Tentang Night Demon.
Bella menatap lelaki yang menjadi sahabat suaminya, Ramon Stephen. Sahabat setia mendiang suami Bella sejak kecil. Hanya pada Ramon, Bella percayakan masalah kasus yang tak selesai-selesai ini.
“Kau yakin, Bella? Aku tak mau terjadi sesuatu setelah Daniel tiada. Ingat, perjalanan hidupmu masih panjang.” Ramon lagi-lagi mengingatkan. Lelaki itu dengan mudahnya meminta Bella mengurungkan niatnya, padahal Selama ini perjuangan Bella untuk mencari keadilan, membuat hidupnya jungkir balik.
“Aku sangat yakin, Ramon. Kau tahu, sudah sekian lama kita mengorek informasi demi keadilan untuk Daniel. Tapi yang ada semua jalan terasa buntu dan juga sangat sulit untuk menemukan siapa pelakunya. Setelah aku mendapatkan celah untuk bertemu dengan Night Demon, kau menghentikan aku. Kau ini, maumu apa?” Bella menyesap kopi yang Ramon buatkan untuknya.
Kafein adalah konsumsi utama Bella semenjak Daniel tiada. Selera lidah Bella cukup mengherankan Ramon karena Bella bahkan lebih suka mengonsumsi kopi hanya dengan sedikit gula itu. Kehilangan memang kerap kali membuat seseorang beralih selera dan berbalik arah. Begitulah dunia.
“Bertemu dengan jelmaan iblis seperti Night Demon bukanlah ide bagus, Bella. Kau tau, aku sangat khawatir padamu. Bagaimana jika kita berdamai saja dengan keadaan, berdamai dengan takdir. Jika roh Daniel tahu dengan apa yang saat ini kau lakukan, aku yakin ia akan meraung di surga sana. Ia pasti ingin hidupmu baik-baik saja dan terlepas dari jerat dendam. Dengar, hiduplah dengan baik dan mari kita buka lembaran baru dengan tidak menabur dendam. Aku yakin kau pasti bisa," ucap Daniel menenangkan.
Bella meletakkan cangkir kopinya dengan gerakan pelan dan hati-hati. Namun matanya menatap tajam Ramon, isyarat sebagai kemarahan. Yah, kemarahan yang Tak pernah besar tentunya.
“Apa alasanmu memintaku untuk menghentikan pencarian pelaku pembunuh Daniel?” Bella balik bertanya.
“Aku tak mau terjadi sesuatu padamu, Bella. Percayalah, aku ingin kau baik-baik saja, aku memandangmu sebagai istri dari mendiang sahabatku," jawab Ramon kemudian.
“Mengapa aku harus percaya?” pertanyaan Bella, sontak saja membuat Ramon menghembuskan nafasnya kasar. Tak sedikit pun dalam hati Ramon menginginkan Bella mengambil langkah yang memiliki risiko besar. Selain pembunuh Daniel yang bisa memburunya karena Bella dinilai membahayakan mereka, tentunya juga karena berurusan dengan Night Demon, akan semakin menambah masalah Bella di kemudian hari.
Iblis seperti Night Demon tak akan meminta sesuatu yang main-main, mengingat bagaimana reputasinya yang baik dalam dunia gelap. Ia bisa meminta nyawamu Bella sebagai barter terberatnya.
“Bella, dengarkan aku. Berapa banyak kasus kematian yang tak meninggalkan jejak pembunuhnya, dan itu dikaitkan dengan Night Demon? Selain itu, kau tahu sendiri, bahwa iblis tak mengenal siapa dan bagaimana kedudukannya jika ia sudah menargetkan sasaran. Aku tak mau hidupmu kembali didera masalah yang lebih sulit. Kepergian Daniel saja, aku rasa sudah cukup menjadi badai dalam hidupku. Perjalananmu masih panjang, hiduplah dengan baik dan damai," ungkap Ramon, dengan suara lirih.
“Lalu menurutmu bagaimana?” Bella kembali melontar tanya.
“Hentikan pencarian dan mari kita berdamai dengan keadaan, Bella. Jangan pernah bersinggungan dengan Night Demon.
“Bagaimana jika aku tak mau? Dengar, Ramon. Aku sudah tidak tahan lagi dengan ketidakadilan ini. Suamiku di bunuh dengan cara yang sangat kejam. Tak hanya itu, bayiku yang baru berusia delapan bulan juga tewas di saat yang bersamaan. Bagaimana mungkin aku bisa Tenang sedangkan pembunuh Daniel bebas berkeliaran di luaran sana? Tidak, tidak. Tentunya aku tidak akan pernah mundur dari semua ini. Ini pilihanku dan apa pun konsekuensinya, aku akan tetap maju demi mendiang Daniel dan anakku," Bella nampak tak bisa mengendalikan dirinya.
Bella menyandarkan bahunya yang terasa lelah pada bahu sofa. Lihat saja bagaimana lelahnya Bella menghadapi situasi terberatnya ini. Bahkan Bella sempat depresi sekitar dua bulan selepas kematian Daniel dan putranya. Hanya orang terdekat saja yang tahu betapa hancurnya Bella kala itu.
“Baiklah. Aku sudah memberimu peringatan agar kau mundur, tapi agaknya susah. Aku hanya bisa memperingatkan dan memberimu perlindungan sebisa dan semampuku. Selebihnya, aku ikuti apapun keputusanmu," pada akhirnya, tak ada pilihan lain selain menyerah, bukan?
“Terima kasih, Ramon. Terima kasih," sahut Bella tulus.
“Kapan rencananya kau akan menemui Night Demon” Daniel bertanya dan kembali mencairkan suasana yang tadinya terasa tegang. Lelaki itu selalu bisa membuat Bella Rileks, seperti apa pun kondisi hati Bella.
“Malam nanti. Jangan khawatir, Ramon. Max adalah lelaki yang akan selalu berdiri tegak di belakangku.” Bella menunjuk bangga pada Max yang saat ini tengah berada di ruang belakang kediaman Ronnie.
“Kalau begitu izinkan aku ikut," kata Ramon tak mau dibantah.
“Tidak, tidak. Eyes devil tak ingin aku dikawal banyak orang. Eyes devil ingin aku datang sendiri dan aku akan diantarnya pulang," jawab Bella Santi.
Ramon membelalakkan mata. Seorang Night Demon akan mengantar Bella pulang? Itu adalah sesuatu yang mustahil bagi Ramon. Satu-satunya kemungkinan adalah, Alice diantar pulang Night Demon hanya tubuhnya saja. Ya, raga tanpa jiwa.
“Ya Tuhan, Bella. Kau percaya begitu saja?” Ramon masih tetap mempertahankan wajah garangnya kali ini. Rasanya akan sangat sulit mempercayai Bella saat ini. Mustahil sekali.
“Aku harus percaya, Ramon. Ini demi keadilan untuk Daniel.” Seloroh Bella santai.
“Kau gila, Bella. Kau sungguh gila. Aku tak menyangka kau akan seperti ini jadinya. Keadilan untuk anak dan suamimu itu penting, tapi tak dengan cara seperti ini juga. Kau… Itu sama saja artinya dengan kau yang menerjunkan diri dalam masalah besar. Dengar, Bella. Aku tak percaya. Aku tak mau tau, aku tetap akan membersamai Max agar kau tetap terjaga. Keselamatanmu lebih penting di atas segalanya, Bella," tegas Ramon.
Daniel bersungut tak suka. Lelaki itu dengan mudahnya memarahi Bella seperti anak kecil.
“Tapi Night Demon tak mau aku dikawal, Ramon. Mengertilah. Dia akan sangat marah dan bisa memburuku jika aku tak mengikuti apa yang ia mau.” Bella menghembuskan nafasnya kasar.
“Lagi pula apa yang bisa aku lakukan selain mengikuti perintahnya. Aku yang butuh jasanya untuk kepentingan pribadiku. Sudahlah, Ramon. Tak usah banyak menentang. Jika kau mau, kawal saja aku. Aku tak mau jika nanti kau sampai ketahuan olehnya. Bahkan dia … Sosoknya saja aku tak tau," ucap Bella.
