Romantic Fantasy

Romantic Fantasy

Prolog - Zinnia Pramidita Ganache & Frost Blanche Castleton

"Kau! Kau coba saja! Bunuh, ayo bunuh aku! Anak durhaka sepertimu…, tidak pantas untuk mendapatkan posisi! Terkutuklah dirimu, seumur hidupmu kau tidak akan pernah merasakan kebahagiaan! Kau akan selalu dibenci oleh orang-orang! Aku bersumpah atas nama Langit dan Bu-"

Pedang terhunus tepat di jantung wanita paruh baya yang sedang berteriak. Darah merah mengalir deras ke atas lantai seperti air terjun saat pemilik pedang menarik pedangnya.

"Memangnya kenapa kalau tidak bahagia dan dibenci semua orang? Bukankah itu lebih bagus daripada harus hidup berdampingan dengan orang munafik seperti kalian?"

※ ※ ※

"Yang Mulia, Yang Mulia…."

Seorang wanita muda menepuk pelan pipi seorang pria yang sedang memejamkan mata. Zinnia Pramidita Ganache, Zinn, dan Frost Blanche Castleton, Frost.

"Yang Mulia, hari sudah siang," Zinn dengan lembut berbisik di telinga Frost, tangannya menepuk-nepuk pipi Frost pelan. "Yang Mulia, Anda harus bangun sekarang. Banyak yang harus dilakukan."

Frost menahan pergelangan tangan Zinn dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Diam."

Frost terdengar begitu dingin. Dia seperti salju di musim dingin kata orang-orang. Namun Zinn tidak merasa demikian, wanita itu malah merasa kalau Frost hanya kekurangan perhatian saja.

"Tidak boleh diam, Yang Mulia," kata Zinn, berani membantah perkataan Frost. "Anda berjanji kepada saya kalau Anda akan ikut serta dalam urusan negeri kali ini. Sebagai lelaki, bukankah sebaiknya Anda menepati janji yang Anda buat?"

Zinn menggembungkan pipinya, sebal dengan Frost yang masih saja memejamkan mata setelah mendengar rengekannya. Zinn paling sebal dengan orang yang mengabaikannya, tak terkecuali Frost Blanche Castleton, si Tirani kejam yang dibenci oleh orang-orang.

"Kalau begitu kau saja yang pergi." Frost mendorong Zinn. Hampir saja wanita itu jatuh dari tempat tidur, jika saja dirinya tak segera menahan tubuhnya.

"Apakah Anda ingin membunuh saya, Yang Mulia?" tanya Zinn dengan nada sebal saat membenarkan posisinya.

"Aku tidak segan-segan memotong kepalamu juga," kata Frost.

Zinn berdecak kesal dengan perkataan Frost. Padahal dia yang berjanji kepadaku kalau dirinya ingin ikut serta dalam urusan kali ini. Sepertinya dia hanya main-main saja, batin Zinn.

Zinn akhirnya menyerah untuk membujuk Frost. Dia tidak bisa membujuk pria berkepala batu itu. Akan lebih baik jika dirinya melakukan urusan negara seorang diri.

Zinn keluar dari kamar Frost.

Di dalam istana terasa begitu sepi. Tak ada orang yang berlalu-lalang. Tidak ada prajurit maupun pelayan. Istana yang merupakan tempat tinggal seorang Frost Blanche Castleton adalah sebuah istana dengan dua insan sebagai penghuni.

Zinn pernah mendengar kalau Frost membantai semua orang di istana demi kekuasaannya sekarang. Frost juga tak segan bertarung seorang diri di medan perang. Orang-orang yang pernah bertarung dengan Frost dan membawa seribu bala tentara pun bisa dia kalahkan dengan mudah. Frost adalah Iblis.

Berbicara soal Yang Mulia adalah Iblis, sungguh tidak sopan. Aku merasa kalau dia hanya kesepian saja, batin Zinn. Zinn menggelengkan kepalanya. Aku tidak boleh sembarangan berpikir. Ayo fokus saja dengan urusan hari ini.

Zinn berjalan perlahan, melewati pilar-pilar Istana yang menjulang tinggi. Dari kejauhan hanya terdengar suara riak air terjun yang mengalir, kicauan burung-burung yang sedang bernyanyi, teriakan keramaian penduduk kota yang samar-samar terdengar; semuanya terasa begitu semu, membuat orang merasa begitu damai, di saat bersamaan juga begitu sepi.

Berbicara mengapa Zinn bisa tinggal di Istana Frost, jika diceritakan akan terasa begitu panjang dan tidak masuk akal.

Zinn dan Frost tak sengaja bertemu ketika Frost berperang dengan suku Tahiti. Kala itu entah apa yang membuat Frost tidak fokus hingga terluka. Walaupun begitu, Frost tetap memenangkan peperangan. Frost masuk ke dalam hutan dan menemukan sebuah pondok kecil milik Zinn. Zinn hanya tak sengaja menyelamatkan nyawanya saja. Semua itu adalah masa lalu. Zinn tinggal di Istana Castleton sudah sekitar setengah tahun.

Zinn dan Frost tidak memiliki hubungan apa pun. Frost memaksa Zinn untuk pergi bersamanya ke Istana milik keluarga Castleton walau Zinn sudah menolaknya. Zinn tentu saja masih sayang dengan nyawanya dan tak ingin membuat Frost marah. Zinn menganggap Frost melakukan itu semua demi membalas budi saja.

Saat Zinn melangkah keluar dari Istana, dia dapat melihat keramaian di kejauhan. Orang-orang menjalani hari dengan baik. Zinn penasaran, bagaimana wilayah Castleton tetap saja damai walaupun Frost tidak pernah melakukan investigasi berkala? Apakah merupakan insting natural bagi makhluk hidup untuk takut terhadap seseorang atau sesuatu yang lebih kuat dari mereka?

Zinn mengembuskan napas perlahan, langkahnya terasa begitu berat, tapi juga terasa ringan di saat bersamaan.

Zinn kaget saat bahunya ditepuk oleh seseorang. Frost. “Apakah Anda mengubah keputusan Anda lagi?” tanya Zinn saat melihat Frost.

Frost tidak berkata apa-apa. Manik mata emas Frost menelusuri setiap bagian wajah Zinn yang sedang menatap ke kejauhan.

Zinn kembali melihat Frost. Manik mata merah muda milik Zinn beradu dengan manik mata emas milik Frost. Saat Zinn ingin menghindari pandangan Frost, pria itu menarik dirinya ke dalam pelukannya. Zinn langsung menatap sebal ke arah Frost.

“Yang Mulia, tidak sopan bagi seorang wanita dan seorang pria melakukan hal ini,” kata Zinn, berusaha mendorong Frost.

Frost semakin mengeratkan pelukannya dan Zinn hanya bisa pasrah dengan keadaan.

“Yang Mulia, saya sudah bilang kalau hari ini saya akan mengurus sesuatu di suku Daffodil.” Zinn mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan diri dari pelukan Frost. “Maka dari itu, Anda lepaskan dulu. Biarkan saya menyelesaikan apa yang harus saya selesaikan.”

“Aku adalah Kaisar di Negeri ini. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi di dalam suku mereka. Jadi, untuk apa kau peduli dengan mereka?” tanya Frost.

“Yang Mulia, apakah Yang Mulia tahu hari apakah hari ini?” Zinn balik bertanya. Frost hanya diam, tidak menanggapi dan tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Zinn. “Hari ini adalah Hari Cinta Kasih. Di Negeri Regancy, Hari Cinta Kasih adalah hari terbaik seumur hidup setiap tahunnya. Hanya tahun ini yang menjadikan Hari Cinta Kasih sebagai Hari Kesialan. Di suku Daffodil terjadi pembantaian besar-besaran, banyak korban berjatuhan. Sebagai seorang Kaisar, Anda bahkan tidak tahu dan tidak peduli mengenai hal ini. Apakah Anda pantas duduk di dalam sana?”

Frost menatap tajam ke arah Zinn. Zinn mengerti kalau Frost adalah orang yang tidak suka diremehkan. Frost mengarahkan mata pedang ke leher Zinn. “Apakah kau tidak takut aku menebas kepalamu di hari yang berbahagia ini?”

Tatapan mata Zinn seoleh sedang menantang Frost.

“Anda ingin membunuh saya atau tidak, itu adalah pilihan Anda sendiri,” kata Zinn. “Saya tidak mempermasalahkan apa pun. Anda juga tahu kalau saya adalah orang yang tidak ingin terikat oleh apa pun.”

Frost berdecak kesal dan menarik kembali pedangnya dari leher Zinn. Baru kali ini Frost merasa tidak berdaya di depan seseorang.

"Saya benar-benar harus pergi sekarang. Anda jika tidak ingin ikut, maka jangan ganggu saya."

Zinn menundukkan kepala dan bergegas pergi dari sana.

Episodes
Episodes

Updated 34 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!