Bab 4. Bukan persinggahan

"Tidak, Umi! kalau jodoh kami pasti akan bertemu Ibu tapi kalau tidak jangan paksakan aku Ibu," kata Zahwa.

Rahel hanya diam menjadi pendengar setia di antara mereka, ia sangat paham mengapa Zahwa menolak lamaran itu.

"Ya sudah tapi kalau kamu berubah pikiran, kasih tahu ibu!," Kata Ibu tersenyum berharap jika putri satu-satunya mau menikah di usia muda.

Zahwa hanya mengangguk, ia menggenggam tangan ibunya sembari tersenyum. Sebenarnya ia merasa tidak enak karena menolak tapi mau mana lagi, ia tidak menikah dengan lelaki yang tidak ia cintai.

Setengah jam bercengkrama, kini azan Zuhur berkumandang dengan sangat merdu. Semua para santri bangun beranjak untuk mengambil wudhu dan menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.

"Ya sudah, ibu dan ayah pulang dulu ya!" Kata Ibu.

"Gak shalat dulu, Yah! Sekalian kita makan bareng, kebetulan ibu bawa rantang buat aku kesini" kata Zahwa.

"Tidak usah, Nak! Nanti ayah mampir di rumah kakak mu yang tidak jauh dari sini?" Kata Ayah yang sudah di pahami oleh Zahwa kemana orang tuanya mampir nanti.

"Ya sudah, Ayah bawa motornya hati-hati dan jangan kencang-kencang," kata Zahwa memperingati orang tuanya, Pak Andi hanya mengangguk lalu turun berjalan ke arah motor yang di parkir.

Zahwa mengantar orang tuanya sampai ke pintu gerbang sambil menenteng rantang di tangannya, tak lupa ia menyalami tangan kedua orangtuanya sebelum pulang. Lalu baru kembali ke dalam asrama.

Zahwa berjalan ke dapur umum dimana dapurnya berada, ia membuka lemari kecil tempat menyimpan makanannya, ia membuka rantang satu persatu lalu memasukkan ke dalam lemari dan menutupnya kembali karena ia akan menunggu Rahel untuk makan bersama.

Zahwa kembali ke kamarnya, ia tidak shalat karena sedang datang bulan. Ia mengambil tikar dan menggelarnya lalu mengambil bantal untuk tidur sejenak karena ia sangat mengantuk.

Suasana kamar kembali ramai karena yang lain sudah kembali dari mushalla, Zahwa membuka mata meskipun ia masih mengantuk. Ia duduk lalu mengikat rambutnya yang berantakan.

"Rahel, Sisil, Emi makan bareng yuk!" Ajak Zahwa.

"Boleh, kalian duluan aja nanti kita makan di atas kabilah yang ada di depan kamar ya?" Kata Emi, Rahel dan Zahwa mengangguk kemudian keluar dari kamar.

Zahwa mengeluarkan rantang tadi dari lemari dapur miliknya, di bantu oleh Rahel untuk membawanya ke atas kabilah. Menu yang di buat Bu Henny membuat Zahwa dan Rahel ingin memakannya.

"Wa, hari ini makan enak kita," kata Rahel sudah berada di atas kabilah sedangkan Zahwa membawa piring makan, air dan gelas untuk mereka makan siang.

Rahel langsung duduk lalu membuka rantang dan melihat ayam goreng, capcay dan ikan goreng membuat mereka ingin menyantapnya.

Emi dan Sisil ikut makan bersama-sama, begitulah mereka. Setiap kali ada orang tua membawa makan mereka selalu berbagi, tak jarang sekali orang tua Emi datang dua hari sekali karena ia lebih dekat dengan pondok pesantren ketimbang Zahwa dan Rahel yang memang jauh.

Mentari mulai terbenam, semua para santri bergotong royong mengambil batu ke pantai lalu membawanya ke asrama yang baru di bangun agar waktu hujan tidak menyebabkan depan halaman asrama becek.

Zahwa dan Rahel mengambil timba milik mereka masing-masing, begitu juga para santri yang lain. Bukan hanya para santriwati tapi juga para santriwan yang ikut bergotong royong mengambil batu di pinggir dan menjadi kesempatan bagi para santri untuk bermain ke laut, sesekali duduk cuci mata melihat para santriwan yang tampan.

Tugas para santri hanya mengambil 5 timba per orang dan setelah itu kembali ke asrama untuk membersih tubuhnya, Karena kini jam sudah menuju pukul 05:00 Sore.

Saat hendak pulang seseorang memanggil Zahwa yang sudah selesai mengambil batu.

"Zahwa.....!"

Zahwa menoleh ke arah suara dan ternyata yang memanggil dirinya adalah Hanafis, Zahwa kembali menatap ke depan berjalan untuk mengejar Rahel yang sudah di depan. Rupanya Rahel tidak sadar jika Zahwa masih berada di belakang.

"Tolong! Jangan pergi dulu, aku ingin mengatakan sesuatu sama kamu," Hanafis kembali menghentikan langkah kaki Zahwa.

"Sudah berapa kali saya bilang, jika kita tidak ada hubungan apa-apa lagi."

Zahwa menatap ke depan, ia seakan enggan menatap wajah Hanafis. Wajah lelaki yang sudah memberinya luka dua tahun yang lalu.

"Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu dan setelah semua ini terserah padamu, apa kamu akan membenciku atau tidak," Hanafis sangat berharap jika Zahwa akan memberikannya waktu meskipun hanya 10 menit.

"Baiklah, Aku hanya punya waktu 10 menit maka katakan apa yang ingin antum katakan,"

Zahwa masih saja berdiri di tempat, ia tidak ingin berbalik badan ataupun menatap Hanafis, baginya hubungan mereka sudah berakhir saat itu juga.

"Sebenarnya aku tidak pernah menikah, sampai saat ini aku masih menunggumu. Aku tahu, kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku bilang seperti itu tapi itulah kenyataannya, sampai saat ini aku masih sendiri Zahwa," kata Hanafis dengan wajah lesu.

Kejujuran Hanafis membuat Zahwa kaget tapi ia tidak boleh goyah, mungkin saja ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Hanafis. Ia membalik badan menghilangkan rasa gugup di hatinya ketika menatap lelaki yang selama ini sudah meruntuhkan harapannya.

"Lalu apa masalahnya jika antum tidak menikah dengan menemui saya, bukankah semua sudah jelas," ulangi Zahwa dengan geram.

"Aku ingin kembali bersama mu, Zahwa?" Pinta Hanafis.

"Maaf, Hatiku bukan tempat persinggahan yang bisa kau datang ataupun pergi. Sebaiknya antum urung saja niat antum karena aku tidak akan pernah kembali karena di setiap aku lepas takkan pernah ku genggam lagi."

Zahwa melangkahkan kakinya setelah mengatakan suami itu, meskipun tak bisa ia pungkiri jika ia begitu penasaran alasan ia menolak pernikahan mereka padahal jelas dulu meminta hubungan mereka berakhir karena bia ingin menikah.

Dari jauh seseorang menatap Zahwa yang sudah hilang di balik tembok pesantren, hatinya begitu teduh menatap gadis yang membuat ia sangat tertarik ingin mengenal lebih jauh.

"Ustad Khalil, apa ustad Khalil kenal dengan perempuan yang baru saja pergi?" tanya lelaki berpeci putih pada Ustadz Khalil yang menjadi salah satu dewan guru disana.

"Kabar yang saya dengar, dia adalah Zahwa salah satu santri disini!" kata Ustad Khalil menatap Sunset yang hampir tenggelam.

"Zahwa...!"

"Lalu apa hubungannya dengan lelaki itu?" tunjuk Bilal pada Hanafis yang mengepalkan tangannya menahan kekesalan.

"Dia Hanafis, kabar yang saya dengar Hanafis pernah menjalin hubungan dengan Zahwa tapi hubungan mereka kandas karena Hanafis ingin menikah tapi nyatanya dia kembali kesini hanya seorang diri," kata Ustad Khalil, ia tidak tahu kalau Bilal sebenarnya mengenal Hanafis.

Bilal hanya mengangguk dan baru mengerti saat melihat Zahwa pergi meninggalkan Hanafis.

"Ya sudah, mari kita kembali ke pesantren! lagian sebentar lagi azan magrib akan tiba," Ucap Bilal mengajak Ustad Khalil kembali ke pesantren.

Terpopuler

Comments

Susi Susilawati

Susi Susilawati

up nya yg banyak dong Thor🙏

2022-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!