"Woah ..."
Mulut Ana tidak berhenti bersuara ketika dia terpesona dengan keindahan kamar yang disediakan Marius untuknya. Mata Ana tidak dapat berkedip saat memandangi kamar itu.
Ruangannya benar-benar luas. Sebuah tempat tidur yang cantik dan elegan diletakkan di tengah dekat dinding. Semua perabotan disediakan lengkap di dalamnya, lemari pakaian, sepasang meja dan kursi dekat jendelanya yang tinggi dan lebar, bahkan lampu ruangan yang menggantung di atasnya sangat cantik. Ana juga mengintip kamar mandi yang ada di sampingnya. Bathup, shower, toilet ... semuanya terlihat mewah dan elegan.
"Dia bahkan menyediakan kamar semewah ini untuk pengasuh 100 jutanya."
Seperti yang dikatakan Marius sebelumnya, dua hari setelah pertemuan mereka yang terakhir, seseorang datang menjemput Ana dengan sebuah mobil. Dan sekarang disinilah Ana, sedang terpesona dengan kamarnya sendiri.
Sebelum Ana diantarkan ke ruangannya, dia diantarkan terlebih dahulu untuk menemui Marius di ruang kerjanya. Di sana, Ana dan Marius membicarakan beberapa hal mengenai apa yang akan dilakukannya.
"Namanya Rain Madeleine Hadinata. Panggilannya Rain. Umurnya 4 tahun," jelas Marius sesaat setelah dia mengirimkan pesan ke ponsel Ana.
Ana segera membuka ponselnya untuk melihat pesan masuk yang baru saja dikirimkan Marius itu. Terlihat olehnya sebuah gambar anak perempuan dalam pesan itu. Wajahnya yang kecil dihiasi oleh sepasang mata coklat yang indah. Bibirnya merah mungil memasang senyum yang sangat manis. Rambutnya pendek sebahu dengan jepit rambut kupu-kupu di kanan atas kepalanya.
"Cantiknya ...," batin Ana.
Tapi, semakin lama Ana memandangi foto Rain, Ana merasakan sesuatu yang aneh. "Mengapa sepertinya aku pernah melihatnya? Dimana, ya?"
"Aku juga mengirimimu semua informasi yang kamu butuhkan tentang Rain. Bacalah jika kamu ada waktu," kata Marius setelah bunyi notifikasi pesan kedua di ponsel Ana berbunyi. "Jika ada pertanyaan lain mengenai Rain yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa langsung bertanya padaku."
Marius memberikan banyak informasi tentang Rain dalam bentuk file yang dikirimkan ke Ana. Mulai dari makanan kesukaannya, alergi yang dimilikinya, hingga hal-hal yang ditakutinya. Ana membacanya sedikit saat dia sudah selesai membereskan pakaiannya ke dalam lemari.
"Dia memberiku banyak PR untuk menghafalkan ini semua?," gerutu Ana.
Bicara tentang Rain, Ana baru menyadari, sudah sejak lama Ana masuk ke kamarnya, tapi Ana belum bertemu dengan Rain. Padahal, Marius mengatur agar kamarnya dan kamar Rain bersebelahan. Tapi, Ana sendiri belum melihat Rain. "Apa dia masih sekolah? Ah, nggak mungkin. Kata Marius, jadwal sekolahnya hari Senin sampai Rabu, sekarang ... hari Jumat," kata Ana lirih sambil mengecek waktu di ponselnya.
Tiba-tiba Ana merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa seperti sedang diamati oleh seseorang. Mata Ana segera mencari sosok itu di pintu kamarnya. Tapi dia tidak melihat siapapun disana.
Rasa aneh masih menggelayuti perasaannya. Ana yang sedari tadi sedang duduk, perlahan bangkit dan berjalan menuju luar kamarnya. Tepat saat Ana berada tiga langkah dari pintu kamarnya, dia melihat seorang anak perempuan sedang berdiri dan mengintip dari balik pintu kamarnya. “Apakah kamu Ana?,” tanya anak itu.
Gadis kecil itu hanya setinggi kaki Ana. Rambut pendeknya tergerai lurus hingga sebahu. Tapi Ana mengenali jepit rambut kupu-kupu yang ada di kanan atas kepalanya. “Kamu pasti Rain?”
Ana mencoba mendekatinya perlahan. Dia menurunkan tubuhnya agar bisa melihat Rain dengan searah pandangan matanya. Sedetik kemudian, Ana memilih untuk duduk di atas kedua lututnya di depan gadis kecil itu.
Rain hanya menganggukkan kepalanya.
“Sepertinya dia pemalu,” kata Ana dalam hatinya.
“Maukah Rain keluar dan berdiri di dekat Kak Ana? Agar Kak Ana bisa melihat Rain dengan baik,” tanya Ana lembut.
Gadis kecil itu terdiam. Tapi Ana bisa melihat dia sedang berjuang memikirkan apakah dia akan menurutinya atau tidak.
“Ah, tunggu sebentar,” kata Ana tiba-tiba. Ana baru saja teringat sesuatu dengan permen coklat yang dibawanya. Dia membongkar tasnya yang ada di atas salah satu kopernya. Tak lama kemudian, Ana berbalik menemui Rain yang masih menunggunya dari balik pintu kamarnya.
Ana membuka bungkus plastik permen coklat itu. Dia keluarkan satu dari dalamnya, dan membuka pembungkus permennya. “Ta-Daa ... perkenalkan, ini adalah Tuan Beruang.”
Ana meletakkan permen coklat berbentuk boneka beruang itu di telapak tangannya. Dia membiarkan pembungkusnya berada di bawah permen coklat itu. Ana dapat melihat bagaimana mata Rain berubah menjadi bersinar saat melihatnya.
“Kamu mau mencobanya?,” tanya Ana pada Rain. Dia mendorong tangannya agar lebih dekat dengan Rain.
Rain terkejut ketika tangan Ana semakin dekat dengan dirinya. Dia kembali menyembunyikan wajahnya.
Tapi, Ana menjadi lebih kecewa ketika Rain semakin menjauh. “Hmm ... mari kita lihat.”
Ana mengambil permen coklat yang ada di tangannya, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. “Aah ... enak sekali ... hmm ...,” kata Ana kegirangan. Dia sengaja memperlihatkan betapa dia sangat menikmati permen coklat itu.
Rain kembali mengintip Ana dari balik pintu. Ana dapat melihat Rain tergoda dengan apa yang baru saja dimakannya. Segera Ana membuka permen coklat yang lain dan meletakkannya di atas tangannya.
“Lihatlah, Tuan Beruang punya mata yang sangat kecil,” kata Ana. Pelan-pelan Ana bergerak maju mendekati Rain. “Lucu, kan?,” kata Ana lagi.
Kali ini Rain melihatnya. Dia menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Ana. Senyumnya terlihat tipis tapi Ana bisa merasakan, gadis kecil ini menyukai permen coklat yang Ana pegang. “Cobalah,” Ana mengajaknya lembut.
Perlahan Rain mengulurkan tangannya dan mengambil permen coklat itu. Ana menyemangati Rain untuk memakannya saat dia melihat Ana. Dengan antusiasnya, Ana menunggu Rain memasukkan permen coklat itu ke mulutnya. Gadis kecil itu tersenyum dengan bahagianya.
“Enak ...,” kata Rain.
Ana tersenyum puas. “Dia menyukainya,” batin Ana.
“Masih mau lagi? Masih ada banyak,” kata Ana sambil menunjuk tas tempatnya menyimpan permen coklat itu.
Rain mengangguk bahagia.
................
Side Story :
(dua hari sebelum Ana tinggal di rumah Marius)
Ana sedang mempertimbangkan apakah membeli sebuah mainan robot atau boneka. Matanya sedari tadi bergerak ke kiri lalu ke kanan, lalu bergerak lagi ke kiri, kembali lagi ke kanan. Pelayan toko yang sedari tadi bersama Ana kini pergi meninggalkan Ana melayani pelanggan yang lain.
“Apakah dia cowok?.” Mata Ana memandangi sebuah mainan robot yang saat ini sedang disukai anak-anak, begitu kata pelayan tokonya.
“Atau cewek?.” Matanya bergeser ke kiri dimana sebuah boneka beruang coklat dengan pita merah di lehernya sedang duduk menatap Ana.
“Hazz ...,” Ana mulai kesal dengan dirinya sendiri. “Kenapa aku nggak nanya apa jenis kelamin anaknya? Aku bahkan nggak tau bagaimana caranya menghubungi Marius.” Rambutnya hampir tidak karuan karena semakin stres memikirkannya.
“Kak, adek minta ya? Satu saja,” pinta seorang anak perempuan pada anak laki-laki yang terlihat lebih besar darinya. Ternyata kakak laki-lakinya sedang berada di dekat Ana, melihat-lihat mainan robot yang ada di depan Ana. Adik perempuannya mengikuti sang kakak karena sesuatu yang sedang dimakan kakaknya.
“Kan tadi adek sudah dapat dari Bunda,” kata kakaknya.
“Yyaa, tapi kan adek masih mau lagi. Habisnya enak, sih,” rengek adiknya.
Ana memperhatikan sebuah bungkus permen yang menyerupai bentuk beruang yang dipegang si kakak. Bentuknya lucu, dan mereka sangat menyukai. Karena sekarang keduanya sedang memperebutkan itu.
Saat Bunda mereka datang melerai, Ana memilih keluar dari toko mainan itu dengan senyumnya yang lebar. “Aku tahu apa yang harus aku beli,” pikir Ana dengan senyumnya yang lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments