"Wa, tadi sore kamu ke mana? kok ngilang setelah gotong royong," tanya Rahel, malam ini mereka tidak naik pengajian karena malam Jum'at di liburkan. Lagian lampu sedang mati sehingga mereka hanya memakai lilin untuk penerang.
"Gak ke mana-mana kok? aku kan ada di belakang kamu tadi sore, Eh kamu saja jalannya cepat," Alibi Zahwa untuk tidak terus di interogasi oleh sahabatnya karena ia sangat tahu jika temannya sangat penasaran jika ia sampai memberitahu tentang pertemuannya dengan Hanafis.
"Masak sih, atau kamu bohongin aku ya? atau ada sesuatu yang kamu tutupi," Rahel menyudutkan Zahwa yang kini mereka sedang duduk di depan lemari masing-masing.
"Benar, Rahel! aku tidak menyembunyikan apapun," kata Zahwa mencubit pipi sahabatnya.
Rahel mengaduh berpura-pura merasa sakit dan mengelus pipinya, mereka tertawa bersama-sama sehingga kedatangan seseorang membuat mereka saling menatap.
"Zahwa, Ustazah Rini memanggil kamu dan menyuruh ke kamar beliau," kata Lida.
"Memangnya ada apa, Lid?" tanya Rahel.
"Entah, aku juga gak tahu! sebaiknya kamu kesana aja mana tahu penting," kata Lida duduk di dekat Rahel.
"Ya sudah, Rahel kamu temani aku ya!" kata Zahwa bangun dari tempat duduknya.
"Boleh, Ayo!" kata Rahel.
"Ets, Kamu gak boleh ikut! kata Ustazah Rini hanya perlu dengan Zahwa doang," Lida mencegah kepergian Rahel yang ikut bersama Zahwa, Mereka berdua menoleh ke belakang menatap ke arah Lida yang sedang duduk.
"Ya sudah, kamu tunggu disini saja! mungkin saja ada hal yang penting, aku ke kamar Ustazah Rini dulu," kata Zahwa melangkah pergi sedangkan Rahel kembali duduk di dekat Lida yang sedang membaca Novel islami.
'Tok...Tok...Tok' Zahwa mengetuk pintu saat ia sudah berada di depan kamar Ustadzah Rini.
"Eh, Zahwa! Ayo masuk," Ustazah Rini mengembang senyum lalu membuka pintu, Zahwa hanya menganguk lalu masuk meski dia merasa gugup.
"Duduklah!" perintah Ustazah Rini.
Zahwa pun duduk di atas tikar, sesekali ia menoleh ke arah kitab yang berada di atas kepalanya. Begitu banyak kita yang ada di ruangan Ustazah Rini.
"Ada apa ya Ustadzah, kok saya di suruh kesini?" Tanya Zahwa menatap ke arah Ustadzah Rini.
Ustazah Rini duduk menyamai Zahwa lalu menghembuskan nafas dengan teratur, ia menatap Zahwa tanpa berkedip lalu mengambil ponsel yang berada di rak bawah kitab yang berjejer rapi.
"Ada seseorang yang ingin berbicara dengan kamu," kata Ustadzah Rini membuat Zahwa cukup kaget.
"Seseorang...! siapa?" tanya Zahwa balik.
"Dia hanya ingin berbicara dengan kamu," kata Ustazah memberikan ponsel di depannya.
"Tapi dia siapa Ustadzah?" tanya Zahwa kembali.
"Dia tidak mengatakan namanya pada saya, Mungkin saja ia akan mengatakan padamu nanti," kata Ustazah Rini kembali memaksa Zahwa untuk mengambil ponsel di tangannya.
Zahwa meneguk ludah dengan kasar, kemudian mengambil ponsel yang ada di tangan Ustadzah Rini. Pasalnya ia sama sekali tidak mengenal orang yang ingin berbicara dengannya.
"Saya keluar dulu agar kamu bisa leluasa berbicara dengannya,"
"Bagaimana jika ada yang lihat, Ustazah?" lagi-lagi ia terlihat khawatir.
"Saya menjaganya di depan," kata Ustadzah Rini membuka pintu kamar lalu kembali menutupnya.
Zahwa duduk di sudut ruangan, ia menekan tombol samping dan layarnya pun menyala, terlihat nomor tanpa nama masih terhubung.
"Hallo, Assalamualaikum...!" Suara seseorang lelaki terdengar merdu di balik.
"... Wa'alaikumsalam," Zahwa menjawab salam.
"Ini siapa?" tanya Zahwa pelan.
"Aku imam mu," perkataan lelaki tersebut membuat Zahwa mengerutkan keningnya, ia menatap nomor ponsel yang sama sekali tidak di kenalnya lalu kembali menempelkan di telinganya.
"Aku tahu kamu pasti heran dengan jawabanku tapi aku hanya ingin mengajak kamu ta'aruf, aku ingin menjadi imam mu," lagi-lagi lelaki tersebut berbicara tentang hal yang membuat jantung Zahwa berdetak.
"Maaf, kita tidak saling kenal,"
"Kita akan saling kenal jika kamu mau,"
"Tapi aku tidak bisa," tolak Zahwa.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa tapi aku boleh meminta izin sama kamu?" tanya Lelaki di ujung sana yang sedikit merasa kecewa dengan penolakan Zahwa tapi dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan hati wanita yang begitu membuatnya terpesona.
"Izin apa?"
"Izinkan aku menyebut namamu di setiap sepertiga malam ku agar Tuhanku tahu engkaulah yang aku inginkan, Zahwa!"
Mendengar namanya di sebut, ia kembali membulatkan mata. Rasa penasaran kembali menghantui dirinya.
"Engkau tahu namaku lalu siapa namamu," tanya Zahwa tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya untuk tidak bertanya.
"Aku pangeran,"
"Pangeran...!"
"Benar, pangeran karena aku akan menjadikan mu ratu dalam istana ku," Sudut bibir Zahwa mengembang tapi cepat-cepat ia sadar akan hal ini, karena ia tidak ingin terlalu mudah untuk jatuh cinta lagi.
"Sudah, jika tidak ada yang penting lagi aku akan mematikan ponselnya," kata Zahwa datar.
"Baiklah, Aku akan menunggumu!"
Tut....
ponsel di matikan, dengan raut wajah kesal ia bangun dari pojokan. Tak lama kemudian masuk Ustazah Rini ke dalam kamar.
"Udah, Wa?" tanya Ustadzah Rini.
"Udah Ustazah, besok-besok kalau dia hubungi lagi jangan di angkat saja," Pinta Zahwa.
"Memangnya kenapa, Wa?"
"Orangnya aneh, aku mau ke kamar dulu," Zahwa mengembalikan ponsel pada Ustazah Rini kemudian membuka pintu dan menutup lagi meninggalkan halaman kamar Ustadzah Rini.
Zahwa berjalan menuju ke kamarnya hanya beberapa langkah saja, sampai di kamar ia melihat Rahel sedang bercengkrama dengan Lida dan Sisil.
"Eh, Wa! Udah balik kok lama?" tanya Rahel.
"Iya, rupanya ibu yang telepon," Alibi Zahwa, Rahel menatap Zahwa tak percaya, ia melihat raut wajah Zahwa seperti sedang ada sesuatu yang di sembunyikan tapi ia tidak mungkin menanyakan pada Zahwa dalam keadaan seperti ini.
"Ya sudah, sini duduk! kita cerita-cerita," Lida ikut menimpali omongan mereka.
"iya, Wa! ayo sini?" kata Sisil.
"Eh kalian tahu gak, dengar-dengar disini ada Ustad baru dan seorang penghafal Al-Qur'an," Sisil membuka obrolan, Zahwa dan Rahel saling melirik satu sama lain.
"Ah, masak sih! Ngapain beliau disini?" tanya Lida paling kepo di antara mereka.
"Katanya sedang cari calon istri, dan kalian tahu, banyak para kakak asrama yang mengajukan CV untuk menjadi istri beliau," kata Sisil kembali membuat Lidah kembali kepo jika ada ustadz tampan.
"Kok kamu tahu banyak tentang ustad itu, tahu dari mana?" tanya Zahwa tak terlalu peduli dengan yang di dengarkan. Hanya saja ia begitu penasaran dengan lelaki yang di bicarakan karena baru saja seseorang meminta dia untuk ta'aruf.
"Tadi aku dengar dari anak-anak yang lain, semua santri bahas ini kok," kata Sisil antusias.
"Kamu tahu namanya, Sil?" tanya Rahel.
"Namanya Ustadz Bilal, tadi kalau gak salah aku dengar," ucap Sisil.
Lida hanya mengangguk, begitu juga dengan yang lain. Setelah bercengkrama Zahwa memilih tidur begitu juga dengan yang lainnya, semua sudah siap dengan selimut masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments