“Kalau kau yang memasaknya, pasti akan selalu enak, ucap Renzo bercanda, dia tidak akan pernah membiarkan adik sepupunya menginjak dapur sedikitpun.
“Coba saja dulu.” Audrey menyendokkan dessert dan memasukkannya ke mulutnya, dia menatap kedua pria yang juga tengah mencoba dessert buatannya.
'Enak, apa ini kue buatan gadis itu? apa dia benar-benar Audrey? gadis bodoh yang selalu mengejar Putra Mahkota? sejak kapan dia bisa memasak? astaga Eryk! Sudah pasti bukan dia yang membuatnya. Menyentuh dapur saja tidak pernah,' batin Eryk sambil terus memakan dengan lahap.
“Bagaimana?”
“Aku tidak tau adik kecilku sudah bisa membuat kue seenak ini.”
“Astaga teman, bisa saja bukan dia yang buat kan?” bisik Eryk. “Kau salah, Eryk. Kue ini memang aku yang buat.” Eryk yang tengah asik memakan kue seketika tersedak, dia menatap Audrey yang tersenyum tipis namun penuh arti.
“Siapa yang membiarkanmu masuk ke dapur? apa dia ingin kau terluka??”
Audrey menghela napas. “Kak Enzo, Aku baik-baik saja. Lagipula, banyak yang mengawasiku di dapur. Jadi jangan khawatir, ok?”
“Tapi Audrey--” Audrey menyentuh tangan Renzo dan membuat pria itu langsung diam. “Makan sekarang! bagaimana kalau kau sakit? Bibi pasti akan memarahi kakak-kakakku yang malang.”
“Baik, baik. Aku akan memakannya, tapi berjanjilah. Jangan pernah masuk ke dapur lagi!”
“Iya--” Audrey kembali memakan kuenya.
'Tapi tidak janji, xixixi' lanjutnya dalam hati, dia tersenyum tipis sambil memakan dessert nya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Huh, aku seharusnya menyuruh kak Mike untuk mengajariku!” gumam Audrey, dia melirik pedang kayu yang ada di sampingnya.
'Kalau ingin bertahan hidup di dunia fantasi ini, aku harus memperkuat diriku sendiri. Bukan hanya dengan sihir, tapi juga dengan seni beladiri dan latihan lainnya. Aku juga tidak boleh bergantung pada siapapun!' Audrey menghela napas, dia bersandar sambil menatap taman bunga di depannya.
“Latihan pedang itu, sungguh merepotkan.”
“Apa kau perlu bantuan?” Audrey menoleh ke asal suara, keningnya tampak sedikit berkerut ketika melihat siapa yang datang.
“Tidak, bukannya membantu. Aku malah tambah stress kalau kau yang mengajari!” Audrey kembali menatap taman bunga.
“Aku juga tidak ingin menjarimu, tapi aku sudah berjanji pada Enzo kalau aku akan menjagamu selama dia pergi.” Perkataan Eryk barusan membuat Audrey menoleh ke arahnya.
“Kakak kemana? dia tidak memberitahuku apa-apa,” gumam Audrey, Eryk yang melihat Audrey melamun langsung saja memukul kepala gadis itu dengan pedang kayu.
“Kau! Eryk bodoh!” teriak Audrey sambil memegangi kepalanya, bibirnya mengerucut dan membuat Eryk gemas.
“Dasar jelek, ayo cepat. Melihatmu seperti itu hanya membuatku ingin muntah!” Eryk melangkah pergi dengan pedang kayu di tangannya, Audrey dengan kesal berdiri.
Dia mengambil pedang kayunya dan berlari menyusul Eryk. 'Sabar, Alina! jangan bunuh, jangan bunuh. Jangan bunuh!!!'
Audrey tersenyum paksa, dia mengarahkan ujung pedang kayu ke kepala Eryk dan seolah menusuk-nusuk pria di depannya itu.
“Oh, kau berani juga ya.”
“A-apa maksudmu??” Audrey langsung menurunkan pedang kayunya, Eryk berbalik dan menatapnya dengan mata memicing curiga.
“Kau pikir aku tidak lihat?”
“Te-tentang apa?” tanya Audrey terbata-bata, Eryk berjalan ke arahnya. selangkah demi selangkah hingga akhirnya tiba di depan Audrey.
“Aku punya tiga mata, kau jangan macam-macam!” Kegugupan Audrey seketika menghilang, digantikan tatapan aneh yang terarah pada Eryk.
“Kau. Sudah gila.” Audrey langsung melangkah pergi, Eryk memasang wajah cemberut mendengar jawaban yang sangat tidak dia harapkan. Eryk menoleh ke belakang dan tersenyum tipis, dia berlari kecil dan menyusul Audrey yang berjalan sambil mengomel.
“Dasar anak kecil.” Eryk memukul kepala Audrey pelan, namun ditatap kesal oleh gadis itu. Senyum smirk muncul di wajahnya. “Tidak apa-apa, asal tidak gila sepertimu.” Audrey langsung berlari pergi sebelum terkena amukan Eryk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Kau benar-benar bodoh, dasar anak kecil.” Eryk menyerahkan sebotol air mineral, Audrey menatap penuh curiga sambil mengambil botol itu.
“Dapat darimana?” tanya Audrey sambil membuka tutup botol. “Dari Lia, katanya khusus untukmu.”
Audrey mendekatkan botol itu ke hidungnya, dia tersenyum tipis ketika berhasil mengetahui isi air. 'Ah, ingin mencoba membunuhku lagi? Kau sungguh naif, Lia. Mungkin aku memang seorang antagonis seperti Audrey, tapi aku tidak akan langsung menerima apapun. Bahkan dari orang terdekatku, setidaknya aku tidak sebodoh Audrey yang mudah terhasut. Dan lagi, memang setampan apa sih Putra Mahkota yang dia incar? seperti tidak ada pria lain saja!'
“Ada apa? apa kau tidak haus?” Audrey menoleh ke arah Eryk, dia tersenyum tipis dan kembali menutup botol di tangannya.
“Iya, aku sedang tidak ingin minum. Ayo, mungkin Kak Enzo sudah menunggu kita.” Audrey berdiri dan berjalan pergi dengan botol air di tangannya, dia melirik botol itu dan menyeringai kecil.
'Aku tidak akan tinggal diam, Lia.'
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Kak Enzo.” Audrey memeluk Renzo yang tengah duduk di sofa. “Ada apa? tumben sekali kau ingin memelukku, apa Eryk melakukan sesuatu padamu?”
Audrey menggeleng. “Tidak ada, aku hanya rindu,” gumam Audrey, Renzo mengusap punggung Audrey lembut.
“Baik, baik. Apa kau ingin sesuatu?” Audrey sedikit mendongak, dia menatap wajah tampan Renzo dan tersenyum lalu mengangguk kecil.
“Oh, pantas saja kau tiba-tiba mendekatiku. Ternyata ingin sesuatu.” Renzo mencubit hidung Audrey sedikit keras hingga memerah.
“Astaga, Kak Enzo kenapa tega sekali denganku?” tanya Audrey dengan nada sedramatis mungkin, dia berdiri dan berjalan pergi. Namun tangannya langsung ditahan oleh Renzo.
Pria itu menariknya hingga duduk di sampingnya. “Kau ingin apa, adik kecilku yang manis? apa kau ingin permen lagi?”
“Aku tidak ingin permen! aku ingin bersekolah di Akademi sihir!”
“Apa? tapi Audrey, kau--” Renzo terdiam ketika melihat wajah sedih sang adik sepupu. 'Aku harus masuk ke Akademi sihir!! dari buku yang kubaca, Audrey masih memiliki sedikit mana hingga bisa membuat sihir lemah. Tapi kalau selalu digunakan, Aku yakin level sihirnya bisa naik dan manaku akan bertambah!' Batin Audrey.
“Baiklah, jika itu kemauan peri kecilku. Aku akan memberitahu paman agar mengizinkanmu, jadi istirahatlah dulu. Besok aku pastikan Paman akan setuju.”
Audrey mengangguk semangat, dia mencium pipi Renzo dan berjalan menuju kamarnya. “Kakak istirahatlah, Aku akan kembali ke kamar.” Audrey melambaikan tangannya, Renzo ikut melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis.
“Hanya dicium saja kau sampai sesenang itu?” sinis Eryk yang entah sejak kapan bersandar di dinding belakang sofa yang diduduki Renzo, pria itu menatap sinis sahabatnya.
“Apa kau cemburu karena belum memiliki pacar?” Renzo membalasnya tak kalah sinis, bahkan membuat hati kecil Eryk tertusuk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments