Bab 5 : Keturunan Erda

Note : Masa kuno memang liar, harap maklum.

***

Dia tidak paham, sebab pikirannya terbatas. Tapi ini pasti ada kaitannya dengan hubungan sedarah antara Himmel dengan Atmos, sehingga anak mereka mengalami cacat.

"Lupakan!" Saat ini yang pasti adalah mengeluarkan racun dari tubuhnya.

Hal seperti ini sudah pernah diberitahu oleh ayahnya saat mereka diajar berburu dahulu, jadi Erda tahu caranya.

Pertama-tama dia membuka baju kulit binatangnya, lalu menggulungnya menjadi panjang untuk diikatkan pada pangkal paha Erda, dan untuk melakukan itu, Erda terpaksa meng keataskan celana (rok) yang terbuat dari daun-daun tersebut sehingga menampakkan hal menarik itu ke mata Erda.

"Huftttt~" Erda menghela nafasnya dan merilekskan pikirannnya, saat ini ada nyawa yang harus dia tolong, jadi yang lain tidak begitu penting.

Erda mengangkat paha gadis itu sedikit di ke atas untuk menyandar di bahunya, lalu mulai mengikatkan pakaiannya pada paha jadi tersebut agar racun tidak menyebar lebih jauh.

Kemudian dia membaringkan kaki gadis itu kembali, lalu menunduk untuk menghisap racun-racun melalui luka pada paha gadis tersebut.

"Ummmmm, ahhhhhhhhh~!"

*Hisapppppp!*

*Buang!*

*Hisapppppp!*

*Buang!*

Hal seperti itu dilakukan sebanyak beberapa kali sehingga akhirnya semua racun itu dibuang, dan gadis itu jatuh pingsan, lalu ...

Hal buruk terjadi setelahnya ...

***

"Kakak, aku sudah membawakan ... daun ..." Secara perlahan-lahan perkataan Himmel terdiam ketika baru memasuki rumah, sebab dia hanya mendengar suara jeritan dari dalam. Dia paham betul apa yang terjadi, jadi Himmel hanya bisa menghela nafas sambil duduk-duduk di teras rumah, mulai bernostalgia.

***

Beberapa saat kemudian, Erda keluar dan menemui adiknya Himmel, dan sedikit berbincang-bincang dengannya.

"Di mana Atmos?" Erda bertanya dengan tenang, bahkan jika Atmos, adiknya itu sudah membuat salah satu matanya menjadi buta, Erda masih khawatir dengan dia.

"Sulit dikatakan, akan tetapi setelah pelarian saat itu dia membawaku pergi jauh dari tempat ini. Awalnya kami berpikir hidup akan mudah, tapi ternyata sangat sulit, tanaman yang kami tanah tidak tumbuh dan hasil ternak sakit-sakitan ..."

Himmel mulai terus berkata, "Hidup sulit memaksa kami untuk hidup hanya pada hasil buruan. Dan kehidupan seperti itu ... sangat berbahaya."

"Jadi di mana Atmos?"

"Mati. Dia mati demi menghadang sekelompok singa betina yang hendak menyergap kami, pada saat terakhir dia hanya memberi pesan padaku untuk kembali padamu ... kakak."

Mengatakan itu, wanita tersebut secara perlahan bangkit berdiri dan berjalan menuju kursi Erda.

***

Beginilah keturunan mereka.

Atmos dan Himmel melahirkan Atmel.

Himmel kemudian bersetubuh dengan Erda dan melahirkan lagi seorang anak laki-laki bernama Matusael.

Erda juga bersetubuh dengan Atmel dan mereka mendapatkan sepasang anak kembar perempuan.

Lalu Erda dan Himmel hidup 100 tahun lagi sebelum akhirnya mati tanpa melahirkan keturunan lagi.

Sebelum mati, Erda berpesan agar mereka beranak cucu dan bertambah banyak, agar kiranya jumlah keturunannya akan sangat banyak melampaui jumlah binatang-binatang di dunia ini.

Atmel yang mulanya tidak cinta dengan Erda akhirnya bersetubuh dengan Matusael, yang bisa dibilang saudaranya sendiri, namun naas dia mati 2 tahun kemudian tanpa melahirkan seorang anak lagi.

Lalu Matusael mengambil kedua wanita kembar itu menjadi wanitanya dan mempunyai 4 anak, yang lagi dan lagi melakukan kawin sedarah hingga akhirnya 100 tahun berlalu dan jumlah mereka sudah ratusan. Barulah pada saat itu mereka mulai berpindah tempat dari sana menuju tempat lain.

Hingga akhirnya!...

2.000 tahun berlalu dan jumlah manusia di planet itu sudah bertambah banyak, kira-kira 100.000 banyaknya memenuhi suatu tempat di tempat asing, yang dinamakan Kota Manusia.

Pada zaman itu, manusia-manusia sudah tidak lagi memiliki kekuatan seperti leluhur mereka, Erda, mereka benar-benar manusia biasa yang kuat hanya bermodalkan tombak runcing dari batu tajam atau gigi binatang buas yang diasah.

Ini mungkin efek kecacatan karena perkawinan sedarah dari leluhur mereka sehingga menyebabkan kecacatan pada mereka. Akan tetapi itu adalah satu-satunya cara manusia bisa berkembang biak, tidak ada cara lain lagi!

***

Kota Manusia.

Manusia, kata itu awalnya diberitahu leluhur mereka untuk membedakan diri mereka dengan binatang-binatang berkaki dua di sekitar mereka. Mereka tentu meneruskan peninggalan leluhur mereka itu dan menggunakan kata “manusia” pada kota mereka sebagai lambing kebesaran ras mereka.

Kini kumpulan manusia itu sudah seperti semut yang memenuhi suatu tempat sebagai tempat kekuasaan mereka. Kota mereka tidak megah, hanya terbuat dari rumah-rumah kayu dan kota tersebut dikelilingi oleh tembok kayu setinggi 10. Berada tepat di tengah-tengah hutan yang tidak terlalu lebat.

Lantas siapa pemimpin mereka?

Di dalam suatu rumah bertingkat dua. Nampak seorang lelaki bertubuh besar nan kekar tengah duduk di balkon lantai dua sambil memandang matahari yang secara perlahan-lahan mulai menampakkan cahaya keemasannya yang menghangatkan tubuh.

“Benda itu … bagaimana dia bisa terus mengeluarkan cahaya? Apakah itu bola api terbang?” Ruel sudah memikirkan ini sejak masih kecil. Mungkin karena rasa tahunya itu yang begitu tinggi sehingga ia sangat cerdas di antara para manusia, karena itulah dia dipilih untuk menjadi pemimpin Kota Manusia ini.

“Ruel!”

“Hah?” Konsentrasi Ruel akhirnya menghilang akibat panggilan tiba-tiba tersebut. Ketika Ruel melihat ke bawah, matanya langsung terpaku kepada tiga Wanita berumur sekitar 25 tahun, masing-masing mengenakan pakaian yang bisa dibilang cukup bagus.

Tentang hal ini, itu adalah penemuan dari nenek Ruel, Bernama Amanul. Karena penemuannya tentang benang dan cara menenun inilah dia dijuluki sebagai “ibu para penenun” di antara para manusia.

“Hela, Lua, Bila.” Ruel bergumam menyebut nama mereka. Dia tahu siapa mereka, dan kedatangan ketiganya pasti karena memerlukan sesuatu.

“Apakah ada masalah baru?” tanya Ruel sembar bangkit berdiri. Tingginya adalah 2 meter, dan itu sangat kompleks dengan tubuh kekarnya yang besar.

*Shapppp!* meloncat turun.

“Ruel, apa kau tidak takut kakimu patah?” Hela bertanya dengan wajah berkeringat. Tinggi dari lantai dua ke tanah adalah 4 meter, manusia biasa tidak akan berani melompat dari ketinggian tersebut dengan santai seperti yang dilakukan oleh Ruel barusan.

“Hela, apa kau masih khawatir dengan hal seperti ini? Justru kau harus khawatir dengan dirimu,” ucap Lua dengan nada menasehati.

“Hmm, Lua benar,” imbuh Bila.

“Sudah-sudah, sebenarnya apa yang kalian butuhkan?” Ruel bertanya dengan senyum ramah, tepat di hadapan mereka. Adegan ini benar-benar seperti seekor kucing yang bertemu tiga anak tikus, tinggi mereka benar-benar berbeda!

“Kami butuh bantuanmu!”

“Hoh? Masuklah.”

***

Setelah masuk ke dalam, nampaknya mereka berempat tengah melakukan hal lain di kamar sebelum akhirnya berjalan keluar dengan ekspresi ngilu, dari cara jalan ketiga wanita itu juga bisa diketahui apa yang baru saja mereka lakukan.

"Jadi apa yang kalian butuhkan?" Ruel bertanya setelah mempersilahkan mereka duduk di kursi kayu yang sederhana.

Ketiga wanita itu saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya Hela yang berkata terlebih dahulu.

"Begini, sebenarnya ..."

-Bersambung-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!