bab 2

"Gak apa - apakan aku duduk di sini?” tanya Sandi, padahal dia sudah duduk saat itu.

"Udah dudukkan?" pekik Tara yang suaranya terdengar parau.

"He, iya" Sandi senyum menunjukkan lesung pipitnya.

Sama - sama belum kenal. Suasana jadi agak canggung dan juga sepi. Tak ada yang memulai membuka pembicaraan. Tara fokus makan dan Sandi cuma manggut - manggut dan menggerak - gerakkan bibir sambil diam - diam melirik ke Tara.

"Hi,hi, ..." Kikikan keluar dari mulut Sandi tiba - tiba, membuat Tara melirik tajam.

Sadar sedang dilirik. Sandi lantas mengatupkan bibirnya agar diam dan kemudian berdehem berusaha bersikap sewajarnya.

"Ada apa?" tanyanya kemudian sok tak mengerti.

"Kamu ngetawain aku?" Tanya Tara ngegas.

"Ha? ngetawain? enggak kok" sangkal Sandi menghindari pandangan Tara dengan meneguk bir dalam kaleng.

"Iya kan lagi ngetawain aku?"

"Enggak kok, kamu ini GR amat jadi orang!" Sandi masih menghindar.

Tara diam sejenak dengan lirikan tajamnya.

"Awas aja kamu kalau ngetawain aku!." Peringatan yang diberikan sebelum kembali makan membuat Sandi menelan ludah. Ngeri.

Dipandangnya lagi Tara sejenak.

"Ini, lap dulu ingusnya" ucap Sandi menyodorkan selembar tisu.

"Hem, makasih ..." Tara menerima selembar tisu itu, lalu membersihkan ingus yang akan keluar.

"ckckck!" Sandi berdecak. "Kayak anak kecil aja" yang dijawab Tara dengan cebikan tak peduli.

"Aiissshhh!!!, sial!!" Maki Sandi tiba - tiba membuat Tara yang sedang menikmati makanannya jadi melonjak kaget. "Tahu gitu aku hajar betulan tadi" dengusnya kesal sambil meneguk bir dalam kaleng dengan kasar karna tiba - tiba mengingat kejadian dibioskop.

Sadar kemana arah makian Sandi, membuat Tara ingat dan jadi ikut kesal.

"Aissshhh!! kamu, aku jadi inget lagi kan?" hardik Tara. "Kenapa gak jadi dihajar? seharusnya tadi langsung dihajar!"

"Ya gara - gara kamu !" Sandi menyungging senyumnya sementara Tara mengernyit.

"Aku?"

"He'em..." jawab Sandi sambil mengangguk.

"Aneh!" Tara menggelengkan kepalanya.

"Beneran. Soalnya kamu tadi keren." Sandi mengacungkan jempolnya. "Kamu! ambil aja dia! jaga baik - baik biar gak selingkuh!" Sandi menirukan Tara kala itu.

Tara geleng - geleng sambil menahan tawanya melihat Sandi yang menirukan dirinya, geli.

“Tapi ngomong - ngomong, enak gak tuh mienya?" tanya Sandi mendongakk agar bisa mengintip makanan Tara.

“Enak kok, kamu mau?" Tawar Tara. "Kalau kamu mau aku buatin” desisnya sambil menyuapkan sesendok mie dalam mulutnya lagi.

“Serius mau buatin?"

"Ya udah kalau gak mau!"

"Mau, mau, asal dibuatin" jawab Sandi sambil meringis sedangkan Tara memutar matanya dengan mencebik.

"Mana?" Tara menengadakan tangannya bermaksud meminta uang.

"Apa?” tanya Sandi bingung.

“Uangnya"

"Oh, uang." Sandi merogoh saku dan menyerahkan dompetnya, membuat Tara sedikit cengang.

"Serius nih dikasih aku semua?"

"Hah?" Sandi sekilas jadi bengong, dan kemudian tersadar. "Eh, hahaha, gak sadar, keinget kita udah pacaran" ceplosnya dengan mengeluarkan selembar uang ratusan.

"Udah deh, jangan aneh - aneh!" jawab Tara dengan muka masamnya sebelum masuk ke mini market.

Didalam mini market, Tara mengambil mie cup yang ada dietalase lalu memasaknya. Menunggu mie matang, Tara kemudian juga mengambil beberapa makanan dan minuman lain yang setelah selesai langsung dibayar dan bergegas keluar.

"Ini" Tara meletakkan mie instan yang sudah dibuatnya dihadapan Sandi. "Jangan tanya kembalian. Kembaliannya udah aku beliin ini" ucapnya menggoyangkan kantong plastik yang ada ditangannya.

Sandi tampak tak peduli. Dirinya saat itu cuma fokus pada mie instan panas yang aroma pedasnya sudah menusuk hidungnya hingga membuatnya terbatuk - batuk.

"Haduch, kayaknya pedas banget ya?" Sandi yang memasang wajah seolah sudah mau menyerah.

“Cobain dulu. Gak pedes banget kok, itu cuma baunya aja kayak pedes banget"

Walau ragu - ragu Sandi kemudian mencoba mie yang ada dihadapannya. Baru 2 suapan Sandi akhirnya memilih menyerah.

"Huft!! gila !" dengus Sandi yang wajahnya memerah karna rasa pedas yang sampai telinga. "Ini bukan makanan, ini racun"

"Hehe, tapi bikin jernih ke otak kan?" Tara menyodorkan air mineral miliknya tadi.

"Bikin tambah gila iya" Sandi menerima air mineralnya dan meneguknya hingga habis.

"Huft" Sandi menghembuskan nafasnya berat. "Ampun, gak sanggup" Yang digesernya cup mie itu kesamping sisi meja.

Sandi yang masih merasakan rasa pedas dikerongkongan bingung mencari - cari sesuatu yang bisa membuat rasa pedasnya hilang. Tapi kemudian pandangannya terara pada Tara yang asik makan es cream dihadapannya. Secepat kilap Sandi pun merebutnya.

"Hei ..." Tara yang protes karna es cream yang dimakannya tiba - tiba direbut.

"Nanti aku belikan lagi, jangan khawatir”

"Ya bukannya gitu, itu kan bekasku? di sinikan juga masih banyak!" ucap Tara yang tangannya menggoyangkan kantong kresek yang ada dimeja.

"Emangnya kenapa? kamu punya rabies? atau penyakit menular? atau belum sikat gigi?"

"Hei! dasar!"

"Oh, yang ketiga toh..." goda Sandi.

"Heh!" seru Tara lagi.

"Tapi," Tara sedikit mendongakkan badannya mendekat ke Sandi "kamu kok tahu kalau aku belum sikat gigi?" Tara membalas godaan Sandi dengan tersenyum manis.

Sandi tertegun sejenak, seketika wajah Tara tampak bersinar dimatanya dan jantungnya berdegub lebih kencang dari biasanya. Membuat dirinya jadi sedikit gugup.

"Ehem," Dehemnya, dengan niat mengembalikan akal sehatnya.

Tara, yang melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 6 malam mulai membersihkan sampah bekas makanan dan minuman yang ada dimejanya. Dia lalu berkemas hendak pulang.

"Mau kemana?" tanya Sandi.

"Pulang, udah malem"

"Kok udah mau pulang? ini kan masih sore, masih jam 6, belum malam kan?"

"Tapi bagiku ini udah malam"

"Kalau jam segini udah malam, berarti kalau jam 11 jam 12 apa dong namanya?"

"Ya tengah malam lah..."

"He, iya sih, betul"

"Udah ya, aku pulang dulu ..." Tara berdiri.

"Eh, sebentar" Sandi ikut berdiri. "Aku Sandi, Sandi Sobondo" sambil menjulurkan tangannya, mengajak salaman.

"Tara, cukup tahu itu aja" jawab Tara tak menerima uluran tangan Sandi, dan hanya melambaikan tangannya saja berpamitan.

Tara kemudian berjalan keluar dari mini market. Tak jauh darinya, dari belakang Sandi ternyata berjalan menyusul.

"Tara" panggil Sandi yang membuat gadis yang sedang jalan didepannya menoleh kebelakang.

"Kamu mau pulang kemana? aku antar ya?" tawar Sandi belum menyerah setelah berdiri disampingnya.

“Aku mau pulang kerumah, tapi gak usah dianterin, aku bisa sendiri dan jangan khawatir, aku gak mungkin nyasar, OKE?"

Sandi tersenyum sambil menggaruk keningnya yang tak gatal. Entah kenapa Tara yang sedang tegas malah terlihat mempesona dihadapannya.

"Oke deh kalau gitu, tapi kalau boleh, ini, bisakan?" tanya Sandi sambil menyodorkan ponselnya pada Tara untuk meminta nomor ponselnya.

Tara tersenyum melihat ponsel Sandi yang disodorkan padanya lalu mendorongnya kembali, menolak.

"Sorry"

"Kenapa?" Sandi mengernyit.

"Em..." Tara berpikir sejenak. "Em, nanti, kalau seandainya kita ketemu lagi baru aku kasih. Sekarang, kita belum terlalu dekat. Em, jadi, gimana kalau kita coba cari peruntungan?"

"Peruntungan?"

"Kita serahkan semuanya sama takdir, kalau memang takdir kita pasti akan ketemu lagi, dan saat itu juga, aku kasih nomor telponku ke kamu, gimana?" ucap Tara.

Sandi tersenyum mendengar penolakan halus dari Tara. Dia pun memasukkan kembali ponsel miliknya kedalam sakunya.

"Oke, tapi kamu harus janji" jawab Sandi kemudian, dan Tara pun mengangguk mantap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!