Pagi sekali Adit sudah bangun, karena ada acara khusus hari ini. Elang yang melihat Adit sudah rapi sepagi itu, membuat ia penasaran dan ingin bertanya. Biasanya om nya itu baru bangun saat ia hendak pergi kesekolah.
“Om, udah bangun aja,” sapa Elang, ia membuka kulkas, berniat untuk memanaskan makanan semalam. Setelah selesai, Elang menyiapkannya di meja.
“Mari sarapan dulu, Om, biar kuat menghadapi rasa lapar,” ajak Elang, ia sudah duduk di bangku meja makan dan tak lupa tadi membuat kopi terlebih dahulu untuk Adit.
“Jangan terlalu berlebihan, sebisanya saja. Om masih bisa makan dan minum di luar, yang penting kamu harus fokus pada sekolah kamu,” pesan Adit, ia menyeruput kopi buatan keponakannya itu, lalu pamit pergi.
Usai sarapan, Elang merapikan meja makan dan tak lupa mengelapnya. Setelah itu baru ia berangkat sekolah.
Jika biasanya ia berangkat naik taksi, kali ini Elang memilih untuk naik kendaraan umum saja, ia merasa sayang dengan uang yang ia keluarkan untuk ongkos taksi tersebut. Walau Adit menjamin semuanya, dan uang yang di berikan pun lebih dari cukup, tapi tetap ia merasa akan lebih baik jika ia menabung. Uang tersebut kelak akan ia pergunakan jika sewaktu-waktu ia butuh dan tak perlu selalu menerima uang pemberian om nya.
Setelah turun dari angkot, Elang berjalan kaki sebentar untuk sampai kesekolahnya.
“Lang...!” Elang menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Terlihat Devano baru keluar dari mobil yang mengantarkannya.
Elang dan Devano berjalan menuju ke kelas mereka. Di dalam kelas, sudah ada Ricky yang datang lebih dulu.
-
-
-
Di sebuah panti asuhan
Adit sedang membagi-bagikan secara langsung, bantuannya untuk anak-anak yang menghuni panti tersebut. Ia anggap itu hak almarhumah istrinya dan semoga bisa sampai dengan ia memberikan santunan tersebut untuk anak-anak yatim disana. Selesai satu panti, ia lanjut ke panti berikutnya. Ada beberapa panti yang ia datangi, mumpung saat ini ia belum terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Selanjutnya mungkin ia hanya akan menyuruh orang untuk melaksanakan keinginannya tersebut.
Di tempat lain, ada seorang wanita yang sedang berbahagia menyambut hari pernikahannya. Alina sedang berdiri di depan cermin, ia mencoba gaun pengantinnya. Minggu depan ia akan menikah dengan pria ia cintai. Dua tahun bertunangan dengan Yuda, ia yakin untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang pernikahan. Selain itu, ia selalu ingat kata oma nya, tidak baik berpacaran terlalu, itulah nasehat Mala pada cucunya.
Alina dan Yuda sudah cukup dewasa, baik dari segi umur mau pun pemikiran. Namun, kadang dua hal itu saja tidak cukup, ada banyak hal yang benar-benar harus mereka fahami. Karena kadang, orang yang berpikiran dewasa pun bisa kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Saat menikah, ada dua kepala yang akan mengambil satu keputusan. Namun, bagaimana caranya agar keputusan tersebut bisa membuat kedua hati sama-sama merasa bahagia.
Resepsi di adakan di sebuah hotel, yang mana hotel tersebut adalah milik keluarga Yuda.
Adit yang telah di undang pun tak lupa untuk datang. Setelah memberikan ucapan selamat dan do'a untuk kedua pengantin, ia menghampiri Dimas yang juga datang ke acara itu. Setelah berbincang sebentar, ia memutuskan untuk langsung pulang.
Di perjalanan pulang, Adit kembali mengingat hari pernikahannya dengan mendiang istri, dimana acara pernikahannya di laksanakan dengan sederhana di kampung. Namun, ia dan istrinya merasa sangat bahagia kala itu. Mereka sama-sama berjuang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lalu saat itu istrinya hamil, betapa bahagia dirinya, karena sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
“Aaarrghh...!” Adit masih belum menerima apa yang terjadi dengan Nia. Walau sudah belasan tahun, tapi masih segar di ingatannya.
Flashback, 15 tahun yang lalu
Pagi itu Nia lebih dulu pamit untuk pergi ke kampus, padahal Adit sudah beberapa kali menyarankan agar ia cuti saja selama masa kehamilannya. Tapi Nia selalu berhasil meyakinkan Adit kalau dia akan baik-baik saja.
