Lembar 2 : Sedikit Kisah di Daffodil

Frost menurunkan Zinn. Pria itu berjongkok, memeriksa tubuh mayat-mayat yang tergeletak di atas tanah merah. Masih sangat baru, pikir Frost. Apa yang sudah terjadi di sini?

Zinn sendiri berlari ke samping, memuntahkan seluruh isi perutnya di bawah pohon. Apa yang sudah kulihat? tanya Zinn di dalam hati.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Frost. Frost sedikit khawatir melihat keadaan Zinn. "Jika kau tak baik-baik saja, lebih baik kita kembali ke Castleton."

"Saya… baik-baik saja…," jawab Zinn terbata. "Hanya sedikit tidak terbiasa melihat mayat. Anda tahu… sedikit trauma."

Frost memberikan sapu tangan berwarna hitam kepada Zinn. "Bersihkan dirimu. Jangan dilihat jika tak sanggup," ucapnya.

Zinn menerima sapu tangan itu dan tersipu malu. "Anda bisa perhatian juga ternyata."

Frost mengabaikan ucapan Zinn. Dia kembali menginvestigasi apa yang sebenarnya telah terjadi di tempat itu.

Melihat dari cara mereka mati sangatlah aneh. Kepala mereka seperti terkoyak karena cakar, batin Frost.

Frost membalikkan tubuh salah satu mayat dan menemukan bekas luka cakar di punggung yang masih baru. Darah juga tak berhenti mengalir. Frost berdecak kesal. Sebenarnya sudah berapa hal yang aku lewatkan lantaran selalu berperang dan tidak mengurus negara? Beruntung sekali Ganache yang satu ini membawaku ke sini. Ini akan menjadi sangat menarik.

Zinn dapat melihat Frost tersenyum dingin. Wanita muda itu tahu kalau Frost sedang senang karena sesuatu hal. Setengah tahun bersama dengan Frost, Zinn bisa membaca kebiasaan pria itu dengan mudah. Frost juga bukan tipe orang yang menyembunyikan sesuatu di dalam hati.

"Yang Mulia, Anda sangat tidak sopan terhadap orang-orang yang meninggal," kata Zinn, menyentil kening Frost. "Saya tahu kalau Anda senang karena akhirnya ada yang bisa Anda kerjakan selain berperang, tapi Anda tidak boleh sembarangan membuat masalah."

Frost melirik dingin ke arah Zinn. "Apakah kau bisa tidak melakukan hal yang tidak kusuka?" tanyanya.

Zinn menggelengkan kepalanya. Wajahnya tampak suram. Zinn berjalan lurus melewati tumpukan mayat-mayat dan berhenti tepat di depan sebuah rumah kayu yang cukup besar. Zinn memutari rumah tersebut seakan sedang melakukan sebuah ritual.

Frost yang melihat keanehan dari Zinn segera menghampiri wanita itu, menepuk pelan pundaknya dan menyadarkannya.

Zinn tersadar dan mengembuskan napas panjang. "Jangan bertanya apa pun, Yang Mulia," katanya seakan tahu kalau Frost akan bertanya. "Saya merasa tertarik dengan rumah ini. Ada sesuatu di dalam sini."

Frost melihat rumah kayu itu, terpancar aura aneh yang membuatnya merasa tak senang. Frost tidak suka dengan aura tersebut. Dia mendobrak pintu rumah kayu, melihat-lihat ke dalam. Tidak ada yang aneh, hanya seperti rumah penduduk biasa.

Zinn menyentil kening Frost, lagi. Wanita muda itu merasa kalau pemilik manik mata emas sangat keterlaluan dan tidak sopan. Zinn melihat ke dalam rumah dan berkata, "Di sana ada tangga. Mungkin yang menarik perhatian kita ada di lantai atas."

Frost tidak begitu suka dengan kebiasaan Zinn menyentil keningnya, tapi entah kenapa dia tak bisa mempermasalahkan hal tersebut, seolah ada yang menahannya untuk tidak menyakiti hati Zinn.

Zinn menapakkan kaki di lantai rumah kayu, tiba-tiba saja terdengar suara raungan yang memekakkan telinga. Zinn melihat ke belakang. "Hati-hati!" serunya sambil menarik Frost ke dalam rumah. Zinn langsung menutup pintu rumah kayu.

Zinn menghela napas berat. Apa itu tadi? tanyanya di dalam hati sambil melihat ke arah pintu kayu yang tertutup. Frost sedikit kaget dengan perlakuan Zinn.

"Apa yang kau lihat tadi? Seharusnya kau membiarkanku bertarung dengannya," kata Frost dengan nada kecewa.

"Apakah Anda ingin pergi mengantar nyawa? Itu bukanlah makhluk yang bisa dibunuh!" seru Zinn. Entah kenapa dia malah marah. Mungkin Zinn khawatir kalau-kalau Frost terluka.

Apa yang membuatmu marah, Zinnia Pramidita Ganache? Jika manusia bodoh yang satu ini mau mengantar nyawanya, itu tidak ada hubungannya denganmu, kan? batin Zinn. Wajahnya sangat masam, sepertinya mengalahkan buah ceper. Zinn berjalan dengan cepat, berusaha menghindari Frost.

“Kau ingin pergi kemana? Apakah kau akan mengkhianati diriku seperti yang dilakukan oleh orang lain?” tanya Frost. Tak ada jawaban dari Zinn. “Apakah sekarang kau telah menunjukkan sikap aslimu kepadaku?”

Zinn bukan mengkhianati Frost, hanya saja entah kenapa dia merasa kalau dirinyalah yang telah terkena Sihir Cinta. Ada apa dengan diriku? tanya Zinn. Zinn merasa tidak nyaman di dadanya.

“Oi!” seru Frost, menahan Zinn. “Jawab aku!”

Zinn melempar pandangannya ke arah lain, wajahnya merona. Frost bisa melihat dengan jelas kalau pipi dan telinga Zinn memerah, sepertinya dia tahu kenapa Zinn menghindari dirinya.

Frost mendekatkan wajahnya ke wajah Zinn. wanita itu memejamkan mata erat, tapi tidak menghindar darinya. Frost memberikan sebuah kecupan di kening Zinn. “Apakah kau menyukaiku?” tanya Frost langsung ke intinya.

Zinn kaget dan langsung mendorong Frost. Zinn membalikkan badannya, tapi Frost bisa melihat dengan jelas kalau telinganya makin memerah. Frost memeluk Zinn dari belakang.

“Jawab aku, Ganache. Apakah kau menyukai diriku?” goda Frost, berbisik tepat di telinga Zinn dengan nada yang rendah, membuat pemilik manik merah muda merasa tak berdaya.

Suara raungan dari luar rumah kayu mengganggu kencan Frost dan Zinn. Frost hanya bisa berdecak kesal lantaran momen romantisnya diganggu oleh makhluk yang dia sendiri tak tahu apa itu.

“Aku akan menunggumu menjawab, Ganache. Sebelum itu, aku ingin tahu apa yang telah kau lihat di balik pintu itu,” kata Frost. Dia berbalik dan berniat menantang makhluk yang membuatnya penasaran.

Zinn menahan Frost untuk tidak keluar dari rumah kayu itu. “Jangan keluar dari sini. Makhluk itu bukanlah makhluk yang bisa dibunuh,” katanya. Wajah Zinn terlihat sangat khawatir.

“Kenapa? Apakah dia makhluk yang dikirimkan dari Neraka?” Frost bercanda untuk mencairkan suasana canggung antara dirinya dan Zinn. Namun bisa dilihat kalau wajah Zinn semakin memucat. Sepertinya tebakan Frost benar.

“Memang merupakan makhluk yang dikirimkan dari Neraka,” jawab Zinn. “Di atas sepertinya ada sesuatu yang digunakan untuk memanggilnya.”

“Kalau begitu, ini akan menjadi sangat menarik!” seru Frost, menatap tak sabar ke arah pintu yang tertutup. Selama setengah tahun terakhir bersama Frost, baru kali ini Zinn melihat mata pria itu berbinar-binar.

Zinn tidak tega menahan Frost untuk tidak keluar dari rumah kayu itu. “Baiklah, Anda boleh keluar dari sini. Tapi, Anda harus menjaga keselamatan Anda sendiri.”

Frost menyeringai dingin. “Kau lupa apa julukanku, Gadis Kecil? Jika dia adalah makhluk dari Neraka, maka aku adalah Penguasa dari Neraka itu sendiri.”

Zinn bisa merasakan aura membunuh yang sangat kuat dari Frost. Dia mundur perlahan-lahan untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu di luar dugaan.

"Tenang saja, Gadis Kecil. Aku sudah bilang tidak akan membunuhmu. Tapi, kau harus menjawabku ketika semua masalah ini selesai. Kau harus menjawab."

Episodes
Episodes

Updated 34 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!