Bab 5. Pertemanan Macam Apa?

Hari sudah mulai petang.

Matahari sudah bersembunyi di balik pegunungan sekitar perkemahan. Yang tersisa hanya semburat bayangan perbukitan dan pepohonan yang terdapat di hutan belantara tempat mereka berkemah.

Tidak ada lagi pemandangan yang disuguhkan oleh awan dan langit milik Tuhan ini selain keindahan senjanya. “Langitnya cantik, jingga... senja.” gumam Vania mengagumi indahnya pemandangan senja di pegunungan itu.

Ternyata Vania tidak pergi mencari Gadis. Ia hanya pergi menyendiri, menyepi, mencari ketenangan untuk dirinya sendiri. Ia benar-benar ingin sendiri.

Menikmati semua pemandangan yang tersedia. Memikirkan semua yang terjadi antara dirinya, Kelvin, dan Tiara. “Vin... aku sayang banget sama kamu,” tanpa sadar, butiran bening menetes di pipi kirinya.

Hari mulai gelap. Vania masih terduduk sendirian, termenung disebuah bukit yang cukup jauh dari perkemahan. Hingga baru ia sadari bahwa ia harus pulang kembali ke perkemahan.

“Oh, God... Aku harus ke mana sekarang...” tutur Vania panik saat melakukan perjalan untuk kembali ke perkemahan.

Sementara di tempat lain,

“Vaniaaaaaa! Vaaaaaaan!”

“Vaaaaaaaan! Kamu dimanaaaaaaa!”

“Ya ampun Vania. Kamu ke mana Van.”

Seluruh teman perkemahan sedang panik mencari Vania.

Tiara, dengan suara terbata-bata karena isakan dan mata yang berkaca-kaca, “Padahal tadi sore dia pamitnya mau nyari kamu loh, Dis. Tapi sekarang kenapa dia belum balik. Ini udah malam, dia ke mana,” jelas Tiara sambil memeluk Gadis.

“Vania, ke mana ya ampun... dia pasti gak tahu jalan pulang, Vin. Tolongin cari Vania, cepat!” tutur Gadis kepada  Kelvin.

“Kalian tenang dulu, kita semua juga lagi berusaha nyari Vania,” balas Kelvin tak kalah paniknya dengan mereka. Terlebih lagi karena Vania juga merupakan orang yang ia sayangi.

“Gini deh, kita berpencar aja. Kalian cari Vania ke utara, aku ke selatan, oke?! Sekarang ayo gerak!” tegas Kelvin.

Kelvin bergegas menuju arah selatan. Ia sendirian. Di setiap langkahnya menuju arah mencari Vania, tiada henti ia menggumamkan nama Vania, demi Tuhan, kekhawatirannya itu karena ia sangat mencintai Vania.

Sesampainya di tengah hutan, gelap, pekat, yang terlihat hanya bayangan hitam pepohonan dan semak belukar khas hutan belantara, yang terdengar hanya sayup-sayup suara serangga dan hewan malam. “Vaniaaaaa!” teriak Kelvin memecah kesunyian hutan, berharap Vania mendengar suaranya dan memberi respon.

“Vin..!! Kelviiiin!! Kelviiiiiin!”

Dari kejauhan, samar-samar Kelvin seperti mendengar suara teriakan dari arah hutan bagian dalam.

“Van!! Vania!! Ini aku, Kelvin! Kamu dimana?!” sahut Kelvin memastikan bahwa suara yang didengarnya tadi adalah suara yang nyata. “Mudah-mudahan itu adalah Vania,” harapnya dalam hati sambil bergegas menuju arah datangnya suara.

“Kelvin, aku di sini... aku nggak bisa gerak. Tolongin, Viinn.”

Ternyata benar, itu adalah Vania. Kelvin pun dengan sigap berlari ke arah suara Vania. Dan benar saja, hanya diterangi dengan cahaya bulan yang sedikit redup karena terhalang oleh rindangnya pepohonan, Kelvin menuju arah suara dan sudah terlihat dari kejauhan bahwa ada wanita sedang terduduk di antara patahan pohon tua yang sangat besar. Ia tahu benar bahwa bayangan wanita yang hampir membentuk siluet itu adalah Vania.

“Van, kamu di sana kan?” tanya Kelvin sekali lagi memastikan, sambil berjalan menuju ke arah wanita tersebut.

“Kaki aku sakit, Vin. Aku gak bisa gerak." ucap Vania dengan nada suara menangis seperti kesakitan.

Mengetahui bahwa wanita yang ada di hadapannya itu adalah benar Vania, Kelvin langsung memeluknya.

“Kamu ke mana aja! Kita semua cari kamu. Dari sore aku cari kamu, aku kira kamu kenapa-kenapa,” ucap Kelvin dengan cepat.

“Iya... maafin aku...” hanya balasan sesingkat itu yang sanggup Vania ucapkan karena ia pun langsung menangis di pelukan Kelvin.

“Udah ya... jangan nangis lagi, jangan khawatir, aku udah di sini, sayang. Kamu tenang ya... Aku udah di sini sama kamu. Sekarang ayo kita balik ke camp," ucapan Kelvin itu seketika menenangkan Vania.

Tanpa berbicara panjang lebar lagi, karena paham kaki Vania sedang sakit dan tidak bisa berjalan, dengan gagah Kelvin langsung menggendong Vania untuk kembali menuju perkemahan.

Di sisi lain, dari balik pepohonan, ternyata ada Gadis yang sedari tadi sedang mendengarkan percakapan antara Kelvin dan Vania...

“Vania...?? Kelvin?? Sayang???” Gadis tercengang...

***

Ini sangat membingungkan bagi Gadis. Ia merebahkan badannya di kasur untuk merenggangkan otot-ototnya yang lelah sehabis berkemah. Tapi, pikirannya masih saja berkutat mengenai Vania dan Kelvin. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Itu saja yang ada dalam pikiran Gadis.

"Nggak mungkin, aku pasti cuma salah paham aja," gumam Gadis, berbicara pada dirinya sendiri.

Tapi jauh di dalam hatinya, Gadis tetap menyangkal bahwa itu adalah salah paham. Dan sekeras apa pun ia mencoba berpikir logis, itu tidak berhasil. Ia tetap saja menaruh curiga pada mereka. Kelvin dan Vania.

Malam itu, saat Kelvin menggendong Vania sampai di lokasi perkemahan, Tiara yang begitu cemas langsung saja menghampiri Vania dan memeluknya. Tapi... tidakkah Tiara cemburu saat itu?

Akh, tidak! Tiara masih sangat polos untuk berpikir negatif. Ia hanya memikirkan keadaan Vania saat itu, tampik pikiran Gadis.

Tapi, pada saat di dalam hutan malam itu, Gadis melihat dengan jelas suatu kejadian yang sangat aneh di matanya. Seolah-olah Kelvin dan Vania adalah sepasang kekasih. Vania begitu erat memeluk Kelvin, begitu pula sebaliknya. Pertemanan macam apa yang mewujud dengan sikap semesra itu??

Gadis, yang sedari tadi merebahkan diri di tempat tidurnya yang berselimut ungu dengan kain halus, kemudian bangkit, lalu terduduk. Termenung saja... masih memikirkan kejadian yang di lihatnya di dalam hutan kemarin malam saat tragedi menghilangnya Vania di perkemahan.

Dengan kedua kaki yang duduk bersila di atas tempat tidur, kemudian menopang dagu dengan tangan kirinya, ia masih berpikir... berpikir... dan memikirkan kejadian pada malam itu.

"Terus, panggilan sayang itu?? Apa maksudnya dia bilang sayang pada Vania?" gumam Gadis lagi. Kali ini dengan mengernyitkan dahi, pertanda ia benar-benar sedang berpikir keras seputar kejadian kemarin.

Pasalnya, ini bukan kali pertama ia melihat Kelvin dan Vania begitu mesra.

Ia tahu Vania belum lama menjadi sahabatnya. Tapi Tiara dan Gadis begitu menyukai kepribadian Vania. Sehingga mereka tidak pernah sekejappun menaruh curiga pada Vania.

Tiara dan Vania...

Mereka berdua memang jauh berbeda. Tiara yang selalu bersifat manja, periang, ceroboh, susah diatur, tapi ia begitu polos dan selalu ikhlas menolong. Sedangkan Vania, penampilannya sangat feminim dan bersifat keibuan. Ia bisa menjadi penasihat yang baik, membuat suasana menjadi nyaman, dan lebih-lebih lagi Tiara sudah menganggap Vania seperti kakaknya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!