Mili pulang kerja dengan bahagia. Namun Banu yang ada di sana tidak demikian. Raut wajahnya mendung. Ada yang tidak menyenangkan untuknya.
"Jadi kalian saling kenal?" tanya Banu tanpa basa-basi.
"Siapa Pak?" Mili tidak menoleh seraya melepaskan sepatunya.
"Raka."
"Oh, dia. Ya," sahut Mili dengan bahagia.
"Kenapa kamu gembira sekali saat mengatakannya?" ketus Banu.
"Tentu saja. Dia kan tampan dan juga baik," sahut Mili tegas seraya menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
"Jadi tipe kamu adalah sekretaris ku itu?" ejek Banu.
"Oh, dia sekretaris Bapak?" tanya Mili antusias. Banu menatap gadis di depannya. Ada rasa tidak senang melihat kegembiraannya saat membicarakan bawahannya itu.
"Ya. Dia kekasihmu?" tanya Banu tanpa basa-basi.
"Tidak mungkin. Dia hanya teman yang begitu peduli pada saya," jelas Mili.
"Tapi kenapa kamu memeluknya?" Banu masih punya banyak stok pertanyaan.
"Karena kita berdua lama tidak bertemu. Jadi kangen."
"Huh, segampang itu kamu rindu pada orang dan langsung memeluknya. Bukankah itu jadi terlihat kamu itu suka nemplok sana-nemplok sini?" ujar Banu ketus. Seperti dia sedang marah. Mili terdiam.
"Bapak marah? Kenapa bicaranya begitu?"
"Marah? Aku? Tidak. Aku tidak marah." Banu langsung menaikkan dagu. Mengalihkan pandangan ke arah lain dengan pongah.
Apa aku marah? tanya Banu pada dirinya sendiri.
"Pasti Bapak marah. Apa penyebab Bapak jadi marah-marah sama aku?"desak Mili bahkan sampai berdiri mendekat ke Banu. Pria itu mengernyitkan kening tidak senang. Mili sengaja karena ingin menggoda roh tampan ini. Namun sungguh tidak beruntung kaki Mili terantuk sudut kaki meja dan membuatnya oleng.
Bruk!
"Ceroboh sekali," tegur Banu yang berhasil menangkapnya. Berkat tangkapan Banu, tubuh Mili tidak jadi terjerembab ke lantai.
"Ah, maaf. Terima kasih," ucap Mili seraya bergerak ingin keluar dari pelukan Banu. Namun ternyata pria itu tidak melepaskannya.
"Pak ... lepaskan saya," pinta Mili lambat.
Banu menundukkan pandangan menatap Mili. "Apa kamu pikir aku tidak bisa berdebar karena aku roh?" tanya Banu tanpa melepaskan tubuh Mili. Gadis ini mengerjap tidak paham. "Walaupun aku berbeda, tapi aku masih bisa merasakannya. Jadi hati-hati jangan menggodaku." Setelah mengatakan itu, Banu langsung melepaskan pelukan Mili.
Jadi Pak Banu sedang berdebar? Oh, kenapa aku yang malu ... Wajahku pasti memerah.
Mili langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. Menghindari Banu yang mungkin saja mengetahui kalau wajahnya memerah.
"Sebenarnya situasi tadi apa-apaan sih? Atmosfirnya kaya berubah jadi romantis. Padahal kan yang ada di sana itu roh. Ya ... meskipun tidak bisa di pungkiri roh ini amatlah spesial. Dia tampan dan menawan. Ughhh ... mana wajahku memerah pula." Mili langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang sambil tertelungkup.
Di luar kamar, Banu terdiam.
"Tadi itu apa? Pengakuan? Aku mengaku kalau sedang berdebar? Hhh ... Apa lama menjadi roh, aku menjadi bodoh? Lagipula siapa gadis itu? Dia hanya gadis biasa," gerutu Banu. Dia menatap ke arah pintu kamar Mili. "Ya, gadis biasa yang sudah dengan rela menolongku yang sama sekali belum di kenalnya."
**
Mili bangun pagi dengan langkah gontai. Dia merasa lemas karena tadi malam seharusnya ia makan, tapi karena lelah ia tertidur.
"Kamu baru bangun?" tanya Banu membuat Mili terkejut. Bukan karena dia muncul tiba-tiba atau sebagainya, tapi karena pria itu tengah memasak.
"Bapak?!" teriak Mili terkejut. Ia terburu-buru mendatangi dapur sempitnya untuk melihat apa yang sedang di kerjakan oleh pria ini. Bahkan kakinya hampir terpeleset karena ia ingin segera sampai.
"Hati-hati Mili. Kamu bisa terluka jika menabrak sesuatu di dapur sempit ini," nasehat Banu yang geregetan melihat tingkah Mili. Gadis ini hanya mengangguk saja karena dia lebih penasaran dengan apa yang dilakuan Banu.
"Bapak sedang ngapain?" tanya Mili antusias.
"Memasak," sahut Banu.
"Jadi Bapak juga bisa memasak?" Mili takjub.
"Ya," sahut Banu dengan melipat tangan. Kelihatan kalau dia senang di puji oleh gadis ini. "Duduklah. Lalu sarapan." Banu menunjuk meja kecil di dekat mereka.
"Saya tidak perlu membantu?" tawar Mili.
"Tidak perlu. Duduk saja."
"Oke, oke." Dengan riang Mili menuju kursi dan duduk. "Aku baru lihat ada roh memasak." Tidak henti-hentinya Mili takjub. Mili lupa soal kemarin. Dimana ia malu karena jatuh dalam pelukan pria ini. Yang sekarang ada di dalam otaknya adalah makanan.
"Makanan sudah siap." Banu datang membawa krim sup bewarna putih keruh kecoklatan. Ada sedikit warna hijau yang berasal dari sayuran.
"Kenapa hanya ini? Aku lapar kalau enggak makan nasi," rengek Mili di dalam hati yang kecewa dia hanya makan krim sup.
"Cobalah. Ini sehat." Banu meletakkan sendok pada tangan Mili.
"Ah, i-iya." Mili terkejut. Ia bagai bocah yang siap menyantap makanannya. "Bukannya Bapak enggak makan makanan manusia?" tanya Mili yang baru ingat barusan.
"Ya, kamu benar."
"Lalu ini?" tunjuk Mili pada mangkuk sup.
"Untuk kamu," kata Banu.
"Jadi Bapak memasak hanya untuk Mili?" tanya gadis ini tidak percaya. Banu mengangguk lembut. Mili langsung berdiri. Banu mengerjapkan mata heran.
"Kamu ngapain?"
"Terima kasih Pak." Mili membungkukkan badan memberi penghormatan.
"Ah, itu tidak seberapa." Banu mengibaskan tangannya. Ia senang. "Duduklah. Ayo di makan."
"Baik." Mili kembali duduk dan menyantap sarapaannya. "Tapi lain kali, Bapak masak nasi aja ya ... Karena Mili suka lapar kalau bukan nasi. Hehehe ..." Mili tergelak. Namun sayangnya Banu tidak menganggap itu lucu. Pria ini justru menipiskan bibir mendengar permintaan Mili.
Gelak tawa Mili langsung berhenti. Kepalanya menunduk untuk segera menghabiskan krim sup di depannya.
"Jangan terlalu banyak nasi, itu tidak bagus karena mengandung banyak gula," nasehat Banu.
"Orang miskin seperti saya itu harus makan yang mengenyangkan, Pak. Karena untuk berhemat," kata Mili.
Banu mengangguk. "Kalau kita bertemu di dunia nyata, kamu harus menagih banyak uang untukmu."
"Kenapa Pak?"
"Karena aku merepotkanmu. Kamu harus mendapat kompensasi yang layak."
"Begitu ya ... Tapi sudah bisa masuk perusahaan Mandala saja saya sudah senang. Dan saya rasa itu sepadan dengan saya yang membantu Bapak," kata Mili sambil tersenyum tulus.
Banu terdiam seraya menatap Mili yang kembali makan sup-nya.
"Jika ada orang sebaik aku yang ingin memberimu hadiah, terimalah. Jangan menolak," dengus Banu.
"Bapak kan tidak memberiku hadiah, tapi meminta ku untuk menagih hadiah," kata Mili.
"Bukannya sama saja," kilah Banu.
"Ya, enggak sama Pak. Menagih sama memberi tuh sisi mananya yang sama ...," protes Mili.
"Ya, sama. Karena aku memang mau memberi hadiah untuk kamu," kata Banu tidak mau kalah. Mili menipiskan bibir.
"Jadi ... Bapak sudah tahu cara kembali ke tubuh Bapak?" tanya Mili. Banu menatap Mili. Entah kenapa pertanyaan itu membawa atmosfir sendu. Seakan mereka akan berpisah.
"Belum," jawab Banu.
..._______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Chesta Haydar
thoor kembalikan arwah bhanu pada raganya biar hidup berpasangan ama milli ya.
2023-06-22
0
ponyey 48
ada kah roh yg tampan and baik ,ah cmn cerita
2023-05-29
0
fifid dwi ariani
trus semsngat
2022-12-20
0