"Terima kasih banyak Kapten..!!" Ucap Lintar saat Bang Panca mengantarnya sampai ke depan rumah.
"Sama-sama Lintar. Oiya, kamu baru saja melahirkan.. tapi ada nama mu tercantum dalam pratugas minggu depan" kata Bang Panca.
"Siap Kapten, saya pahami resiko seorang abdi negara."
"Bagaimana dengan anakmu?" Tanya Bang Panca.
"Mama dan Papa akan menjaganya."
Bang Panca mengangguk. "Saya dan Satria juga ikut pratugas"
...
"Oya, waahh.. bisa gencar dekatin Lintar donk ya..!!" Bang Satria menepuk bahu sahabatnya yang memang menyimpan perasaan pada janda muda itu. "Kapan mau melamar?"
"Kamu tanya atau meledek. Kamu tau keadaanku." Jawab Bang Panca.
"Kalau memang cinta.. apapun itu tidak akan menjadi masalah." Kapten Satria Tambar Rumaga membesarkan hati Bang Panca.
"Tidak memiliki anak adalah hal yang paling menyakitkan Sat, aku tidak bisa memberikan keturunan untuk istriku. Apa gunanya aku sebagai laki-laki"
"Anak memang penting dalam rumah tangga tapi hal itu juga bukan menjadi faktor utama langgeng dan utuhnya sebuah rumah tangga." Jawab Bang Satria. "Yang jelas kalau membahas hal itu, kamu bisa melaksanakan tugas sebagai suami untuk memberi nafkah batin istri dan kamu mampu menjalankan fungsi dirimu sebagai laki-laki.. itu sudah cukup Pan"
Bola mata Bang Panca menyamping ke sudut dan mencerna segala ucapan littingnya itu. "Hampir satu tahun sejak kejadian gugurnya Jenar.. apa sungguh tidak ada rasa darimu untuk Lintar?" Selidik Bang Panca.
Senyum Bang Satria mengembang tipis. "Nggak"
"Kau bohong. Aku mengingat jejak perjuangan dan perhatian mu untuk Lintar." Kata Bang Panca.
Bang Satria menunduk mengingat saat gugurnya Kapten Jenar.
Flashback masa lalu.
"Biasakah Abang memimpin pemakaman untuk Bang Jenar?" Pinta Bang Panji saat itu.
Ekor mata Bang Panca melirik sosok yang sedikit menjauh dari area. Matanya terus memperhatikan Lintar yang menangis hingga tak sadarkan diri hingga sesaat kemudian Bang Satria memberi arahan agar Bang Panca mampu memimpin upacara pemakaman.
...
Bang Satria setia memayungi Lintar yang sekuatnya berusaha tegar dalam ribuan kesedihanya hingga akhirnya seorang Lintar tak sanggup juga merasa kehilangan dan tumbang menimpa Bang Satria.
"Kamu pegangi payungnya. Saya bawa istri almarhum ke ambulans..!!" Perintah Bang Satria pada ajudannya.
:
Lintar tak kunjung sadar, hanya nama 'Jenar' mengungkap kerinduan terdalam. Perpisahan tanpa pertikaian pasti menjadi saat yang paling menyakitkan untuknya.
Bang Panca mendengar perawat dan dokter mengeluh karena Bang Satria begitu posesif memberikan penjagaan untuk istri almarhum Kapten Jenar.
"Kau harus hati-hati perhatikan betul keadaan Bu Lintar. Tadi saya menancapkan jarum di tangan Bu Lintar dan Bu Lintar menangis dalam kondisi tidak sadar, saya di maki habis-habisan sama Pak Satria"
"Kenapa kamu ceroboh. Pak Satria memang pria yang keras dan dingin" kata rekannya.
Bang Panca sampai ternganga karena sejak kekasih Bang Satria meninggalkan nya, tak pernah sedikitpun pria itu memberi perhatian pada wanita lain. "Apa Satria suka sama Lintar?" Gumamnya penasaran. Langkah kakinya pun berjalan cepat menuju ruang rawat Lintar.
~
"Saya sudah bilang di cek.. cek.. dan cek lagi..!! Tiga jam saya menunggu tapi Lintar belum sadar. Kalian tau nafasnya patah dan pendek tapi tidak ada tindakan apapun dari rumah sakit ini. Lintar sedang mengandung, kalian juga tidak konfirmasi soal pemberian obat tersebut"
Saat itu ada tangan yang menyapa Bang Panca. "Ada apa Pan??"
Bang Panca menoleh dan berapa terkejutnya dirinya saat melihat sosok Dan Rakit ada di belakangnya. "Selamat sore Komandan"
"Iya selamat sore. Ada apa kamu mengintip kamar putri saya?" Tegur Pak Rakit.
"Siap.. hmm.."
"Bagaimana kerja kalian?? Panggil semua dokter yang menangani Lintar..!!"
Suara Bang Satria sampai terdengar di luar ruangan.
Papa Rakit pun melongok melihat ke dalam kamar. "Ada apa sih ribut didalam?" Gumamnya. "Lho itu khan Satria, kenapa marah di ruangan Lintar????"
//
Papa Rakit tersenyum mendengar penjelasan pihak rumah sakit atas keributan yang terjadi di dalam kamar rawat Lintar. Kelakuan Satria memang keterlaluan, tapi jelas amarahnya itu terpicu karena Lintar tak kunjung sadar karena dokter memberinya obat tidur padahal Lintar sedang hamil.
"Saya bingung Pak. Pak Satria seperti suaminya saja yang meributkan hal ini itu" kata dokter tersebut mengeluh.
"Atas nama Satria saya mohon maaf, tapi saya juga tidak bisa ikut campur dengan kepanikan nya." Jawab Papa Rakit.
Para petugas medis mati kata mendengar jawaban Dan Rakit. Tapi tidak dengan Bang Arsene dan Bang Panji.
"Apa-apaan sih Pa. Satria salah"
"Nanti kita bicara..!!" Papa Rakit merendahkan suaranya. "Mama masuk ke kamar dan temani Lintar.."
"Iya Pa" Mama Fia segera berjalan masuk ke kamar Lintar.
~
"Posisi Papa, persis seperti Satria" Papa Rakit membuka pembicaraan nya. "Papa bukan tidak memahami situasi Lintar yang baru saja di tinggal 'pergi' suaminya.. Papa pun tau Lintar pasti kuat. Tapi mental manusia tidak ada yang tau, Papa hanya menjaga hal dan juga bayi yang ada dalam kandungan Lintar"
Kedua Abang Lintar itu akhirnya mengerti maksud dari Papanya. "Satria orang yang baik Pa. Selanjutnya biar tangan Tuhan yang menentukan."
"Bagaimana dengan Bang Panca?" Tanya Bang Panji.
Papa Rakit dan Bang Panji menatap mata Bang Arsene menunggu penjelasan.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Iis Cah Solo
seperti mama fia yg tinggal bang zeni betapa beratnya beban itu..tapi sekarang sudah ada papa rakit yg begitu mencintai mama fia..😊😊...lintar kuaattt..😊😊
2023-10-01
0
rika
yang namanya ditinggal suami orang yang paling dekat dihati pastilah sekuat kuatnya perempuan pasti ambruk juga...lintar yang kuat ya
2023-02-28
2
Happyy
😎😎
2023-01-15
1