bab 4

Tara masih diam membeku disamping Mita. Matanya mengarah pada Sandi yang ada disebrang gedung. Sementara Sandi juga sama, sama - sama terkejut. Tak diduganya seorang gadis yang sudah berbulan - bulan ini ditunggunya hari ini muncul dihadapannya.

'Itu ...' batinnya sambil menengadakan pandangannya kearah Tara.

Pandangan mata mereka bertemu. Secara perlahan, Sandi kemudian berjalan kearahnya. Lebih tepatnya, berjalan untuk menghampiri adiknya, tanpa melepaskan pandangannya pada sosok gadis yang berdiri disampingnya.

Semakin lama, langkah kaki itu kian dekat. Seolah pergerakan itu, mampu mengacak - ngacak ardenalin hati dan pikiran Tara. Tara mulai gugup. Digenggamnya erat ujung rok jeans yang sedang dikenakannya untuk mengurangi rasa gugupnya. Rasanya tak ingin sekali omongan konyol yang pernah dilontarkan nantinya dibahas lagi ditengah - tengah keberadaan Mita. Apa jadinya kalau hal itu terjadi. Pasti bikin malu setengah mati.

"Tara ..." Suara Asdos dari belakang serasa menjadi penyelamat keberadaan Tara saat itu. Membuat Tara, Mita dan Sandi yang jaraknya beberapa meter saja menoleh kearahnya.

"Bu Rahma mau bicara lagi katanya." kata Pak Sofyan, nama Asdos itu dari jarak beberapa meter.

"Oh iya Pak" jawab Tara, sambil melirik Sandi sejenak sebelum ikut.

"Eh, Mit, aku duluan ya ..." Pamit Tara pada Mita yang kemudian melirik lagi ke Sandi.

"He'e Tar, see you ya ..." jawab Mita.

Melihat kepergiaan Tara, Sandi jelas kecewa. Padahal sudah lama dia mencari - cari gadis itu, tapi sekarang malah pergi, dan masuk kedalam ruang dosen yang sedikit jauh tapi masih bisa dilihat dari jarak Sandi dan Mita berdiri.

"Mit, tadi itu siapa?" tanya Sandi yang pandangannya masih tak lepas dari Tara sejak tadi.

"Itu?" tanya Mita mengikuti arah mata Sandi, yang melihat ke ruang dosen.

"Eits, dasar! gak bisa liat cewek cantik dikit!."

Dengan sedikit kesal, Mita berjalan lebih dulu meninggalkan Sandi. Dan Sandi kemudian mengikutinya dari belakang sambil berusaha mensejajarkan dirinya.

“Kamu kenal ya? jurusan apa? punya nomornya? atau dia temen sejurusan?"

"Iiiiihhhh, Mas Sandi, mulai deh! aku ingetin ya, jangan sama dia! dia cewek baik - baik, cantik, puinter, perfect. Mas Sandi, gak pantes buat dia!" hardik Mita tak ingin temannya jadi korban kakaknya.

"Lo, kok kamu gitu sih? emang Mas Sandi kenapa?" Sandi tak terima.

"Ahh, udah deh, pikir aja sendiri!" jawab Mita, berjalan lebih cepat, menghindari sejumlah pertanyaan dari abangnya.

Di dalam mobil. Sandi melirik Mita yang tengah sibuk meletakkan barang - barangnya didasbor serta mengenakan sabuk pengaman. Wajahnya terlihat sedang berpikir tentang bagaimana caranya bisa menyingkirkan Mita hari ini agar bisa menghampiri Tara kembali.

"Astaga, Mit ..." Sandi menepuk jidatnya, pura - pura baru saja mengingat sesuatu. "Mas Sandi baru ingat, kalau ada rapat sama papa di pabrik."

"Lah terus?" sungut Mita yang tahu arah pembicaraan Sandi.

"Ya jadi Mas Sandi gak bisa nganterin pulang, Mas Sandi harus ke pabrik sekarang.."

"Lah, kan..." dengus Mita mulai berwajah masam.

"Ya kamu naik taksi aja, kan gak mungkin Mas Sandi harus muter jauh, rumah sama pabrikkan berlawanan arah."

"Iiiss, nyebelin!" dengus Mita yang kesal.

"Ya mau gimana lagi, namanya juga lupa. Ayo sekarang kamu Mas Sandi anterin ke depan buat cari taksi biar gak usah jalan."

Meskipun kesal, Mita mengiyakan saja. Dia kemudian turun dari dalam mobil dengan sikap sedikit kasar dan lalu masuk ke dalam taksi yang sudah diberhentikan kakaknya.

"Yes, beres ..." Sandi tersenyum nakal tatkala rencananya berhasil. Dia kemudian kembali lagi ke kampus dan memarkirkan mobilnya di halaman parkir dan kemudian bergesar kedepan ruang dosen.

***

Saat itu, di dalam ruang dosen. Tara duduk berhadapan dengan Bu Rahma kaprodi jurusannya.

"Tara, kamu disemester ini dapat IPK cumlaude lagi ya?"

"Iya bu."

"Jadi gini, ibu mau menawarkan sesuatu sama kamu, ini .." kata bu Rahma menyodorkan sebuah brosur beasiswa kuliah pascasarja dan beberapa kertas formulir dihadapannya.

"Ini beasiswa full buat kamu untuk S2 dan S3,"

"Beasiswa bu?" Tara meraih brosur tersebut dan membolak balik halamannya sampai habis.

"Iya beasiswa full untuk kamu, dan ini juga, barusan ibu dapat kabar, kemarin ibu coba merekomendasikan kamu sebagai asdos disini, dan ternyata rekomendasi itu diterima, jadi mulai bulan depan, kamu sudah resmi jadi asdos disini dan satu lagi, nanti setelah kamu lulus S2 kamu akan langsung diangkat jadi dosen tetap di kampus ini"

"Ini Beneran ya bu?"

"Iya Tara, jadi ibu ucapkan selamat ya buat kamu ..." kata Bu Rahma kemudian.

Tara tersenyum bahagia setelah memastikan kebenaran berkas dihadapannya.

"Bu, terima kasih ya bu. Terima kasih banyak ..."

"Iya sama - sama, ibu juga ikut senang kok kalau ada mahasiswa ibu yang berhasil"

"Iya bu, sekali lagi Tara ucapkan terima kasih ya bu..."

"Iya, sama - sama. Ya sudah sekarang kamu boleh pulang, hati - hati ya di jalan ..."

"Iya bu, terima kasih bu"

Tara yang bahagia tak henti - hentinya berterima kasih pada bu Rahma hingga dia benar - benar meninggalkan ruang dosen.

Pintu ruang dosen ditutup secara perlahan oleh Tara. Setelah memastikan tertutup rapat, tak peduli dengan sekitarnya, Tara pun melampiaskan perasaannya. Dia melompat girang dengan tawa lepas yang sudah tak bisa ditahan. Betapa bahagianya hatinya, bisa kuliah S2 bahkan S3 dengan full beasiswa.

"Kayaknya lagi ada kabar bahagia nih?" celetuk Sandi, membuyarkan seremonial kecil yang dilakukannya.

"Lo..." Tara tertegun sejenak, tak menduga ada Sandi disana. Tapi setelah sadar, dia pun merubah bersikapnya sok cool lagi. "Kamu dari kapan disitu?"

"Em, kalau aku bilang dari kemarin, kamu pasti gak percaya." kata Sandi.

"Siapa bilang aku gak percaya, aku percaya, kok." jawab Tara cuek, yang kemudian melangkahkan kakinya hendak pergi.

"Eh, kamu mau kemana?" kata Sandi cepat meraih tangan Tara sehingga gadis dihadapannyapun berhenti.

"Kamu ini baru aja ketemu udah main pergi aja." timpanya lagi.

"Emangnya kenapa? kok aku gak boleh pergi?"

"Ya, tapi kan, kita baru ketemu, masak udah mau pergi."

"Lah terus mau ngapain?"

"Ya, kita ngobrol dulu. Kamu lupa ya sama katamu dulu?" Sandi memberikan pandangan menyelidik.

"Apa? emang aku ngomong apa?" Tara pura - pura lupa.

Sandi sadar kalau Tara sedang pura - pura lupa dari ekspresinya.

"Kamu lupa atau lagi pura - pura lupa?" Sandi sedikit memberikan tatapan tajam.

"Kamu percaya yang mana? aku lupa beneran atau lagi pura - pura lupa?" Tara membalas tatapan Sandi, tak ingin diintimidasi.

"Aku?" Sandi mendekatkan wajahnya kewajah Tara, membuat gadis dihadapannya sedikit kikuk.

"Aku percaya sama kamu. Jadi seperti kata kamu, kalau kita ketemu lagi berarti itu namanya takdir kita." Sandi memberikan tatapan sedikit dalam, yang diselipi rasa ketertarikan.

Tara yang kikuk, mundur selangkah untuk menjauhkan dirinya dara Sandi.

"Kok, kamu percaya sama omonganku waktu itu? Seharusnya kamu jangan percaya."

"Soalnya aku memilih buat percaya sama kamu. Karna aku yakin, kamu bukan tipe orang yang suka omong kosong. Jadi," Sandi mengeluarkan ponselnya dan kemudian menjulurkannya kehadapan Tara.

"Ayo, mana ..." Sandi menodong Tara agar segera memberikan nomor ponselnya.

Tara masih diam.

"Tara ..." paksanya lagi.

Tara menatap Sandi sejenak. Dia kemudian meraih ponsel milik Sandi dan menuliskan nomor telponnya.

"Awas. Jangan WA atau telpon aku kalau gak penting, terutama malam hari." katanya sambil melirik Sandi yang tersenyum manis menunjukkan lesung pipit dikedua pipinya.

'Akhirnya...' Batin Sandi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!