Rumah sakit.
Bibi Cahaya menatap ke arah tubuh seorang pria yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Ruang ICU ini tampak terasa sangat menakutkan karena di dalamnya terdapat banyak peralatan medis yang terhubung dengan keponakannya. Mata Cahaya tidak berhenti menatap.
"Kapan kamu akan bangun, Nak? Bibi ini hanya sendirian sekarang. Jika kamu masih saja tidur seperti ini, bibi rasa tidak ada kekuatan yang bisa membantu bibi. Bangunlah Banu ... Bibi selalu menunggu mu." Cahaya terisak di samping ranjang Banu.
Banu yang saat itu tengah mengunjungi tubuhnya di rumah sakit, melihat dengan mata sendu.
"Maafkan aku, Bi. Aku belum tahu cara bangun dari tidur ku. Karena itu aku berusaha untuk mendekati mu melewati gadis itu. Aku tidak tahu apa berhasil atau tidak, ku harap bibi mempercayai Mili. Dia memang orang suruhan ku."
Seketika Cahaya tersentak. Seakan ada seseorang yang membisikinya. Dia melihat ke sekitar. Namun tidak ada siapa-siapa di sana.
"Oh, tidak. Aku mulai menggila. Aku pikir ada Banu di sekitar sini. Tentu saja aku merasa kamu sudah sehat, keponakanku." Bibi Cahaya menyentuh tangan Banu.
Bibi Cahaya adalah adik ayahnya. Setelah kedua orang tua Banu meninggal karena kecelakaan, Banu di asuh oleh bibi Cahaya sejak kecil. Jadi beliau belum menikah sama sekali karena takut pria yang akan menikah dengannya tidak bisa memberikan rasa sayang yang tulus pada keponakannya.
Di luar pintu, Haras sedang membungkuk hormat pada Dirga. Cahaya terkejut melihat kemunculan pria itu.
"Halo Cahaya," sapa Dirga yang berumur tiga tahun di bawahnya.
"Halo," sapa Cahaya tidak terlalu antusias.
"Bagaimana keadaan Banu di dalam? Apakah sudah ada tanda-tanda dia akan bangun?" tanya Dirga menunjuk kamar perawatan Banu.
"Aku rasa belum, tapi sebentar lagi pasti ada tanda-tanda itu."
"Oh, syukurlah. Kamu pasti berharap dia bangun dan pulih kan. Bukankah dia keponakan tersayang mu, yang membuat mu belum menikah sampai sekarang," ujar Dirga.
Bibir pria ini terangkat sedikit. Ada nada mencemooh di sana. Cahaya tahu itu. Setelah menyatakan cinta dan di tolaknya, Dirga acap kali melayangkan cemoohan itu padanya. Meskipun begitu, ia tetap merasa tertekan.
"Sepertinya ada jadwal bertemu dengan tamu sudah tiba, Bu. Sebaiknya kita segera pergi." Haras langsung memberitahu jadwal selanjutnya.
"Oh, baik. Maaf, kita tidak bisa bicara banyak, Dirga. Aku harus pergi. Permisi. Ayo Haras," ajak Cahaya pada orang kepercayaannya. Pria ini melihat punggung perempuan yang sudah hampir lima puluh itu dengan mata tajam.
"Kamu masih saja seperti itu, Cahaya," dengusnya sinis dengan samar. Lalu ia menoleh pada pintu di depannya. Dua orang yang berjaga di sana menganggukkan kepala memberi hormat.
**
"Apa ada hal yang tidak baik, Pak? Wajah Anda terlihat muram," ujar Mili saat melihat wajah pria ini lesu. Seperti biasa, Mili makan siang dengan bekal sederhananya di taman perusahaan.
"Aku melihat bibi ku menangis."
"Ibu direktur?"
"Ya. Dia ingin aku kembali bangun dari koma ku. Tentu saja aku ingin juga. Namun aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk bisa bangun. Lihatlah. Aku hanya bisa kesana kemari seperti ini." Banu menunjukkan ketidakberdayaan dirinya.
"Bapak tidak hanya kesana kemari tanpa tujuan, Pak. Bukankah Bapak termasuk roh yang hebat? Bahkan dalam situasi sekarang, Bapak masih mencari cara untuk bisa kembali dari koma. Bapak tidak diam. Ini usaha Bapak. Jadi aku rasa Bapak jangan berkecil hati," kata Mili memberi semangat.
"Hahaha ... Ya, ya. Aku roh yang hebat. Bahkan bisa mempengaruhi mu untuk setuju menolongku. Padahal ini bukan suatu kewajiban. Terima kasih Mili." Tangan Banu terulur menyentuh kepala Mili dan mengusapnya.
"B-bapak? Apa yang Bapak Lakukan?" tanya Mili terkejut.
"Ini bentuk terima kasih ku karena kamu mau membantuku," kata Banu tanpa menyadari bahwa gadis ini gelisah merasakan debaran di dadanya.
Bodoh. Dia kan hanya roh. Kenapa aku berdebar? Bikin marah saja, keluh Mili di dalam hati.
"Makanlah. Aku akan menemanimu," kata Banu setelah melepaskan tangannya.
"Baik, Pak."
Kenapa tiba-tiba tanganku bisa berada di atas kepalanya? Ini sangat aneh. Aku bukan orang yang mudah menyentuh perempuan saat sedang ingin. Sepertinya lama jadi roh, membuat aku gila. Kemana Banu yang dingin itu? Banu juga menggerutu dengan tingkahnya barusan.
Mili menutup bekal makanannya.
"Aku sudah selesai makan." Mili puas meski makannya sangatlah sederhana. Karena impiannya menjadi karyawan perusahaan elit ini terwujud. Jadi dia akan melakukan apapun untuk bisa membeli rumah.
"Karena kamu sudah selesai makan, aku akan pergi," kata Banu.
"Bapak mau kemana?" tanya Mili yang kadang ingin tahu kemana saja pria tampan ini jika tidak ada di sampingnya.
"Kenapa kamu ingin tahu?"
"Saya curiga, apakah bapak tidak sedang mengintip orang mandi atau segala macam itu?" tanya Mili dengan bersila tangan.
"Apa yang kau katakan? Aku bukan pria semacam itu?" desis Banu geram. Mili tertawa melihat Banu ingin menjitak kepalanya.
"Baiklah, Pak. Silakan bersenang-senang," kata Mili seraya melambaikan tangan. Banu sudah mau menghilang meninggalkan Mili, tapi saat ada suara asing di sana, Banu urung.
"Aku pikir Hilda berbohong soal kamu yang bekerja di sini. Ternyata itu benar kamu."
Sebuah suara pria terdengar di sana. Mili menoleh ke asal suara. "Halo, Mili. Apa kabarmu?" tanya pria itu sambil tersenyum.
"Emm ... Kakak?" sapa Mili terkejut. Tanpa lihat ke kanan dan ke kiri, Mili langsung berhambur ke pelukan pria ini.
Banu yang menyaksikan itu terkejut. Bukan hanya karena pelukan itu, tapi karena pria itu adalah sekretarisnya, Raka.
Kenapa mereka bisa kenal? Dan apa itu? Pelukan? Mereka berpelukan? Banu melihat mereka dengan pandangan tidak percaya. Banu melipat tangan mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia tidak ingin melihat anak buahnya bermesraan.
Setelah di tunggu, akhirnya pelukan mereka lepas.
"Ma-maafkan aku, Kak. Tanpa sadar aku memelukmu," kata Mili yang sungguh tidak pernah merencanakan ini.
"Tidak apa-apa," jawab Raka tersenyum hangat. "Bagaimana kabarmu?" tanya Raka lagi.
"Ah, aku baik. Gimana kakak? Kakak baik kan?" tanya Mili balik.
"Tentu. Lihatlah ..." Pria bernama Raka itu menunjukkan dirinya.
"Iya benar. Kak Raka tampak sehat dan gagah," puji Mili tersipu membuat Banu menipiskan bibir.
"Lebih bagus tubuhku daripada dia," celetuk Banu tanpa sadar. Mili yang tidak mengira masih ada Banu di sana, terkejut. Dia menoleh cepat ke arah Banu yang melihatnya. Lalu dia melebarkan mata bertanya, kenapa Pak Banu masih ada di sini. Banu mengedikkan bahunya. Mili menggeram kesal.
...____...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Jane
😁😁😁
2023-10-23
1
Chesta Haydar
ya rupanya roh bhanu bisa cemburu juga ya lucuuu
2023-06-21
0
Kristi Yani
bukan ngintip orang mandi, tapi ngintip orang ngupil,ya begitulah jadi roh peramal
2022-12-23
1