Sebelum menikah, ia tau istrinya itu bukanlah wanita lemah, tapi saat itu ada janin di dalam perut istrinya, ke khawatirannya menjadi berkali-kali lipat.
“Setelah apa yang kamu inginkan sudah tercapai, aku akan berhenti tanpa kamu meminta.” Itulah yang selalu di ucapkan Nia, ketika Adit selalu mengkhawatirkannya.
Cuaca lumayan cerah, udara pun terasa panas. Nia yang baru pulang dari kampus saat itu, memelankan laju motornya ketika melawati perempatan, namun ternyata rem motor maticnya itu tiba-tiba tidak berfungsi. Bertepatan dengan sebuah bus yang melaju dari arah samping, kecelakaan itu pun tak terelakan lagi. Tubuh Nia sempat terpental hingga beberapa meter sebelum jatuh ke sisi jalan. Ia banyak kehilangan darah, dan akhirnya nyawanya tak tertolong lagi.
Flashback off
Adit mengurungkan niatnya untuk pulang, ia ingin ke makam Nia. Sampai disana ia menangis memeluk batu nisan yang bertuliskan nama istrinya.
Adit tergugu di atas makam istrinya hingga tertidur. Dalam mimpi ia melihat Nia yang sedang tersenyum.
“Aku mau ini yang terakhir, setelah ini jangan menangis lagi, aku tidak bisa melanjutkan perjalananku jika kamu seperti ini. Tolong ikhlaskan aku, lanjutkan hidupmu, dan aku akan bahagia bersama anak kita.”
Adit terbangun dari tidurnya seiring dengan bayangan Nia yang menghilang di dalam kabut putih.
Walau tau itu hanya mimpi, tapi sentuhan itu terasa nyata, Adit merasa kalau Nia benar-benar menghapus airmatanya.
“Baiklah, aku janji,” lirih Adit, kemudian pergi dari sana.
-
-
-
Setelah acara resepsi selesai, Mala kembali ke rumahnya setelah sebelumnya menginap di hotel. Bara dan Raisa juga pulang ke rumahnya.
Rencananya minggu depan Alina dan Yuda akan pergi berbulan madu.
Tari dan Rudi juga ikut pulang ke rumah Mala, mereka berniat menginap beberapa hari sebelum kembali ke rumah mereka. Sebetulnya Tari tidak tega pada orangtuanya yang hanya tinggal satu-satunya itu, ia berniat akan meminta ijin pada suaminya untuk tinggal beberapa waktu.
“Mas, aku mau nemenin mamah dulu untuk beberapa waktu, kamu ga keberatan, kan?
“Lho, itu malah bagus, kan. Aku ga keberatan samasekali, aku akan kesini setiap akhir pekan.”
“Terimakasih ya Mas,” ucap Tari, ia bersyukur menikah dengan Rudi yang selalu pengertian.
Rudi dan Tari tidak memiliki anak, karena Rudi di nyatakan mandul. Tari sudah tau itu dari awal, sebelum mereka menikah. Kejujuran dan kelembutan hati Rudi itulah yang mampu meluluhkan hati Tari, hingga akhirnya ia mau menerima ketika Rudi meminangnya.
Jam tujuh pagi Tari dan Rudi sudah berada di meja makan untuk sarapan. Sejak beberapa menit lalu mereka menunggu Mala untuk sarapan bersama, namun Mala belum juga keluar dari kamarnya.
Karena pagi itu Rudi harus buru-buru pergi, Tari pun berniat memberitahu mamanya bahwa suaminya ingin berpamitan.
Tok tok tok!
“Ma..., Mas Rudi mau pamit sama Mama!” ucap Tari setelah mengetuk pintu kamar Mala. Setelah menunggu beberapa saat, Rudi datang menyusul Tari.
“Bagaimana, apa mama sudah bangun?” tanya Rudi.
“Sepertinya mama masih tidur, tapi ga biasanya lho, Mas,” heran Tari, biasanya mamanya yang akan selalu bangun lebih dulu, walau dalam keadaan kurang sehat sekalipun.
“Mungkin mama masih kecapean setelah kemarin. Ya sudah, Mas pergi dulu,” pamit Rudi, sementara Tari merasa cemas, tapi ia juga tidak ingin membuat suaminya ikut khawatir karena perasaannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
pєkαᴰᴼᴺᴳ
sabar adit
2023-01-26
0
lina
hadir
2023-01-25
0
lian
Akhirnya arwahnya muncul juga membawa pesan.. Dari dulu kek
2022-12-23
1