Emilia bergegas mengejar sang suami tanpa perlu memanggil
namanya. Apa yang dilihatnya baru saja, membuatnya semakin penasaran dengan apa
yang sebenarnya terjadi saat ini. Dia berusaha untuk berpikiran positif pada
sang suami yang tidak pernah dia cintai namun selalu dia hormati dan hargai.
Meski tubuhnya lemas hampir tidak bertenaga, Emilia berjalan
mengekor sang suami yang menyadari ada istrinya berjalan dibelakangnya. Roy berhenti
di depan sebuah kamar dan langsung menempelkan kunci berbentuk kartu persegi
tersebut. Emilia bergegas ingin ikut masuk namun langkah kakinya terhenti
ketika mendengar suara sang suami sedang berbicara dengan orang lain.
“Apakah kamu sudah mengantarkan dia pulang?”
“Dia sudah pergi. Sekarang kita bebas. Aku masih punya waktu
satu jam lagi sebelum istri sialanku datang.” Ucapan Roy langsung membuat dada
Emilia terasa sesak. Tanpa terasa, Emilia menutup mulutnya dengan satu tangan.
“Kalau kamu sudah tidak mencintai istri kamu lagi, kamu
ceraikan saja dia.” Ucap suara seorang perempuan dari dalam kamar. Pintu kamar
hotel itu tidak tertutup rapat sehingga Emilia bisa mendengar dengan jelas
semuanya dari luar.
“Aku memang tidak pernah mencintainya. Aku menikah dengannya
hanya karena desakan dari ayahku. Kalau aku tidak menikah dengan perempuan
sialan itu, ayahku tidak akan pernah memberikan warisan padaku. Kamu sendiri
tahu kan? Beberapa hektar tanah, dua mobil, tiga rumah, dan deposito di bank, kalau
bukan untuk aku, untuk siapa lagi?” Emilia bisa membayangkan ekspresi wajah Roy
yang menyeringai sinis sambil mengucapkan semua kata yang perlahan namun pasti
sudah menghancurkan kepercayaan yang selama ini Emilia berikan untuk suaminya
seorang.
Emilia mulai berpikir kalau perempuan yang ada didalam itu
adalah perempuan yang sudah lama dikenal oleh suaminya. Roy seperti akrab membicarakan
hal-hal pribadi, termasuk warisan orangtuanya. Jadi, tidak mungkin kalau
perempuan yang didalam bersamanya saat ini adalah perempuan yang baru dikenal.
“Kamu benar-benar hebat, sayang. Aku tahu kalau aku tidak
akan salah memilih kamu menjadi kekasihku sejak kamu pertama menikah. Tapi, aku
tidak ingin statusku tanpa kejelasan seperti saat ini. Anak kita butuh
pengakuan diatas kertas. Dan, aku ingin sekali menjadi istri kamu seutuhnya.” Suara
perempuan perebut suami orang yang terdengar manja dan penuh ******* itu,
membuat jantung Emilia semakin berdegup kencang tidak karuan. Anak? Suaminya memiliki
anak dengan perempuan lain dibelakangnya? Ini gila! Ini benar-benar gila!
Emilia sudah tidak tahan lagi untuk tidak melabrak pasangan
selingkuh yang sudah jelas-jelas terdengar dengan telinganya sendiri itu.
BRAK!!!
Emilia mendobrak pintu kamar hotel dengan sekali dorongan. Suara
kencang terdengar jelas hingga beberapa kamar terdekat.
“LIA! Apa yang kamu lakukan disini?” Penampilan Roy yang ternyata
sudah nyaris telanjang itu, terperanjat kaget melihat kedatangan Emilia yang tiba-tiba.
“LIA! Ka-kamu …”
Bukan hanya Roy yang kaget, Emilia lebih shock lagi begitu melihat
ternyata suara perempuan yang sangat familiar di telinganya itu adalah suara
sepupunya, anak dari om dan tante yang tinggalnya diluar kota namun perempuan
itu sering datang ke rumah Emilia setelah Emilia menikah dengan Roy. Siapa yang
menyangka kalau perempuan yang selingkuh dengan suaminya adalah sepupunya
sendiri.