“Baiklah. Aku akan berunding dengan Max untuk rencana ini, Bella,” putus Ramon akhirnya. Lelaki itu sungguh benar-benar tak ingin jika nanti Bella terluka. Perasaan tak seharusnya itu masih saja muncul hingga sekarang. Sayangnya, Ramon tak memiliki keberanian untuk sekedar mengangkat topik itu pada Alice. Ya Tuhan. Ramon tak keberatan andai ia disebut sebagai banci.
Dan Ramon seketika memberi isyarat Bella untuk diam. Kedatangan salah satu pelayan setia mendiang Daniel
“Nyonya, ini pesanan anda tadi malam untuk tuan Ramon. Sudah saya siapkan dengan sepotong daging panggang di dalamnya.” Syua Tunisa, wanita yang usianya memasuki angka dua puluh sembilan tahun itu, adalah pelayan setia mendiang Daniel sejak Daniel belum memutuskan untuk menikah dengan Bella. Dialah pelayan yang paling dekat dengan Daniel saat Daniel masih hidup.
Pernah suatu ketika, Bella datang berkunjung, dan lihat saja apa yang terjadi, Syua Tunisa bahkan lebih mirip disebut sebagai kawan lama Daniel daripada seorang pelayan.
Sorot mata Syua sangat lembut keibuan dan lebih hangat. Pendaran Aura dari wajahnya pun terlihat sangat bersahabat. Hanya saja, tidak semua orang yang tahu, bahwa pendar mata Syua yang hangat itu, terselip kerumitan yang hanya diketahui oleh orang-orang jeli saja.
Siapa yang tahu, bahwa di masa lalu, Syua memiliki cinta yang begitu besar untuk mendiang Daniel. Pernah dua kali Daniel melakukan penolakan karena Syua mengutarakan maksud dan cintanya terhadap Daniel.
“Oh terima kasih, Syua.” Daniel menatap ceria pada Syua yang selalu memperhatikannya, dan juga memberi pengertian Bella. Entah bagaimana caranya, Bella sudah jatuh hati pada pelayanan Syua yang luar biasa itu.
“Aku pamit permisi ke belakang, nyonya.” Ungkap Syua. Wanita itu berlalu ke belakang dengan menunduk. Saat situasi begini, Ramon merasa tak nyaman meski sikap Syua biasa saja terhadapnya.
“Jangan pernah bicara apa pun di rumah, Bella. Aku rasa, ada sesuatu di rumah ini yang menjadi mata-mata musuhmu. Terlebih, rencanamu untuk bertemu Night Demon, aku rasa tak perlu dibahas di rumah. Itu, bisa membahagiakan dari waktu ke waktu," Ujar Ramon kemudian.
Bella mengerjapkan matanya beberapa kali. Ada banyak hal dari kalimat Ramon Yang belum bisa Alice cerna. “Apa … Maksudnya?”
Hati Bella mendadak bimbang kemudian. Wanita itu ragu sekali untuk menemui Night Demon. Meski tekadnya tadi menggebu-gebu, namun kali ini entah mengapa tiba- tiba Bella merasa takut.
“Panggil Max. Aku perlu bicara dengan kaki tanganmu itu. Katakan ini pribadi dan aku tak ingin melibatkan siapa pun.” Bella mendengus sebal pada Ramon. Apa maksud Ramon bicara begitu?
Tanpa menjawab, Bella menyuruh Ramon untuk ikut ke ruang kerja dan segera memanggil Max. Bella perlu menyegarkan pikiran dengan tak perlu melibatkan diri. Sayangnya, ketika Bella hendak pergi dari ruang kerja, Bella tertarik dengan kalimat permintaan Ramon pada Max.
“Duduklah, Max. Aku ingin bicara mengenai Night Demon denganmu," Ramon membuka percakapan tanpa basa-basi.
“Baik tuan," Max menjawab singkat.
Dari balik pintu, Bella mencuri dengar apa yang kini tengah mereka bicara.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments