emilia tidak bersedia menjadi istrinya, itu berarti Roy tidak akan mendapatkan warisan dari ayahnya. Tidak hanya Roy, sepasang mata Sonia terbelalak lebar. Nasib keuangannya dan kesenangannya berkumpul dengan teman-temannya akan berhenti saat ini juga. Sonia mengepalkan tangannya dan mengeratkan giginya.
“Emilia, apakah kamu tahu apa yang kamu ucapkan? Kamu tidak akan mendapatkan suami yang lebih baik lagi selain Roy di kemudian hari. Lagipula, darimana kamu akan mendapatkan uang sejumah lima ratus juta dalam waktu singkat? Bahkan kamu tidak akan pernah bisa membayarnya dengan uang gajianmu selama seumur hidupmu.” Ucap Sonia dengan suara bergetar menahan emosi.
“Maaf ibu, aku sudah memikirkan dengan baik. Aku tidak akan melanjutkan rencana pernikahan ini. Karena, aku tidak ingin menjadi wanita yang merusak kebahagiaan keluarga lain.” Ucap Emilia dengan senyum lebar penuh
misteri.
“Apa maksud kamu?” Kali ini Arka yang bertanya. Pria paruh baya itu sejak tadi hanya bisa memejamkan mata dan menghela napasnya begitu mendengar keputusan Emilia untuk membatalkan pernikahan.
“Haruskah aku yang memberitahu kedua orangtua kamu, Roy?” Roy terperanjat kaget begitu mendengar pertanyaan Emilia yang tiba-tiba.
“Kenapa kamu bertanya padaku?” Tanya Roy lagi.
“Huft, baiklah. Biarkan aku yang mengatakannya. Ayah ibu, Roy telah berhubungan dengan wanita lain dibelakangku. Dan, wanita itu sudah mengirim pesan singkat padaku menceritakan semua perbuatan mereka berdua.” Mulut Roy menganga lebar mendengar jawaban Emilia yang bagai petir disiang bolong.
“EMILIA, APA YANG KAMU KATAKAN?” Emilia tidak peduli dengan teriakan Roy. Wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menyentuh layar ponselnya sejenak sebelum memperlihatkan pesan tertulis yang Emilia terima saat menunggu Roy didalam kafe.
“Apa yang terjadi ini, Roy? Kamu harus jelaskan dengan baik. ADA APA SEMUA INI?” Arka berteriak kencang pada anak satu-satunya yang sangat dimanja itu.
Di layar ponsel Emilia tertulis, “Emilia, aku sedang mengandung anak Roy. Kami sudah lama berhubungan intim di belakang kamu. Kalau kamu memiliki rasa kemanusiaan sebagai seorang wanita, kamu tidak akan melanjutkan pernikahan yang telah kamu rencanakan itu.” Tampak sebuah foto sepasang pria dan wanita saling berciuman mesra di sebuah taman yang cukup tersembunyi. Wajah sang pria terlihat jelas yang tidak lain adalah Roy. Sedangkan wajah sang wanita membelakangi kamera.
Tidak tertulis siapa pengirimnya, namun ketika dihubungi kembali, nomer tersebut sudah tidak aktif lagi.
“Aku tidak tahu siapa yang mengirim pesan ini. Karena, ketika aku telpon langsung ternyata ponselnya sudah tidak bisa dihubungi lagi. Namun, bukti foto rontgen bayi ini sudah cukup menjelaskan semuanya. Maafkan aku, ayah ibu. Aku tidak bisa berlama-lama lagi disini. Aku harus segera pulang.” Emilia membungkukkan badannya dan keluar rumah dengan langkah panjang dan cepat.
“EMILIA, TUNGGU! AKU AKAN JELASKAN SEMUANYA!” Roy mengejar Emilia dan berhasil menangkap lengan kiri wanita itu. Tapi, dengan cepat Emilia menepisnya.
“Diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Sampaikan rasa terima kasihku pada wanita selingkuhanmu itu. Karena dia telah menolongku keluar dari zona menyedihkan ini sebelum pernikahan. Cih!” Emilia melanjutkan kembali langkahnya keluar rumah dan berlari cepat keluar pagar. Emilia baru ingat kalau hari ini mobilnya masih di bengkel karena kemarin dia kemarin mengantuk saat mengemudi karena pulang larut malam sehingga mobilnya menabrak trotoar jalan dan rusak parah dibagian depan. Pengerjaannya baru akan selesai satu minggu lagi.
Beruntung ada taksi yang lewat didepan rumah keluarga Roy dan Emilia pun langsung menghentikannya dan masuk kedalam taksi tersebut.
“Untuk sementara waktu, aku tidak bisa pulang kerumah karena pria itu pasti akan datang kerumah. Tapi, kemana aku harus pergi?” Emilia bergulat dengan pikirannya. Wanita itu pun menghela napas panjang dan sampailah pada keputusan untuk menginap malam ini di hotel dekat kantor agar besok bisa lebih cepat sampai kantor demi menghindari kemacetan.
“Satu kamar saja atas nama Emilia Lavanya dan aku hanya butuh satu malam.” Ucap Emilia begitu sampai di meja resepsionis sebuah hotel sederhana yang hanya terdiri dari dua lantai. Bahkan hotel ini lebih pantas
disebut motel.
“Emilia?” Emilia memalingkan wajahnya kearah suara yang memanggilnya.
“Bos?” Bibirnya menganga lebar begitu melihat sosok pria
yang tinggi dengan pakaian santai serba hitam.
“Apakah kamu menginap disini?” Tanya pria bernama Julian tersebut.
“I-iya, untuk sementara saja.” Jawab Emilia ragu-ragu dan gugup.
“Dengan siapa kamu akan menginap?” Tanya pria yang terkenal pelit bicara itu. Tapi, tampaknya saat ini pria itu terlalu banyak bertanya urusan pribadi Emilia.
“Aku sendirian saja, bos.” Jawab Emilia sambil terpaksa
senyum.
“Ohhh,”
“Apakah bos juga menginap disini?” Tanya Emilia kemudian, mencairkan suasana yang sepi. Wanita petugas resepsionis masing mengurus administrasi untuk Emilia menginap.
“Aku kesini untuk menjemput …”
“Julian? Ternyata kamu sudah datang. Kenapa kamu tidak menelponku?” Seorang wanita berpakaian seksi tiba-tiba muncul dari belakang mereka.
“Aahhh,” Emilia tersenyum lebar, seolah-olah memahami maksud kedatangan bosnya ke hotel. Tapi tidak dengan Julian. Pria itu mengernyitkan alisnya setelah melihat respond yang diberikan salah satu karyawannya itu. “Permisi,
bos. Aku sudah mendapatkan kuncinya.” Emilia tersenyum kembali kepada bosnya sambil
menggoyang-goyangkan kartu kamar yang baru didapatnya dari resepsionis.
“Ada apa denganmu, Julian?” Pertanyaan wanita seksi pada bosnya itu masih terdengar oleh Emilia dalam beberapa langkahnya menuju lift. Julian lagi-lagi mengerutkan alisnya melihat wanita yang menginap di kamar hotel tapi tidak membawa koper, hanya tas kerja dan pakaian yang melekat di tubuhnya saja.
Pintu lift yang membawa Emilia menuju lantai tempat dimana kamarnya berada pun terbuka. Wanita yang baru saja membatalkan pernikahan dengan kekasihnya itu, langsung masuk kedalam lift dan menekan tombol tutup pintu. Emilia pun menghilang dari pandangan Julian, seiring dengan tertutupnya pintu lift.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments