Bab 3. Lamaran untuk Zahwa

"Mungkin saja kamu benar, Hel! Ayo duduk di belakang saja soalnya kalau ustad Safari ngajar aku suka ngantuk," kata Zahwa mengajak Rahel ke belakang tempat mereka bisa tidur jika mata mulai mengantuk.

Tiga puluh menit menanti, ustad juga belum datang. Mereka dengan setia masih berada di dalam kelas meski jenuh, memang sudah menjadi kebiasaan ustad Safari datang terlambat sehingga tak menjadi penasaran lagi.

"Pulang Yok, ustad Safari pasti gak datang?" Kata Lida, ia paling bosan kalau menunggu sesuatu yang tak pasti datang. Dari tadi ia uring-uringan sesekali menyela ucapan Sisil.

"Tunggu aja dulu, sebentar lagi juga datang!" Kata Sisil.

"Tapi kakak Sisil...!"

"Tuh Ustad Safari datang!" Kata Sisil bangun begitu juga dengan teman yang lain, Ustad Safari tersenyum manis ke arah anak muridnya. Beliau adalah wali kelas mereka.

"Assalamualaikum...!"

"Wa'alaikumsalam...!"

Para santri menjawab salam setelah itu duduk kembali di tempatnya masing-masing.

"Maaf, saya terlambat datang?" Kata ustad Safari tersenyum.

"Kenapa ustad, hampir saja kami pulang?" Sisil memulai memancing ustad Safari bercerita agar tidak membuka kitab, Kelas 3c di kenal santri paling bandel. Mereka begitu terkenal di sebelah santri laki-laki sehingga ada beberapa guru kewalahan dengan mereka dan ada juga betah meski awalnya bagaikan kutub Utara.

Kekocakan mereka membuat suasana penuh tawa, kadang-kadang mereka tak segan sedikit menjahili jika ada ustad baru yang masuk ke kelas mereka dengan menanyakan nama atau mengajak untuk berbicara.

"Tadi saya terlambat bangun tidur dan lihat jamnya sudah pukul setengah sembilan," kata ustad Safari mulai bercerita, Sisil dan Lida mulai meladeni ustad Safari sedangkan yang lain hanya tertawa sehingga suasana pagi sedikit mengganggu santri yang lain.

********

Matahari sangat terik, Para santriwati kembali ke asrama. Hari ini giliran Zahwa dan Rahel yang berbelanja pesanan mereka, ia hanya menggantikan hijab saja.

"Ada yang mau pesan lagi?" Tanya Zahwa karena sudah ada 10 pesanan di tangannya.

"Sudah... sebagian ada sama Rahel ya!" ujar Lena teman satu kamar tapi tidak sekelas, Zahwa hanya mengangkut lalu berjalan menuju pasar melalui gang sempit di samping rumah tetangga kerena lebih cepat menuju pasar dari lewat jalan yang lain.

Hanya butuh 20 meter dari pesantren menuju pasar sehingga para santri lebih suka berjalan kaki, kadang memang sengaja berlama-lama di pasar agar bisa melihat rumah warga.

"Zahwa, aku kesana dulu soalnya disini gak ada," kata Rahel menuju pesan pada Zahwa, ia hanya mengangguk lalu meninggalkan Zahwa sendiri.

"Bu, Apa ada kantong yang lebih besar?" Tanya Zahwa melihat pesanannya sudah penuh di depannya, ibu tadi mengangguk lalu mengambil kantong yang lebih besar dan mulai memasukkan satu persatu pesanan mereka.

"Terimakasih ya, Bu!" kata Zahwa hendak membalikkan badan tapi dia tak sengaja menabrak seseorang.

Brukk...

"Maaf ustad, saya tidak sengaja!" Zahwa menunduk lalu menggeserkan tubuhnya ke samping hendak memberi jalan untuk ia yang dia tabrak.

"Tidak apa-apa! lain kali hati-hati," kata lelaki tersebut dengan lemah lembut, Zahwa mengangguk lalu meninggalkan lelaki yang dia tabrak tadi. Lelaki tersebut menoleh melihat Zahwa berjalan, ia tersenyum melihat gadis yang membuat ia menarik.

"Kenapa, Wa?" Tanya Rahel selesai berbelanja.

"Gak ada, tadi aku tidak sengaja menabrak seseorang," kata Zahwa.

"Siapa....?"

"Entah, aku juga gak tahu! Ayo, kita pulang nanti takut mereka terlambat masak jika kita lama kali di pasar," kata Zahwa mengambil sebagian kantong kresek yang ads di tangan Rahel.

Setiap hari, para santri mendapat giliran berbelanja punya teman yang lain dan setiap hari hanya boleh dua orang untuk berbelanja. Mereka sampai ke asrama dengan dahaga, rasa haus menyerang tenggorakan mereka.

Jangan tanya bagaimana panasnya tinggal tidak jauh dari laut, tentu sangat panas bahkan keringat mengalir deras. Zahwa mengambil handuk lalu menggantikan baju dengan memakai baju mandi dan kain sarung. Tak lupa jilbab sampai menutupi tangannya, ia berjalan menuju sumur untuk mandi dan di susul oleh santri yang lain.

"Wa, ada orang tuamu di depan?" Kata Rahel yang baru saja berada di depan pintu sumur.

"Apa... Ibuku datang? Kamu temui ibuku sebentar ya soalnya aku belum selesai mandi," kata Zahwa, ia merasa senang karena ibunya datang padahal ia tidak menelepon. Apalagi ia masih ada uang belanja yang berikan oleh orang tuanya seminggu yang lalu.

Setiap seminggu sekali, para orang tua di bolehkan untuk menjenguk putri mereka dan kini Zahwa mandi secepat mungkin Karena ia ingin menghabiskan banyak waktu Ibunya.

Usai mandi dan memakai bajunya, ia Kembali ke kamar meletakkan sabun di depan sumur. Ia langsung berlari ke kamar dan mengganti baju selutut dengan kain sarung sebagai rok.

Dia keluar dari pintu gerbang asrama dan melihat kedua orang tuanya sedang bercengkrama dengan Rahel di atas kabilah tempat bertemunya orang tua dan para santri.

"Ibu, ayah!" Zahwa menyalami kedua orang tuanya dengan takzim, ia tersenyum menatap dua yang begitu ia cintai.

"Bagaimana kabar mu, Nak?" Tanya Bu Henny.

"Baik, Bu! Ibu kesini untuk jenguk Zahwa atau apa ada hal yang lain Bu?" Tanya Zahwa, ia sangat tahu akan kedua orang tuanya. Tidak mungkin datang jika tidak ada kepentingan tanpa memberitahunya dulu.

Ibu dan Ayahnya Zahwa saling menatap seakan ingin berbicara tapi tahu harus memulai dari mana.

"Ada seorang lelaki yang ingin melamar mu, Nak!" Kata Ibunya membuat Zahwa kaget.

"Apa...? Di lamar!" Kata Zahwa syok tapi tidak dengan Rahel, ia malah tersenyum mendengar sahabatnya ada yang lamar.

"Udah, terima aja Wa!" Rahel memprovokasi Zahwa membuat sahabat kesal, beda dengan Bu Henny yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah teman putrinya.

"Ibu, aku belum ada keinginan untuk menikah apalagi aku masih ingin menuntut ilmu." Kata Zahwa lembut.

"Zahwa, umur kamu udah 23 tahun loh dan di tempat kita seumuran kamu sudah ada menikah, apa kamu ingin di gunjing orang Nak," kata Ibunya lagi memberi masukkan sedangkan ayah hanya diam, ia tidak bisa ikut campur karena semua tentang kebahagiaan putrinya.

"Ibu, menikah bukan siapa yang cepat dia dapat tapi menikahlah di waktu sudah siap dan tepat, saat ini Zahwa belum memikirkan itu," kata Zahwa menolak lamaran itu, ia sangat yakin jika orang tuanya tidak akan memaksanya untuk menikah.

"Tapi Nak...!"

"Bu, apa yang dikatakan Zahwa benar, kita tidak bisa memaksanya untuk menikah karena yang akan berumah tangga dia bukan kita nantinya," sela pak Andi pada istrinya, Bu Henny menghela napas dan sadar dengan apa yang di katakan suaminya.

"Ya sudah, kalau kamu bilang begitu tapi kamu yakin gak mau lihat dulu lelaki itu?" kata Bu Henny tetap keras menjodohkan putrinya dengan lelaki tampan dan sungguh baik perangainya.

"Tidak, Umi! kalau jodoh kami pasti akan bertemu Ibu tapi kalau tidak jangan paksakan aku Ibu," kata Zahwa.

Rahel hanya diam menjadi pendengar setia di antara mereka, ia sangat paham mengapa Zahwa menolak lamaran itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!