Lost Memories
Di malam yang tadinya sunyi, hanya dalam sekejap, hutan yang menyimpan ketenangan, langsung berubah menjadi lautan api. Gemuruh suara ledakan dan gemerincing suara besi yang bergesekan, membuat keadaan hutan itu semakin berisik.
"Sampai mana kita harus berlari?!" Seorang anak laki-laki muda yang terlihat berusia belasan tahun, tengah lari terengah-engah dari kekacauan di hutan itu. Tapi ia tidak berlari sendirian. Di sampingnya ada seseorang lagi yang ikut berlari bersamanya.
"Tentu saja sampai menjauh dari mereka." Seseorang—atau yang lebih tepatnya seorang wanita yang lebih tua dari laki-laki tersebut, melontarkan kalimat yang begitu santai. Seolah ia tidak paham atau tidak peduli dengan apa yang ada di belakang mereka.
Mereka terus berlari, berlari lurus tanpa arah tujuan. Yang terpikirkan dari mereka berdua hanyalah pergi menjauh dari "apa" yang mengejar mereka saat ini.
Hingga pelarian mereka berdua harus terhenti akibat jurang yang membentang luas di hadapan mereka.
Sang laki-laki mengintip ke bagian tepi jurang. Pandangannya terlihat pasrah ketika matanya tak bisa menangkap apa yang ada di bawah sana.
"Jurang ini sepertinya terlalu dalam. Mau melompat menggunakan sihir saja?"
Sang wanita mengintip sebentar ke bagian tepi jurang. Ia kemudian melemparkan pandangannya ke bagian belakang dan ikut memutar tubuhnya untuk berbalik arah.
"Yah, itu pun kalau kita punya waktu."
Sang laki-laki langsung paham dengan maksud ucapan rekannya tersebut. Ia pun turut memutar tubuhnya menghadap ke belakang dan mempersiapkan segala kemungkinan yang akan mereka hadapi.
Dari balik rindangnya pepohonan hutan, mereka mulai menampakkan diri satu persatu.
Di bawah sinar rembulan, terlihat jelas beberapa orang yang mengenakan pakaian zirah besi, lengkap dengan persenjataannya. Di belakang mereka, masih ada kumpulan orang berjubah yang membawa tongkat, maupun alat rapal sihir yang lain. Mereka semua menarik—menodongkan senjata mereka kepada kedua orang yang tengah berdiri di tepian jurang tersebut.
Kedua orang itu hanya menanggapi semua ancaman itu dengan mempersiapkan sebuah posisi kuda-kuda. Seolah mereka berdua sudah siap menghadapi semua musuh yang ada dengan bermodalkan tangan kosong.
Salah seorang dari mereka—dari barisan orang yang mengenakan zirah besi, maju ke hadapan kedua orang tersebut.
Ia memiliki tampang yang cukup tua. Terlihat dari kumis dan jambangnya yang sudah mulai menebal. Akan tetapi, aura yang dipancarkan orang ini bisa mengintimidasi hampir semua orang yang ada di sana.
Pria itu kemudian menarik pedang miliknya dan mengarahkannya ke hadapan kedua orang tersebut.
"Menyerahlah dan kami tidak akan memberikan kematian yang menyakitkan."
Di mata orang lain, kondisi kedua orang ini sangat tidak menguntungkan. Malah, menerima tawaran pria itu untuk mati secara cepat bukanlah pilihan yang buruk.
Sayangnya, bukan itu pilihan yang perempuan ini inginkan. Ia lantas menyerukan suaranya dengan begitu lantang.
"Hah? Menyerah? Kami tidak akan sudi melakukannya!"
Rekan di sebelahnya hanya bisa tersenyum pasrah mendengar ucapan sang wanita.
Dia ada benarnya. Jika kami menyerah sekarang, semua usaha kami untuk sampai kesini akan sia-sia.
Mendengar seruan sang wanita, pria itu menatap tajam kedua orang tersebut dengan gigi yang ia gertakkan dengan kuat.
"Beraninya kalian bicara seperti itu setelah semua perbuatan kalian pada Kekaisaran!"
Jari tangan sang wanita sedikit memberi instruksi dengan sebuah sentuhan kecil ke tubuh rekannya. Menandakan ia akan memulai sesuatu sebentar lagi.
"Dalam hitungan ketiga, kita bersiap."
Mendengar suara lirih dari sang wanita, laki-laki itu menaikkan salah satu alisnya. Ia sedikit bingung mencerna ucapan rekannya tersebut.
"Satu, dua…"
"Bersiap untuk ap—!"
Belum sempat hitungan ketiga terdengar, bahkan sang laki-laki juga tak sempat menyelesaikan kalimatnya, wanita itu langsung menarik kerah baju rekannya dan menempelkan bibirnya pada bibir rekannya. Membuat mereka melakukan ciuman singkat yang bahkan tidak sampai tiga detik.
"Pergilah, dan mulai hidup barumu."
Setelah mengucapkannya lirih, wanita itu mendorong tubuh rekannya jatuh ke dasar jurang.
Meskipun sang laki-laki sadar dengan perbuatan rekannya, ia masih belum paham sepenuhnya niat dan maksud dari rekannya tersebut. Bahkan, setelah tubuhnya sedikit masuk ke dalam jurang, ia terus memandang rekannya dengan tatapan bingung dan cemas.
Sang pria yang sedari tadi dibuat kesal langsung melontarkan seruan untuk menyerang.
"Jangan biarkan mereka kabur!"
"Tidak akan ku biarkan!"
Hanya dalam sekejap, sebuah ledakan hebat terjadi di tepian jurang itu. Asap dan debu bertebangan, membuat pandangan semua orang menjadi terbatas.
Sementara ia yang terjatuh ke dasar jurang, terus menanyakan maksud dari rekannya itu di pikirannya. Hingga di titik dimana ia tak mampu lagi menjaga kesadarannya dan berakhir tertidur untuk waktu yang lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Kang Nyimak
Kutai Kartanegara? Indonesia?
2023-04-11
0