CH. 1 [Bab I : Desa Harapan]

Kekaisaran Kutai. Musim Semi, tahun 1358 -

Di dalam hutan yang tenang dan rindang, terdengar suara lantunan yang merdu dari dalam sana.

"Huum… huum~ ambil semua tanaman obatnya…"

Seorang gadis kecil. Memiliki paras imut dengan rambut merah muda miliknya. Ia mengenakan pakaian sederhana, namun begitu cocok dengan tubuh mungilnya.

Ia menunduk. Menghampiri sudut pohon ke pohon lain. Tak jarang ia membuka semak belukar demi mencari tanaman yang ia perlukan.

Sudah cukup lama ia berada di sekitar sana, hingga bakul yang ia bawa sudah penuh. 

"Ternyata sudah penuh ya? Baiklah, saatnya pulang… Eh—?"

Ketika gadis mungil itu hendak melangkahkan kakinya, matanya menatap sosok tak berdaya di ujung pandangannya. Dengan penasaran, ia perlahan mulai menghampiri sosok tersebut.

Tidak ada rasa takut yang terpancar dari raut wajahnya. Justru perasaan cemas dan kebingungan yang keluar. Setelah semakin dekat, ia semakin bisa melihat jelas siapa sosok tersebut. 

Seorang laki-laki remaja yang tubuhnya tersangkut di tepian sungai oleh akar pohon yang tumbuh. Kalau saja akar itu tidak mengakar sampai sana, bisa saja saat ini ia sudah tenggelam maupun hanyut oleh arus sungai.

Dengan cepat, gadis mungil itu segera meletakkan bakul miliknya dan mulai menarik tubuh laki-laki itu naik ke tepian. 

Ia tidak peduli apakah tubuh yang ia temukan itu masih bernyawa atau tidak. Dalam pikirannya saat ini, ia setidaknya harus melakukan pengecekan bila kalau tubuh yang ia temukan ini masih bernyawa.

Setelah menarik tubuh laki-laki itu ke tepian, ia mulai memeriksa tubuh laki-laki tersebut.

Ia sedikit kaget mendapati pakaian yang dikenakan oleh orang yang terbaring di hadapannya. Bagaimana tidak, yang ia tahu, pakaian yang dikenakan oleh laki-laki ini merupakan seragam pasukan kekaisaran. Apalagi, ditambah dengan beberapa ornamen yang terpasang di pakaian itu, sepertinya orang yang ia temukan punya pangkat yang cukup tinggi.

Mengesampingkan hal tersebut, ia segera membuka baju laki-laki tersebut. Ia menempelkan dua jari miliknya ke sekitar leher dan pergelangan lengan laki-laki itu guna mencari denyut nadi yang ada. Ia juga menempelkan telinganya ke dada laki-laki itu. Meskipun pelan, ia bisa tahu kalau orang yang ia temukan ini masih hidup. 

Orang ini, meskipun denyut jantung dan nadinya sangat lemah, tapi dia masih hidup.

Gadis mungil itu bergegas berdiri dan menelusuri area sekitar. Hal pertama yang ia bawa kembali adalah ranting kayu kering dalam jumlah yang banyak. 

Ia menumpuk semua ranting kayu itu. Ia lalu menjentikkan jari kanannya yang ia arahkan pada tumpukan ranting tersebut.

Dalam sekejap, sebuah percikan api tercipta dan membakar tumpukan ranting kayu itu.

Media penghangatnya sudah selesai. Sekarang tinggal pengecekan lebih lanjut.

Gadis mungil itu kembali mendekati tubuh yang tergeletak di dekat perapian itu. 

Ia mulai menyapukan pandangannya ke seluruh bagian tubuh sang laki-laki. Sudah cukup lama ia melakukan pengamatan, tapi ia justru dibuat bingung.

Tidak ada luka atau memar apapun di tubuhnya. Ini aneh, bahkan anggota terlemah di pasukan kekaisaran seharusnya bisa berenang atau menggunakan sihir air agar tidak tenggelam kan? 

Apa dia, mencoba bunuh diri? 

Gadis itu kemudian menggelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang. 

                        

 *****

Bangunlah. Kelak tanganmu yang kosong akan diraih dan digenggam oleh seseorang yang saat ini mungkin kau tak mengenalnya.

Sebuah pesan singkat muncul di dalam kepalanya. Membuatnya kini bisa membuka mata yang sudah lama tertutup itu.

Ia mulai mengangkat tubuhnya yang kini dalam posisi duduk. Menyapukan pandangannya ke sekitar untuk mencerna apa yang terjadi.

"Ah, kau sudah siuman."

Sebuah suara yang lembut menusuk masuk ke dalam telinganya. Membuatnya menolehkan kepala ke sumber suara.

Seorang gadis kecil—atau itu yang ada di pikirannya saat ini. Ia menatap penuh bingung ke arah gadis mungil tersebut.

"Anak… kecil?"

Gadis mungil itu tersentak kaget mendengar dirinya dipanggil "anak kecil".

"Tidak sopan! Jadi ini kata-kata pertamamu setelah ku selamatkan?"

Laki-laki itu sedikit mengalihkan pandangannya. Ia mulai memijat area sekitar pelipisnya dan terus terlamun dalam pikirannya sendiri untuk beberapa saat.

"Hei, tingkah lakumu seperti orang yang habis hilang ingatan saja."

"Kau… siapa?" 

Gadis mungil ini segera mengerutkan kedua aliasnya.

Jangan-jangan, beneran hilang ingatan?!

Sebuah helaan nafas panjang keluar dari gadis itu.

"Apa kau ingat siapa namamu?"

"Namaku…—!" 

Hanya dengan mendengar kata "nama", isi kepala laki-laki itu kini dipenuhi oleh berbagai macam informasi yang bercampur aduk. Ia bahkan sampai harus memegangi kepalanya dengan kedua tangan karena mendapat rasa sakit yang teramat parah. 

Gadis mungil itu segera mendekat dan mengambil sesuatu dari saku bajunya. Ia mengeluarkan sebuah botol kecil, membuka penutup botol itu dan mulai menyodorkannya pada laki-laki tersebut.

"Ini, minumlah."

Dengan perlahan, laki-laki itu mengambil dan mulai meneguk isi dari botol tersebut. Tapi, baru beberapa tetes cairan dari botol itu masuk ke kerongkongannya, mulutnya langsung terkunci rapat.

Laki-laki itu sedikit mengalihkan botol yang ia bawa dari depan mulutnya.

"Jangan mengeluh. Kau mau sembuh kan?"

Seolah tahu dari ekspresi dan gelagat yang diperlihatkan sang laki-laki, gadis mungil itu melontarkan kalimat yang tidak akan bisa ditolak.

Ia tidak punya pilihan. Dengan mulut yang ia buka lebar, ia langsung menumpahkan semua cairan di dalam botol itu ke dalam mulutnya.

Dalam satu tegukan, semua cairan itu habis.

Hanya beberapa detik setelah minum semacam obat itu, ia kini sudah tidak lagi merasakan rasa sakit di kepalanya.

"Sudah merasa lebih baik?"

"Azura."

"Hmm?"

"Kau tadi bertanya soal namaku kan? Namaku, Azura. Dan mungkin hanya itu satu-satunya hal penting yang bisa ku ingat untuk saat ini."

Setelah bergelut dengan rasa sakit di kepalanya, akhirnya pemuda itu mengingat kembali namanya dan memperkenalkan diri sebagai Azura. 

Gadis itu menarik ujung bibirnya dan menatap lembut ke arah Azura.

"Namaku Riri. Senang bertemu denganmu, Azura."

Gadis itu lalu mendongakkan kepalanya. Menatap langit yang kini sudah mulai berubah warna.

"Hari sudah mulai senja. Akan berbahaya jika terlalu lama di sini. Kau mau ikut denganku?"

Azura tidak terlalu mengerti maksud gadis itu. Lebih tepatnya, ia tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya.

Di dalam pikirannya, tidak ada informasi apapun selain tentang namanya dan cara sederhana untuk bertahan hidup. Bahkan instingnya mengatakan kalau entitasnya kini tak lebih dari orang asing yang tidak tahu jati dirinya. Tidak ada bedanya dengan monster. 

Meskipun begitu, ia juga paham, jika ia terus berada di tempat ini tanpa perlindungan, ia akan mati. Setidaknya itu yang instingnya katakan. 

"Aku… mau." 

Gadis mungil itu mengulurkan tangannya ke hadapan Azura untuk membantunya berdiri.

Ia menjabat tangan gadis mungil itu. Dengan perlahan, ia mulai mencoba berdiri. Azura sedikit kehilangan keseimbangan ketika ia mencoba untuk berdiri. Seperti anak yang baru saja menapakkan kakinya ke tanah.

Memang perlu waktu hingga tubuhnya kini kembali terbiasa. Ia juga mulai menggerakkan beberapa anggota tubuhnya yang lain seperti tangan dan badannya. 

Setelah merapikan semua peralatan dan Azura 'pun sudah mengenakan kembali bajunya dengan rapi, mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!