“Netta, hah! Aku tidak pernah menduga kalau ternyata kamu
menyukai suamiku dan KALIAN diam-diam berselingkuh dibelakangku. Memang benar,
pria brengsek dan wanita ****** adalah pasangan yang serasi.” Emilia mengeraskan
rahangnya dan berkata dengan seringai sinis di bibirnya.
“TUTUP MULUT KAMU! Dasar perempuan tidak berguna! Kamu seharusnya
berterima kasih padaku karena berkat menikah denganku, semua hutang-hutang
nenek kamu lunas. Kalau tidak begitu, bagaimana kalian bisa membayar hutang keluarga
kalian pada kami?” Teriak Roy tidak kalah sengitnya.
PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Emilia. Hal
itu membuat tubuhnya yang masih lemah, menjadi limbung dan terjatuh diatas
lantai. Namun Emilia tidak ingin menangis. Dia justru tersenyum getir merasakan
tamparan hebat ini.
“Aku berterima kasih padamu? Cih! Pengorbananku selama ini
lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutang nenekku. Aku juga sudah
muak dengan pernikahan tidak berguna ini. Kamu ceraikan aku dan kitab isa hidup
tenang. Kalian juga sudah punya anak bukan? Lalu, apalagi yang kalian tunggu? Netta!
Aku kecewa padamu, sangat kecewa. Kamu adalah sepupuku yang sangat aku sayangi
tapi ternyata kamu menusukku dari belakang. Sejak kapan kalian berhubungan dibelakangku?”
Emilia masih bisa menahan emosinya, demi sebuah pernyataan yang sebenarnya
sudah tidak dia perlukan lagi. Emilia memantapkan hatinya untuk bercerai dengan
Roy.
“Huh, Emilia. Dasar perempuan yang naif. Aku dan Roy sudah
menjalin hubungan sejak malam pertama kalian. Kenapa? Kamu pasti merasa sedih
dan kecewa kan? HAHAHA, kamu sungguh istri yang menyedihkan. Bagaimana mungkin
selama sepuluh tahun kalian menikah, kamu belum hamil juga? Apakah kamu mandul?
Padahal, Roy bisa memiliki anak ketika bersamaku. Hehehe,” Seringai sinis
terbit di bibir Netta yang merasa telah menjadi pemenang karena berhasil merebut
suami sepupunya sendiri.
Namun, Emilia justru tersenyum lebar dan tidak berapa lama
kemudian perempuan yang sedang sakit itu tertawa terbahak-bahak.
“HAHAHA, terima kasih padamu karena sekarang aku punya alasan
untuk bercerai dengan Roy. Kamu ambil saja dia. Aku sudah tidak peduli. Dan,
kalian nikmati hidup yang aku rasakan bagai di neraka!” Emilia melihat sebilah
pisau buah diatas meja dan mengambilnya karena hendak menusuk pria dan wanita
yang telah membuatnya menjadi merasa terhina dan tidak punya harga diri.
Namun sayangnya, gerakan itu bisa diketahui lebih dulu oleh
Roy. Keduanya bergulat dengan sebilah pisau yang sudah digenggam Emilia. Roy menahan
tangan Emilia agar pisau itu tidak menancap di tubuhnya. Meskipun begitu,
tenaga Emilia tentu saja masih kalah kuat dibandingkan tenaga Roy.
“Eugghhh, uhuk …” Ironisnya, pisau itu menusuk perut Emilia
dengan gerakan yang disengaja Roy. Netta yang melihat kejadian berdarah
didepannya, berteriak kencang dan tubuhnya bergetar.
“Ba-bagaimana ini? Aku tidak mau terlibat!” Netta pergi
melarikan diri dengan bergegas mengambil tas dan memakai sepatunya. Roy masih shock
dengan apa yang dilakukannya. Tubuhnya mematung dan matanya menatap tajam Emilia
yang memegang perutnya yang mengeluarkan banyak darah.
Emilia menatap tajam Roy dengan sisa tenaga yang dia miliki.
“Aku bersumpah, akan membalaskan dendam ini. Kamu … uhuk
uhuk, dan semua orang … yang telah menyakiti aku, aku bersumpah kalian tidak
akan bisa tidur dengan tenang.”
BRUK! Tubuh Emilia tersungkur ke atas lantai dengan menghembuskan
napas terakhirnya.
“Emilia! Emilia! Ada apa dengan kamu? Bangunlah!” Suara
berisik di belakang telinganya dan tepukan cukup kencang di bahunya, membuat
Emilia spontan membuka matanya lebar-lebar.
“AAAAARGGGHH!” Emilia berteriak bangun dari tidur pulasnya
diatas meja kerja. Airmata membasahi wajahnya dan keringat juga bersimbah ditubuhnya.
“Apakah kamu bermimpi buruk? Dari tadi aku lihat kamu tidur
sambil menangis tersedu-sedu. Aku membangunkan kamu berkali-kali tapi kamu
tidak juga bangun.” Sophia, teman kerja Emilia menatap khawatir teman akrabnya
ini. Sophia pergi makan siang sendirian karena Emilia memilih tidur. Pekerjaan kantor
yang dibawanya pulang dari semalam membuat Emilia sangat lelah dan sangat
mengantuk.
“Sophia? Kamu … masih hidup?” Emilia menatap teman akrabnya
yang dalam ingatannya telah meninggal karena tabrakan mobil.
“PLAK! Apa yang kamu katakan?” Sophia memukul lengan Emilia sekencangnya.
“Kalau kamu mimpi buruk, jangan bawa aku kedalam mimpi kamu itu. Kamu
benar-benar keterlaluan!” Sophia mengerutkan bibirnya cemberut. Emilia masih
belum yakin dengan apa yang sedang dialaminya ini.
“Apakah tadi aku benar-benar bermimpi?” Emilia langsung
mencari kalender untuk melihat tanggal hari ini. “Ya ampun, hari ini adalah
sepuluh tahun sebelum aku menikah dengan Roy. Di tanggal ini aku akan bertemu
dengan Roy untuk membicarakan tentang persiapan pernikahan. Dia akan menjemputku
pulang kerja dan aku akan dibawa kerumahnya. Ya Tuhan, apakah Engkau memberiku kesempatan
kedua untuk memperbaiki semua kesalahanku? Ya Tuha, terima kasih. terima kasih.
Aku pastikan, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.” Emilia
mengepalkan tangannya dan tersenyum lebar bahagia karena kehidupannya yang
menyedihkan ternyata hanya petunjuk yang diberikan Tuhan padanya lewat mimpi jika
dia menikah kelak dengan Roy. Entah itu mimpi atau melakukan perjalanan waktu,
Emilia sangat bersyukur bisa diberikan kesempatan kedua untuk menghindari
hidupnya yang akan hancur kalau menikah dengan Roy.
“Aku harus ke toilet.”
“Ya, kamu benar-benar harus ke toilet untuk membasuh mukamu
yang pucat itu.” Jawab Sophia setengah berteriak.
BRUK!
“Aaahh, maafkan aku. Aku tidak sengaja.” Emilia reflek
meminta maaf bahkan sebelum mengetahui siapa yang dia tabrak karena berjalan
cepat tanpa melihat kearah depan dengan baik.
“Hmm,” Hanya deheman yang menjadi jawaban permintaan maaf Emilia.
“Aahh, tuan Julian. Maafkan aku, aku tidak melihat tuan
disini.” Emilia membungkukkan badan berkali-kali meminta maaf pada direktur
tempatnya bekerja. Mungkin tuan Julian sedang menuju toilet lelaki yang letaknya
di sebelah toilet perempuan, makanya bisa tabrakan dengan Emilia tanpa sengaja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments