Sepanjang perjalanan menuju ke daerah suku Daffodil, Frost selalu menemani Zinn. Ternyata Frost bisa perhatian terhadap seseorang juga, Zinn selalu mengira kalau Frost adalah seorang pria dingin yang tidak peduli terhadap apa pun.
“Apakah Anda yakin akan terus mengikuti saya sampai di sana?” tanya Zinn. “Anda lebih baik jangan menambah masalah jika tidak ingin, Yang Mulia.” Zinn terdengar seolah seperti Frost akan membuat masalah menjadi lebih besar jika dirinya ikut serta dalam urusan kali ini.
Sebenarnya maksud Zinn adalah dengan emosi Frost yang tidak stabil, cepat atau lambat pasti akan membuat masalah. Zinn menghela napas panjang saat Frost kembali menatapnya dengan dingin. Zinn hanya tidak ingin Frost mengacaukan segalanya.
“Aku tidak akan mengacau. Hari ini, aku akan menjadi bawahanmu,” kata Frost dengan nada tak senang. Frost tidak senang karena Zinn seolah seperti sedang meremehkan dirinya dan tidak percaya dengannya. Tidak ada orang yang suka dicurigai.
Zinn mengerti maksud hati Frost. “Yang Mulia, yang saya butuhkan adalah seorang rekan, bukan bawahan. Jika Anda tulus bekerja sama dengan saya, saya tidak akan mempermasalahkan apa pun. Saya berharap Anda tidak membuat masalah besar bagi saya.”
Frost hanya terdiam, tidak membalas perkataan Zinn. Zinn berhenti berjalan dan menatap ke arah Frost. “Maafkan saya jika saya berkata tidak sesuai dengan apa yang ingin Yang Mulia dengar.” Zinn menundukkan kepalanya, dia cukup mengerti kalau Frost hanya ingin bahagia.
Frost mengalihkan pandangannya ke arah lain. Frost benar-benar tidak dapat menebak apa yang ada di dalam pikiran Zinn. Di satu sisi, Zinn adalah wanita yang sangat emosional dan tidak menaruh perhatian besar, bahkan terkadang sangat sarkas. Namun di sisi lain, wanita itu juga merupakan seseorang yang lembut dan perhatian.
Zinnia Pramidita Ganache, yang mana adalah dirimu yang sebenarnya? Mengapa di satu sisi kau sangat kasar, tapi di sisi lain kau sangat lembut? batin Frost. Frost tidak mengerti tentang perubahan sikap Zinn. Hanya satu yang dia tahu: Zinn adalah orang yang baik hati.
“Saya ingin bertanya sesuatu jika Anda tidak mempermasalahkannya,” kata Zinn. Zinn tampak kelelahan dan membutuhkan istirahat. Perjalanan dari Istana Castleton ke daerah suku Daffodil memang memerlukan setidaknya setengah hari dengan berjalan.
Frost mengerti kalau Zinn sedang kelelahan, dia juga tidak mempermasalahkan apa pun yang akan ditanyakan oleh Zinn. Frost tahu kalau Zinn tak akan asal bertanya tentang sesuatu. Namun perasaan Frost tidak begitu bagus, sepertinya Frost tahu apa yang akan ditanyakan oleh Zinn.
“Kau ingin bertanya tentang masa laluku? Bagaimana bisa aku menduduki posisi tinggi di Regancy? Mengapa aku dijuluki Iblis oleh orang-orang?” tanya Frost.
“Bukan,” jawab Zinn. Frost semakin penasaran dibuat wanita itu. “Saya ingin bertanya, apakah Anda pernah dikutuk oleh seseorang? Saya bisa melihatnya, kutukan itu.”
Ingatan Frost kembali ke malam dimana dirinya membantai seluruh isi Istana Castleton dan Permaisuri Castleton memberikan kutukan untuk dirinya.
Frost melirik Zinn, dia tak percaya dengan apa yang baru saja didengar telinganya. “Bagaimana bisa kau tahu tentang kutukan?”
“Saya sudah bilang kepada Anda kalau saya bisa melihat kutukan yang menempel pada Anda,” Zinn menjawab. “Saya memiliki keahlian langkah. Hanya suku Ganache murni yang memiliki berkat seperti ini.”
“Biarkan saja. Aku memang pernah dikutuk, tapi tidak ada yang berubah dari kehidupanku,” kata Frost, berusaha menghindari pertanyaan lanjutan dari Zinn.
Zinn mengerti kalau Frost tidak ingin membahas tentang masa lalunya. “Jangan khawatir. Saya tidak akan bertanya dari mana atau siapa yang memberikan Anda kutukan,” kata Zinn.
“Ya, kau tidak seharusnya bertanya tentang hal itu,” kata Frost. Frost terdengar tidak senang, juga tidak tenang karena Zinn mengetahui kalau dirinya memiliki kutukan.
Zinn menggenggam tangan Frost dan tersenyum pada pemilik manik mata emas itu. “Anda jangan khawatir. Saya bukanlah orang yang akan mengkhianati Anda.”
“Semua orang berkata seperti itu kepadaku saat aku masih kecil. Akhirnya, aku tetap dikhianati oleh mereka.” Frost seolah sedang mengejek Zinn. “Aku tidak memerlukan orang lain. Mereka munafik.”
“Apakah itu artinya saya juga munafik, Yang Mulia?” tanya Zinn. Zinn benar-benar tidak takut mati, hari ini saja entah sudah berapa kali dia menyinggung Frost. Jika Zinn adalah orang lain, mungkin Frost tak akan mempertimbangkan betapa berharganya nyawanya. Zinn adalah satu dari seribu orang yang berani memerangi Frost dan mungkin, menang.
“Bisakah kau tidak memancing amarahku untuk sehari saja?” tanya Frost tanpa menjawab pertanyaan Zinn. frost tahu kalau Zinn bukanlah orang yang munafik. Frost tahu kalau dia juga terlalu emosional, tapi itu semua dikarenakan kutukan yang diberikan untuknya. Dia dibenci banyak orang karena sikapnya. Tidak akan ada orang yang mengerti maksud hatinya.
“Bagaimana kalau saya mengatakan kalau saya tahu maksud hati Yang Mulia?” Zinn menatap lembut ke dalam mata Frost. Pemilik manik mata merah muda itu tersenyum manis. “Saya tahu kalau Yang Mulia tidak ingin dibenci oleh siapa pun, Yang Mulia juga ingin bahagia selayaknya orang biasa. Saya tidak pernah membenci Yang Mulia, walaupun Yang Mulia suka memaksa.”
“Apakah aku pernah memaksa dirimu untuk melakukan hal yang tidak kau suka?” Frost tiba-tiba saja mengangkat Zinn. Frost tahu kalau Zinn sudah tidak bisa melanjutkan perjalanan lebih jauh. Bagaimanapun, tubuh Zinn lemah dan Frost tahu itu. “Jangan salah paham! Aku tahu tubuhmu tidak kuat dan mudah kelelahan.”
"Sekarang Yang Mulia sedang memaksa saya," Zinn berkata dengan wajah angkuhnya. "Lihat saja, saya masih baik-baik saja dan Yang Mulia menganggap saya tak baik-baik saja. Bahkan melakukan pelanggaran terhadap norma pria dan wanita."
Frost membungkam bibir Zinn menggunakan bibirnya. Entah kenapa Frost tidak bisa mengabaikan perkataan Zinn, walau dia bisa mengabaikan perkataan orang lain.
Zinn membulatkan matanya, meronta dan berusaha melepaskan diri. "Apa yang Anda lakukan?" tanya Zinn saat Frost memberikan sebuah kecupan singkat di pipinya. "Apakah Anda tahu kalau pria dan wanita yang belum menikah tak boleh melakukan sentuhan secara langsung?"
"Aku tidak peduli, Ganache. Kau membuat kesabaranku habis. Tentu saja aku harus menghukummu," kata Frost. "Setidaknya, untuk sekarang kau masih sangat berguna bagiku. Aku tidak akan memenggal kepalamu."
"Apakah Anda tahu kalau Anda mencumbu seseorang dari suku Ganache, Anda akan terkena Sihir Cinta?" tanya Zinn.
Frost tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Zinn karena fokus dengan pemandangan yang ada di depannya. Frost memercayai perkataan Zinn tentang pembantaian di suku Daffodil. Di depan matanya, tanah berubah menjadi warna merah dan darah mengucur deras layaknya sebuah sungai kecil. Beberapa mayat bahkan terlihat tanpa kepala. Kepala-kepala yang terpenggal tertancap menggunakan kayu, membentuk deretan yang menyerupai pagar.
Zinn sendiri termenung menatap pemandangan mengerikan tersebut. Perut Zinn berputar dan menciptakan sensasi ingin muntah. Wajah Zinn tampak pucat.
Apa yang sebenarnya terjadi di sini? batin Zinn lemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments