Note: Tentang dua ilmuwan di chapter 1, saya juga belum mendapatkan jawaban siapa mereka, adakah teori? hahaha.
Btw, Next chapter udah time skip dan masuk arc MC sementara, ingat! Sementara! Jadi belum tentu selalu happy.
***
"Apa yang terjadi?!" Himmel yang tidur di pojokkan segera bangun dan melihat kejadian yang sedang terjadi.
"Kak ... Atmos." Himmel diam tak bergeming, sebab yang melakukan hal barusan adalah Atmos, kakaknya!
"Himmel, ayo kita pergi!" ajak Atmos, tanpa menunggu jawaban dari Himmel lagi dia segera menendang Erda hingga tersungkur ke tanah, lalu menarik tangan Himmel untuk pergi dari rumah tersebut meninggalkan Erda.
"Apa yang kau lakukan? kak!" Himmel menjerit dalam pelarian, tidak pernah dia sangka Atmos akan setega itu menusuk kakaknya.
"Aku marah! Hanya boleh aku yang melakukannya denganmu! Tidak boleh orang lain!" Atmos mengatakan ini sebab tadi pagi dia diam-diam menyaksikan kejadian di kebun jeruk itu, awalnya dia yang polos seperti 'tidak peduli', tetapi suatu emosi yang aneh tiba-tiba saja merasuki pikirannya untuk marah.
Kecemburuan!
Salah satu sifat berbahaya yang dimiliki oleh manusia.
"Tapi, Kak ... dia adalah kakak kita!" Imbuhnya, "Lagipula aku bisa melakukannya dengan kalian berdua jika kalian mau."
"Tidak!" Atmos memotong itu sambil terus menarik tangan Himme, adiknya, menuruni gunung. "Mulai sekarang kau hanya boleh melakukannya denganku!" tegasnya, bagai perintah mutlak yang membuat Himmel terdiam sambil dengan pasrah membiarkan kakaknya membuatnya melarikan diri.
***
Setelah kejadian malam itu, hubungan antara para anak manusia itu sudah kacau balau, dan terus berlangsung selama beberapa saat.
20 tahun berlalu begitu saja, dan Erda tidak pernah menemukan kedua adiknya itu lagi yang entah pergi ke mana. Sekarang dia hanya tinggal dalam kesendirian di rumah tuanya tanpa tujuan yang jelas selain bertahan hidup.
"Mooongggh~!"
"Ya, Ya, sabar." Erda berjalan keluar dari rumah, lalu mengambil rumput ilalang yang baru dia potong untuk memberi makan kerbau tanduk satunya itu.
Jika dilihat dengan lebih teliti, itu masihlah kerbau yang sama 20 tahun yang lalu, dan juga ... Erda sama sekali tidak menua menjadi paruh baya, dia sekarang kelihatan seperti pria sejati pada umur 25 tahunan.
Otot, wajah, dan kharismanya benar-benar sempurna. Dia terlihat sangat menawan sehingga menarik minat para kerbau-kerbau betina di sana.
"Mooooongggggg~!"
"Sabar!" pekik Erda. Ketika dia membuka pintu kandang kerbau tersebut dengan membawakan tumpukan rumput ilalang di tangannya, segera semua kerbau-kerbau bertanduk satu itu menyerbu ke arahnya.
"Sabar!" teriaknya, lalu menginjak tanah sehingga terlihat sedikit bergetar, benar-benar, apa mereka masih manusia? siapa kedua orang tua mereka itu?
Akan tetapi bahkan jika Erda sudah mencoba untuk menakut-nakuti mereka, masih saja ada satu kerbau yang berlari ke arahnya dengan gerakan menusuk.
"Dasar keras kepala!" Erda menurunkan semua rumput ilalang lalu menggunakan kedua tangannya untuk menahan tabrakan kerbau tersebut.
*Menabrak!*
Akan tetapi mereka seimbang!
"Moungggggggg!"
"Hahhhhhhhhhh!"
Kedua makhluk hidup itu terus berada satu sama lain, kerbau yang ingin menusuk dada Erda, sementara Erda yang ingin mendorong kepala kerbau tersebut agar termundur.
"Sial, aku tidak tahan lagi!" pekik Erda sebelum akhirnya melompat berputar dan mendarat duduk di atas kepala banteng tersebut, lalu menghajarnya dengan dua telapak tangan yang terkepal.
"Ngokkkkkkk~!"
"Hehe, kau kalah kali ini!" ejek Erda. Ia pun bangkit berdiri dan salto belakang dari sana hingga tiba di depan pintu kandang, lalu menutupnya.
"Mounggg! Mounghh! Ngokkkkkk! (Kau curang! Dasar payah! Dasar lemah!)."
Andai saja Erda mengerti apa yang diucapkan oleh kerbau itu, dia pasti sudah mengajak pertandingan ulang sampai ada yang mati.
"Tik!Tik!"
"Hujan ...?" Erda buru-buru berlari masuk ke teras rumah dan duduk di sana.
Setelah hujan berlalu, maka kabut pun datang, membawa perasaan nostalgia yang menyenangkan, sehingga tanpa sadar tangannya menjamah ke bawah dan mulai memainkannya dengan tangannya sendiri.
"Himmel!" Erda memejamkan matanya sambil berusaha membayangkan suara 3rangan Himmel, akan tetapi tidak berharap malah ada terdengar baginya suara yang menyentuh hati.
"Ahhhh, tolong!"
"Tolong!"
*Kaget!*
Erda sontak membuka matanya kembali dan tersentak kaget. Awalnya dia berpikir bahwa itu hanyalah ilusi, tapi setelah beberapa detik suara itu kembali terdengar dari kedalaman hutan.
"Tolong!... Kak!"
"Suara ini ..." Erda bangkit berdiri dan merasakan sangat familiar.
***
Jauh di dalam kebun singkong, beberapa ekor serigala berwarna mata biru setinggi 2 meter tiba-tiba muncul dan mengelilingi 2 orang wanita berpakaian sobek-sobek.
"Grahhhhhhhh!"
"Dia datang!" gadis berambut coklat separuh hitam langsung saja maju dan meninju rahang serigala tersebut, akan tetapi justru dia juga terkena sabetan di tangan kirinya yang mengakibatkan dirinya tersungkur ke tanah.
"Atmel!"
"Ibu, awas!"
Pada tatapan gadis yang tersungkur itu, tepat di belakang sosok yang dia panggil ibu. Muncul seekor serigala yang siap untuk menerkam dan menggigit tubuh wanita tersebut.
*Tsukkkk!*
Hah? siapa? siapa dia!
"Kalian tidak apa-apa?" tanya pemuda itu yang tak lain adalah Erda, yang sedang memegang tombak batu di tangannya.
"Ka ... kak ..." Wanita yang baru saja diselamatkan tanpa sadar mengeluarkan air matanya, dia adalah Himmel! Dia tidak banyak berubah, kecuali bahwa tubuhnya kelihatan agak kurus dibanding sebelumnya.
Ada banyak sekali hal yang ingin Erda tanyakan, akan tetapi kini dia harus mengusir para serigala ini terlebih dahulu.
"Kalian pergilah dahulu!" titah Erda.
"Tapi, kak ..."
"Pergilah!" Erda menekankan sekali lagi.
"Ibu, ayo pergi!" Anaknya langsung saja bangkit dan membawa kabur ibunya tersebut.
"Baiklah!" Erda menarik nafasnya dalam-dalam, lalu memasang kuda-kuda untuk bertarung.
"Mari selesaikan ini!"
***
Seusai mengusir para serigala buas itu dengan mudah, dia pun kembali ke rumah, namun mendapatkan wajah panik Himmel yang meminta tolong kepadanya untuk menolong anaknya.
Meski masih tidak paham bagaimana Himmel bisa memiliki anak, apakah itu terbuat dari tepung gandum seperti yang ibunya katakan dulu? atau apa. Erda tetap memilih untuk masuk ke dalam ruangan tempat anak Himmel berasa, sementara Himmel disuruh pergi mengambil daun peteh yang ada tak jauh dari rumah mereka.
"Uhhhh .... uhhhh ..."
Berbaring di tempat tidur, dia adalah anak Himmel, bajunya yang terbuat dari kulit binatang sudah sobek separuhnya dan menampakkan isi di dalamnya ke luar, membuat Erda yang sudah lama tidak melihat sesuatu indah, menjadi tertegun sambil menelan ludah.
"Hmmm?!" Erda melirik ke bagian paha gadis itu, sehingga akhirnya dia sedikit paham.
"Gigitan? racun? tapi kenapa dia sangat kesakitan?" gumam Erda dengan ekspresi rumit.
Erda bingung, waktu kecil dia sudah sering digigit oleh ular beracun, tapi dia tidak apa-apa, lalu kenapa gadis ini tidak bisa menahannya?
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments