CH. 5 [Arc: Desa Harapan]

"Paman Ary, aku mau mencoba latihan berpedang."

"Pilihan bagus. Kita juga bisa tahu seperti apa sihirmu itu."

Kami mulai mempersiapkan beberapa peralatan. Paman Ary mengambil sebuah pedang kayu dan memberikannya kepadaku. 

"Kau pernah berpedang sebelumnya Azura?"

"Entahlah, aku tidak ingat Paman."

"Apa maksudmu kau tak ingat?"

"Azura ini hilang ingatan, Paman." Riri tiba-tiba menyerobot pembicaraan. "Aku menemukan dia pingsan di dalam hutan dengan bersimbah darah dan penuh luka. Lalu aku bawa dia ke panti."

"Hmmm… baiklah, aku sudah paham. Adi, kau jadi lawan mainnya."

Adi mulai mengambil pedang kayu, sama sepertiku. Ia mulai berjalan mendekat dan berhenti tepat beberapa meter di depanku.

"Jangan khawatir mematahkan pedangnya. Pedang kayu itu terbuat dari kayu khusus yang sekeras besi. Kalian jangan sungkan untuk mengeluarkan kekuatan kalian. Sihir boleh digunakan, tapi hanya sihir jarak dekat saja yang boleh dipakai dalam pertarungan kali ini."

Meskipun Paman Ary berkata begitu, aku sama sekali tak paham ilmu berpedang, untuk sihir sih, akan kucari tahu.

Adi mulai mengambil posisi. Ia memegang pedang dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya ia arahkan sedikit kedepan.

"Bersiaplah, Azura."

Ah masa bodoh dengan berpedangnya, tujuan utamaku hanya untuk mengetahui cara menggunakan sihir nul eleku. Tunggu dulu, bagaimana cara mengaktifkannya?

"Anu, bagaimana cara mengaktifkan sihir nul ele?"

"Kurang lebih sama seperti saat menyalurkan manamu pada pedang tadi. Fokuslah dan rasakan aliran manamu." celetuk Bibi Mary. "Aku juga tidak tahu pasti cara kerja nul ele, karena di desa hanya kau dan Madam Vega saja yang memilikinya. Yah, berjuanglah untuk mempelajarinya." 

Aku tidak salah dengar kan? Madam Vega— maksudnya Bu Vega yang ada di panti? Nampaknya masih banyak hal yang belum aku ketahui. Lupakan sebentar, aku harus fokus dengan apa yang ada di hadapanku.

Aku mulai memasang kuda-kuda, menggenggam gagang pedang ini dengan kedua tanganku. Nafas panjang mulai kutarik, memfokuskan aliran manaku pada seluruh tubuh.

"Kalau begitu, mulai!" perintah Paman Ary

"Meskipun kau masih amatiran, aku tidak akan menahan diri, Azura!"

Adi mulai bergerak cepat ke arahku. Mataku mulai bergerak mengikuti pergerakannya. Adi mulai mengayunkan pedang dari sisi kanan atas. Tanganku mulai menghadangkan pedang tepat di laju jalur pedang Adi.

Sebuah dentuman keras terdengar ketika pedang kami saling bertubrukan.

Aku mendorong balik pedang Adi, mengambil beberapa langkah kebelakang untuk mengambil jarak. Namun Adi tak memberiku celah, ia langsung datang melesat. Mengayunkan pedangnya ke semua sisi. Sementara aku bekerja keras menahan semua serangan yang mengarah ke arahku. 

Orang biasa mungkin melihat Adi mengayunkan pedangnya secara ceroboh, tapi tidak. Jika aku tak menahannya, serangannya akan mengenai beberapa titik vital di tubuhku. 

Aku kembali melebarkan jarak. Perlahan, aku mulai bisa mengikuti pergerakan Adi. Aku tak akan tinggal diam dan menjadi samsak hidup.

Kugenggam pedang dengan tanganku, dan mencoba meniru kuda-kuda yang Adi pasang di awal. Adi yang melihatku hanya bisa menyeringai.

Aliran mana mulai kufokuskan ke kaki. Aku melesat— jauh lebih cepat daripada gerakan Adi di awal. Pedang kayuku mulai kusabitkan ke arah Adi.

CTAK! 

Adi menahannya dengan pedang yang ia pegang menggunakan kedua tangannya. Ketika pedang kami kembali bertubrukan, hembusan angin kencang keluar dan suara dentuman yang dihasilkan lebih besar. 

Aku menekan pedangku ke arah Adi dengan sekuat tenaga. Bersamaan dengan itu juga, aku menyadari sesuatu. Perlahan, tenagaku menjadi semakin kuat. Aku terus menekan ke arah Adi, dan ia terlihat semakin kewalahan. Bahkan salah satu lututnya kini sudah menyentuh tanah.

Ia menyeringai. "Lumayan juga."

Aliran udara mulai berkumpul di bilah pedang Adi. Bilah pedangku mulai terangkat perlahan oleh angin yang membalut pedangnya. Ia mulai menebaskan pedangnya, bersamaan dengan munculnya angin yang sangat kuat.

Menghempaskan tubuhku ke belakang hingga aku jatuh tersungkur. Pedang kayuku terlempar ke udara. Adi menangkap dengan tangan kirinya, dan balik menodongkan pedangku tadi tepat ke depan wajahku.

"Sepertinya aku kalah."

Ia tersenyum. Meletakkan pedang yang ada di tangan kanannya dan mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Aku menjabat tangannya dan ia membantuku untuk berdiri.

"Itu tadi lumayan untuk seorang pemula."

"Ngomong-ngomong, yang tadi itu apa?."

"Itu hanya sihir angin."

Jadi itu yang namanya sihir elemental. Ternyata bisa digunakan seperti itu juga. Tapi berkat itu aku mulai sedikit memahami cara kerja sihirku. Aku ingin memastikannya sekali lagi.

"Paman, aku mau melakukannya sekali lagi. Tapi kali ini aku ingin bertarung tangan kosong."

Entah apa yang terbesit di pikiranku, aku merasa lebih ahli bertarung dengan tangan kosong daripada menggunakan senjata.

"Tangan kosong ya. Kalau begitu, Arnold. Kau mau menjadi lawan tanding Azura?"

Arnold mengangguk. Tanpa mengatakan sepatah kata ia berjalan mendekat ke arahku dengan mata yang menatap tajam.

Ia berhenti, lalu memasang kuda-kuda. "Akan kuhabisi kau kali ini." 

Aku merasa tak enak hati jika harus melawannya— aku berpikir perubahan sikapnya ini karena ia masih tak bisa menerimaku. Meskipun begitu, aku harus mengesampingkannya. Ada hal yang jauh lebih penting untuk kudapatkan. Ingatanku.

Aku kembali fokus, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Aku mengingat kembali sensasi saat melawan Adi, ada sesuatu yang bergejolak di dalam diriku.

Sebuah kuda-kuda mulai kupasang. Tangan kanan dan kaki kananku kuarahkan ke depan. Badanku juga sedikit kubungkukkan dan kucondongkan ke arah depan. Kedua tanganku juga mulai kukepalkan.

"Azura. Darimana kau mempelajari kuda-kuda itu?" celetuk Paman Ary.

"Aku tidak ingat. Tubuhku seperti bergerak sendiri." benar. Aku sama sekali tak ingat, tapi rasanya aku sering melakukan kuda-kuda ini. "Memangnya ada apa Paman?"

"Ah— tidak, lupakan. Paman baru ingat kau hilang ingatan." Paman Ary mulai mengangkat tangan kanannya. "Kalian berdua siap?"

Kami berdua mengangguk bersamaan tanpa mengucapkan sepatah kata. "Mulai!"

Aku terus memfokuskan aliran manaku. Aku mulai merasakannya, aku merasa semakin bertenaga. Jika aku benar, 'Peningkatan Kekuatan' yang aku miliki adalah peningkatan kemampuan fisikku. Entah itu benar-benar terjadi atau hanya intuisiku, aku perlu memastikannya. 

Percikan listrik mulai merayap di sekitar kaki Arnold. Ia bergerak— melesat begitu cepat seperti kilat. Mataku mencoba mengikuti pergerakannya. Aku tidak akan menghindar, aku pertaruhkan semuanya pada serangan pertama ini. 

Arnold muncul dari sisi kiri. Sebuah tendangan sabit mengarah cepat menuju leherku. Tangan kiriku kuhadangkan dengan cepat, menahan tendangan miliknya. 

Tangan dan kaki kami bertabrakan, menghasilkan dentuman dan hembusan angin kencang. Aku dengan mudah bisa menahan tendangannya, karena kupikir Arnold belum mengeluarkan seluruh kekuatannya. 

Arnold menyeringai. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan hingga bisa menyeringai di hadapanku. Lengan kiriku yang menahan tendangannya mulai terasa panas. 

DUUUAAAR!!! 

Sebuah ledakan terjadi, aku terpelanting beberapa meter, dan segera bangun untuk bersiap-siap jika ada serangan lagi dari Arnold. Tubuhku hampir tak merasakan rasa sakit dari ledakan tadi, hanya sedikit luka bakar di tangan kiri yang tepat bersentuhan dengan ledakan tadi. Kupikir ini berkat kemampuan sihirku, orang biasa pasti langsung mati. 

Lagipula, apa-apaan ledakan itu tadi. Apa itu juga merupakan sihir? 

Dari balik kepulan asap, Arnold langsung menerjang ke arahku. Aku yang masih mencoba mencerna hal yang baru saja terjadi, seketika kehilangan fokus. 

Sebuah pukulan tepat mengenai perutku dengan sangat keras. Aku ingin balik memukul Arnold, namun aku merasakan panas mulai menjalar di perutku. Lalu… DUUAAAARRR!!! ledakan yang sama terulang kembali.

Saat Arnold berpikir ia bisa menghabisiku, pikirannya salah. Ia terkejut ketika menyadari aku tak bergeming sama sekali, dan hanya bajuku yang mengalami kerusakan. Tangan kanannya aku pegang dengan erat agar ia tak bisa melarikan diri. Lututku kuayunkan dengan cepat, menghantam dagu Arnold dengan sangat keras.

Ia menjadi lengah dan pertahanannya terbuka lebar. Aku sedikit merendahkan badan, mengambil posisi dan menghantam tepat di ulu hati Arnold dengan sangat keras. Ditambah aku menggunakan kemampuanku untuk meningkatkan kemampuan fisikku. Membuat pukulanku menghasilkan tekanan angin kencang. 

Arnold terhempas jauh, ia terguling-guling di atas tanah. Ia mulai merangkak untuk berdiri, tangannya terus memegangi bagian ulu hati yang terkena pukulan. Ekspresinya menunjukan ia benar-benar kesakitan.

Hanya butuh hitungan detik untuk Arnold berganti ekspresi. Matanya menatap tajam ke arahku, ia merapatkan giginya dan mulai mengambil posisi. Aliran listrik mulai menyambar di sekitar kakinya, lalu menjalar ke atas tubuhnya.

Aku juga turut bersiap. Arnold mulai bergerak, melesat cepat ke arahku dan melayangkan serangan beruntun. Kecepatannya terus bertambah. Aku yang sudah mulai paham akan cara kerja sihirku, perlahan mulai bisa mengikuti gerakannya.

Satu— dua, beberapa kali serangannya tak bisa kutahan. Kami mulai jual beli serangan. Pukulan, tendangan, bahkan adu sihir kami kerahkan semuanya. Tak peduli akan rasa sakit yang kami dapat, bahkan darah mulai menetes dari tubuh, kami semakin terlarut akan suasana.

Kecepatan Arnold terus meningkat, meskipun begitu, sihir nul eleku membuat tubuhku kuat untuk menerima serangan.

"Mereka terlalu terbawa suasana. Bukankah ini sudah berlebihan untuk latih tanding Ayah?"

"Tidak— kita lihat sedikit lebih lama lagi." 

Bahkan para murid lain mulai menepi agar tak ikut terkena imbas dari pertarungan kami. Mereka menatap kami dengan ekspresi kagum sekaligus cemas.

Pertarungan kami semakin intens, sepertinya kami sudah mulai mencapai batas. 

Arnold melayangkan tendangan ke arahku. Kecepatannya sedikit menurun, aku menahan tendangannya dan mencengkramnya dengan erat. Kutarik tubuhnya dan ku banting ke tanah. Membuat permukaan tanah sedikit retak, lalu melempar tubuhnya jauh. 

Sebelum Arnold hendak bangun, aku kembali mengambil posisi. Mengumpulkan semua kekuatan di satu titik. Arnold mulai berdiri dengan menahan rasa sakit. Aku melesat, hanya dengan kedipan mata aku sudah berada di hadapannya. Sebuah pukulan yang sudah diisi semua kekuatanku, kulayangkan ke arahnya dengan sangat cepat.

DUUUUAAAARRR!!!

Saking kuatnya pukulanku, membuat gelombang kejut dan ledakan debu bertebangan.

"Waduh, yang tadi itu hampir saja ya."

Paman Ary tiba-tiba sudah berada di hadapanku. Ia menggunakan pedang kayu dan membelokkan arah pukulanku, serta menahannya dengan kedua tangan.

Aku tersadar setelah terlarut dalam suasana. Hingga tak menyadari kalau kekuatanku sudah di atas batas aman. Kalau saja Paman Ary tidak menahan pukulanku, bisa saja tubuh Arnold sudah hancur berkeping-keping.

Arnold yang berada di belakang Paman Ary hanya bisa menatap kaget dan melongo setelah melihat kejadian barusan. Kupikir, jika aku di posisinya, aku akan menunjukan ekspresi yang sama.

Bagaimana tidak, efek seranganku menghasilkan gelombang kejut yang menghancurkan beberapa pepohonan di jalur pukulanku, dan pohon-pohon itu berada cukup jauh di belakang. Bahkan pedang kayu yang digunakan Paman Ary untuk membelokkan seranganku, menjadi retak dan akhirnya hancur. 

Aku sendiri sampai terheran-heran. Nampaknya, ucapan Bu Mary soal satu orang pengguna nul ele cukup untuk memporak-porandakan sebuah wilayah itu benar. Aku harus belajar mengontrol kekuatanku agar tak mencelakakan orang lain dan diriku sendiri.

Di sisi lain, kesadaranku perlahan menghilang. Tubuhku terasa lemas dan pandanganku kabur. Paman Ary sigap menangkapku. 

"Apa yang terjadi padaku."

"Kau kehabisan mana. Kau terlalu banyak menggunakannya."

Dengan kondisiku sekarang, aku hanya bisa mendengar samar-samar perkataan Paman Ary. Sementara Arnold bergegas berdiri dan berjalan pergi. Ia pergi dengan ekspresi kesal dan jalannya sedikit pincang.

"Lebih baik kita segera obati luka kalian berdua."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!